Lalu apakah kita tidak boleh mempunyai emosi? Tentu saja manusia dibekali dengan emosi. Kita tidak dapat menafikan hal tersebut.
Yang ingin saya katakan adalah, berlogikalah dalam melihat satu fenomena permasalahan. Kemudian berikan sentuhan emosi terhadap logika tersebut. Agar kita tetap menjadi manusia yang sejati.
Biasanya kita terjebak dalam miskonsepsi berpikir logis hanya diperlukan untuk profesi atau hal-hal yang berkaitan dengan data.
Padahal, siapapun kita dan apapun level strata sosial ekonomi kita, tetap butuh kemampuan berlogika.
Selain itu, logika dan penalaran selalu terkait dengan istilah problem solving. Saat kita berhadapan dengan masalah, otak kita akan mencoba untuk mencari solusi.
Langkah pertama dalam dalam memecahkan permasalahan adalah memberikan definisi masalah secara jelas. Semua informasi yang relevan distrukturisasi, dan dianalisis.
Kemudian dibuat perbandingan dengan penyelesaian yang sebelumnya diketahui dan diambil kesimpulan.
Semua hal tersebut melibatkan logika. Bagaimana mungkin kita bisa menyelesaikan permasalahan jika berlogika saja kita tidak mampu?
Selain itu, jika kita ingin memperlihatkan intelektualitas kita, maka cobalah untuk melakukan kontruksi logika dengan esensi ilmu pengetahuan yang bermutu.
Misalnya, apakah kita pernah berpikir seperti ini? “Si Anu adalah siswa terpintar di sekolah saya. Karena si Anu berada di kelas saya, maka sudah pasti saya berada di kelas yang terpintar”