Kelompok 2 :
1. Dwi Wahyu Saputra 192121188
2. Wahyu Nur Rohman 212121115
3. Viga Anesti Ramadhani 212121116
4. Azizah Putri Lathifah 212121125
5. Nanda Difa Sahada 212121126
6. Digita Nurlia 212121131
7. Desyana Rizky Dirgantarie 212121144
Pentingnya mengetahui perbedaan hibah, wasiat ,wasiat wajibah.
1. Sistem pergantian tempat dalam pembagian harta warisan
Menurut hukum adat dapat bervariasi tergantung pada adat istiadat yang berlaku di suatu daerah atau suku. Namun, secara umum, terdapat beberapa sistem pergantian tempat yang lazim dijumpai, yaitu:
Sistem Pergantian Tempat Biasa: Dalam sistem ini, harta warisan akan dibagi secara merata antara anak laki-laki dan perempuan, namun pihak laki-laki akan mendapatkan porsi yang lebih besar dibandingkan perempuan. Jika salah satu anak laki-laki sudah meninggal dunia, maka harta warisan tersebut akan dialihkan ke anak laki-laki yang masih hidup atau kepada cucu laki-laki yang sudah dewasa.
Sistem Pergantian Tempat Sepupu: Dalam sistem ini, jika salah satu ahli waris meninggal dunia, maka haknya akan dialihkan kepada sepupu terdekat dari pihak yang sama. Misalnya, jika seorang anak laki-laki meninggal dunia, maka haknya akan dialihkan kepada saudara laki-laki dari pihak yang sama.
Sistem Pergantian Tempat Sodara: Dalam sistem ini, jika salah satu ahli waris meninggal dunia, maka haknya akan dialihkan kepada sodara terdekat dari pihak yang sama. Misalnya, jika seorang anak laki-laki meninggal dunia, maka haknya akan dialihkan kepada saudara laki-laki atau keponakan laki-laki dari pihak yang sama.
Sistem Pergantian Tempat Dukun: Dalam sistem ini, jika salah satu ahli waris meninggal dunia, maka haknya akan dialihkan kepada dukun atau pemimpin adat dari pihak yang sama. Dukun atau pemimpin adat ini akan bertindak sebagai pengurus harta warisan tersebut sampai adanya permintaan dari ahli waris yang berhak menerima.
Perlu diingat bahwa sistem pergantian tempat dalam pembagian harta warisan menurut hukum adat dapat bervariasi tergantung pada adat istiadat yang berlaku di suatu daerah atau suku. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui adat istiadat yang berlaku sebelum melakukan pembagian harta warisan. Selain itu, dalam praktiknya, pembagian harta warisan juga harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam hukum nasional yang berlaku.
2. Sistem pergantian tempat dalam pembagian harta warisan dalam hukum barat dikenal dengan istilah "per stirpes" atau "by representation". Sistem ini digunakan untuk menentukan bagaimana harta warisan akan dibagi jika salah satu ahli waris meninggal sebelum pewaris.Â
Dalam sistem ini, setiap garis keturunan memiliki porsi yang sama, namun jika ada anggota garis keturunan yang sudah meninggal, maka porsi tersebut akan dibagi di antara anak-anak atau ahli waris yang masih hidup dalam garis keturunan tersebut.
Misalnya, jika seorang pewaris memiliki tiga anak dan salah satu dari anak tersebut sudah meninggal, maka anak dari anak tersebut akan mewarisi porsi yang seharusnya menjadi hak milik ayah mereka, jika sang ayah masih hidup. Dalam hal ini, jika anak yang meninggal tersebut memiliki dua anak, maka anak-anak tersebut akan mewarisi porsi yang seharusnya menjadi hak milik ayah mereka, sebesar 1/3 bagian.
Sistem per stirpes ini digunakan dalam hukum barat dan telah diadopsi dalam berbagai sistem hukum di seluruh dunia. Namun, cara penggunaannya bisa berbeda-beda tergantung pada undang-undang yang berlaku di negara tertentu.
3. Dalam hukum Islam, sistem pembagian warisan dikenal sebagai faraidh atau hukum waris. Sistem ini memiliki aturan yang jelas mengenai pembagian harta warisan antara ahli waris sesuai dengan kedudukan dan hubungan mereka dengan pewaris yang telah meninggal dunia.
Dalam hal ini, tidak ada sistem pergantian tempat yang spesifik yang diatur dalam hukum waris Islam. Namun, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembagian warisan, antara lain:
Adanya pembagian warisan secara adil berdasarkan ketentuan hukum waris. Hal ini berarti, setiap ahli waris harus memperoleh bagian yang adil dan proporsional sesuai dengan kedudukan dan hubungannya dengan pewaris.
Ahli waris yang telah mendapat bagian warisan tidak dapat memindahkan bagian tersebut kepada ahli waris lainnya, kecuali dengan persetujuan ahli waris yang lain.
Pembagian warisan harus dilakukan sesegera mungkin setelah pewaris meninggal dunia, dan tidak boleh ditunda-tunda.
Ada beberapa ketentuan khusus dalam hukum waris yang berkaitan dengan tempat tinggal atau asal usul ahli waris. Misalnya, dalam beberapa kasus, ahli waris yang tinggal di luar negeri atau yang telah mengubah agamanya mungkin memperoleh bagian yang lebih kecil dari warisan.
Dalam hal ini, perlu diingat bahwa hukum waris Islam sangatlah kompleks dan memerlukan pemahaman yang mendalam. Oleh karena itu, sebaiknya konsultasikan dengan ahli waris atau ulama yang dapat memberikan penjelasan lebih lanjut tentang sistem pembagian warisan dalam Islam.
2. Adapun Urgensi Hibah, wasiat dan wasiat wajibah sebagai berikut :
* urgensi hibah yaitu memberikan banyak manfaat, terutama bagi pihak penerima, salah satunya yaitu penerima dapat merasakan kebahagiaan dari hasil pemberian yang ia dapatkan. Selain itu, pemberian hibah kepada individu yang berhak juga bisa mempererat hubungan dengan lebih baik.
* urgensi wasiat yaitu pernyataan sah yang penulisnya selaku pewasiat mencalonkan beberapa orang untuk mengurusi hartanya apabila pewasiat meninggal dunia. Wasiat juga dapat menentukan pesan/amanat wasiat yang hanya berlaku setelah kematian pewasiat.
* urgensi wasiat wajibah yaitu  diantaranya adalah untuk memenuhi rasa keadilan bagi si penerima wasiat ketika ia tidak memiliki jalan untuk mempunyai barang / benda tertentu.
3. Alasan wasiat, hibah dan wasiat wajibah dilakukan dalam praktik hukum islam
Wasiat perlu dilakukan dalam praktik hukum Islam di Indonesia karena selain dicantumkan  dalam surat Al Baqarah, akan tetapi juga tercantum dalam surat An Nissa ayat 11 dan ayat 12. Didalam surat ini dijelaskan kedudukan wasiat yang harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum dilakukan pembagian harta peninggalan pewaris kepada anak, duda, janda, dan saudara pewaris. Wasiat diartikan sebagai pernyataan keinginan pewaris sebelum kematian atas harta kekayaannya sesudah meninggalnya.
Yang mana wasiat tersebut tercantum  dalam KHI bab V pasal 194-209. Pasal 194 - 208 mengatur tentang wasiat biasa sedangkan dalam pasal 209 mengatur tentang wasiat yang khusus diberikan untuk anak angkat / orang tua angkat. Wasiat khusus ini juga sering disebut sebagai wasiat wajibah. Hibah, wasiat,  dan wasiat wajibah dilakukan dalam praktik hukum islam di Indonesia karena mengandung hikmah yang sangat besar, bahwa Tuhan yang Maha Bijaksana memperhatikan pihak pemilik harta dan pihak ahli warisnya sekaligus. Ia tidak berpihak kepada pemilik untuk melepaskan semua hartanya kepada orang-orang yang disukainya tanpa memperhatikan nasib ahli warisnya,
sebagaimana tidak pula ditutup mati kesempatan untuk memanfaatkan sebagai miliknya pada bagian akhir hayatnya untuk menambah amal shalehnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H