Mencoba menempatkan diri kita seandainya kita di posisi yang tidak mengenakkan tersebut bagaimana rasanya. Ibu saya selalu memberi wejangan "jangan mencubit kalau tidak mau dicubit," yang artinya kita coba benar-benar berempati yang sejati.
Sulit memang. Saya pikir ini salah satu kebiasaan yang gampang diomongkan tapi susah dilaksanakan. Dalam cerita saya di atas harusnya saya bisa menempatkan diri dengan tidak rakus memborong banyak snack dan roti. Padahal sampai rumah juga tidak saya makan.
Seandainya saya menempatkan diri di posisi orang-orang yang benar-benar membutuhkan makanan mungkin akan lebih baik.
2. Melatih diri melihat dari perspektif yang berbeda
Ini terkait dengan poin nomor satu. Jika kita mampu memposisikan diri dalam situasi dan posisi tersebut, maka otomatis kita akan mampu melihat perspektif lain yang tadinya belum terlihat.
Terkadang ini memang tidak menyenangkan. Saya pribadi mengakui hal tersulit adalah melihat dari perspektif lain. Beberapa kali saya terjebak emosi dan perasaan tidak menyenangkan ketika mendapat umpan balik atau kritik.
Terkadang saya gagal paham juga. Namun satu yang saya pahami adalah saya harus bisa melakukan kontrol terhadap apa yang bisa saya kontrol, yaitu emosi dan perspektif saya.
Keberhasilan kita melihat perspektif yang berbeda inilah yang akan membuat kita mampu melakukan kontrol diri sendiri. Jadi menurut saya ini adalah hubungan resiprosikal.
Keberhasilan kita untuk melihat perspektif orang lain adalah tanggung jawab pribadi masing-masing. Namun respon orang lain terhadap perspektif kita adalah tentunya juga merupakan tanggung jawab masing-masing pribadi.
Kita memang seharusnya memahami perspektif orang lain. Namun kita tidak bisa melakukan kontrol terhadap perspektif orang lain ketika mereka mencoba memahami perilaku sosial kita.
3. Banyak Membaca