Saya pernah dalam situasi yang tidak mengenakkan terkait dengan karyawan toksik dengan subtle misbehavior ini. Ada beberapa langkah yang bisa saya rekomendasikan jika kita terjebak dalam situasi ini.
1. Percaya dengan intuisi kita: Kalau kita merasa sudah tidak enak, kita merasa situasinya sudah tidak benar, maka cobalah suarakan hal tersebut ke atasan atau ke bagian yang memang menangani permasalahan yang terkait dengan karyawan. Tidak perlu menunggu bukti atau malah kita sendiri yang berubah menjadi toksik untuk bersuara.
2. Ceritakan situasinya ke orang yang kita percaya: Tujuannya adalah untuk memberi perspektif baru terhadap hal yang kita rasakan. Terkadang otak kita sulit berpikir jernih. Maka itu perlu ada outsider perspective disini. Namun hati-hati, jangan sampai malah kita yang menimbulkan rumor dan drama. Kuncinya adalah kejernihan hati.
3. Buatlah ekspektasi yang wajar: Tujuannya adalah agar kita tidak kecewa karena kita sudah terlanjur berharap pada si A, Si B, Si C, untuk membantu kita dalam pekerjaan. Bersikap profesional menjadi jalan terbaik.
Sulit memang. Tapi kita harus berusaha mencoba agar otak dan hati kita tetap waras. Kita harus berjuang agar kecemerlangan dan potensi kita tidak terjatuh dalam toksik.
Kesimpulan
Masalah karyawan toksik sebenarnya bukanlah karena personal, tetapi lebih karena mereka menyebarkan perilaku mereka kepada orang lain.Â
Ini yang berbahaya. Kita butuh lingkungan kerja yang sehat dan positif. Tidak boleh ada ruang bagi orang-orang yang menyebarkan pengaruh negatif di dalamnya.Â
Ingat, satu telur yang buruk bisa mempengaruhi keseluruhan kue yang kita buat.Â
Terakhir, kita bisa bekerja di lingkungan kerja yang sehat dan positif adalah merupakan rezeki. Namun dengan kita menolak untuk berubah menjadi karyawan toksik adalah satu bentuk perjuangan untuk masa depan.