Jika pandangan ini saya elaborasi lebih lanjut, ini artinya adalah apa pun sikap atau hasil pengambilan keputusan kita akan sangat tergantung pada kondisi mental kita tepat pada momen sikap atau pengambilan keputusan tersebut terjadi.
Momen tersebut yang akan menjadi ancar-ancar bagi sikap kita ke depan. Jadi jangan heran ketika sikap kita emosional selalu marah-marah, orang lain dengan mudah akan memprediksi itulah sikap kita di masa mendatang.
Ini juga sebabnya ibu saya selalu memberi nasihat jika kepala sedang panas, jangan langsung masuk rumah. Anjuran ini sangat selaras dengan konsep empathy gap ini.
Jika kita melihat dari sudut pandang pemasaran misalnya, empathy gap ini akan membuat kita melakukan pembelian yang tidak rasional.
Dalam contoh cerita saya di atas, sikap saya ketika lapar menjadi tidak rasional. Jika kita tidak bisa melakukan kontrol terhadap bias ini maka akan sangat berbahaya.
Kita bisa jadi melakukan tindakan-tindakan yang tidak rasional dan di luar nalar. Padahal kita tidak bermaksud demikian. Sikap kita yang tidak rasional tersebut bisa berujung kepada tindakan yang menyakitkan dan tidak menyenangkan bagi orang lain.
Setiap hari kita pasti mengambil puluhan bahkan ratusan keputusan. Puluhan dan ratusan keputusan tersebut kemudian akan membentuk pola dan perilaku sosial kita.
Salah satu faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan dan tindakan kita adalah emosi (referensi 3). Sehingga jika kita tidak bisa melakukan kontrol terhadap emosi ini maka akan sangat berpengaruh ke hasil akhir tindakan kita.
Berdasarkan pengalaman saya, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan sebagai berikut:
1. Coba tempatkan diri kita di posisi tersebut