Yang Fana Adalah Waktu
Yang fana adalah waktu.
Kita abadi memungut detik demi detik,
merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa
"Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?" tanyamu.
Kita abadi.
Analisis unsur stile: bunyi, leksikal, gramatikal, dan bahasa figuratif dalam puisi "Yang Fana Adalah Waktu" Karya Sapardi Djoko Damono:
1. Bunyi
Dalam puisi "Yang Fana Adalah Waktu" ini terdapat unsur bunyi berupa persajakan, irama, nada dan suasana. Persajakan yang terdapat pada puisi tersebut berupa asonansi (pengulangan bunyi vokal dalam satu baris kalimat) dan aliterasi (pengulangan bunyi konsonan dalam satu baris kalimat). Pada bait puisi tersebut terdapat asonansi dan aliterasi. Larik pertama Yang fana adalah waktu didominasi asonansi vokal [a], dapat dilihat bahwa kata-katanya didominasi vokal [a].Â
Pada larik kedua Kita abadi memungut detik demi detik terdapat asonansi vokal [i] dan aliterasi konsonan [d]. Asonansi vokal [i] terdapat pada tengah dan akhir kata, sedangkan alitersi konsonan [d] terdapat pada awal kata. Dengan adanya asonansi dan aliterasi dalam puisi tersebut dapat membangkitkan evokasi atau peraturan sajak untuk membangkitkan bunyi-bunyi pada kata-kata yang mirip.Â
Pada puisi "Yang Fana Adalah Waktu" terdapat efoni atau keteraturan bunyi sehingga dapat membangkitkan irama dan membuat puisi menjadi melodis. Efoni itu muncul karena adanya asonansi dan aliterasi pada larik-larik puisi tersebut. Nada dan suasana yang sesuai juga dapat menjadi faktor pendukung keindahan puisi tersebut.Â
Puisi tersebut akan semakin indah jika dibawakan dengan nada dan suasana yang sesuai. Puisi "Yang Fana Adalah Waktu" ini sangat cocok dibacakan dengan nada kepasrahan, tidak terlalu cepat, dan penuh penghayatan. Suasana yang dapat mendukung puisi tersebut adalah suasana penuh haru.
2. Leksikal
Pada puisi "Yang Fana Adalah Waktu" terdapat unsur leksikal berupa antonimi atau lawan kata, seperti pada kata 'fana' berlawanan dengan 'abadi'. Terdapat juga kolokasi atau sanding kata yang cenderung digunakan berdampingan, seperti pada kata 'waktu' dan 'detik'.
3. Gramatikal
Pada puisi "Yang Fana Adalah Waktu" terdapat unsur gramatikal berupa referensi endoporis atau pengacuan yang terdapat di dalam teks, seperti pada kata 'mu' dalam tanyamu  dan 'kita'. Lalu terdapat substitusi nomina, seperti pada kata 'bunga'. Substitusi verba, pada kata 'memungut'dan 'merangkainya'.Â
Selanjutnya konjungsi atau kata hubung, seperti pada kata 'yang', 'adalah', 'sampai', 'untuk', 'tapi'. Komparatif atau pengacuan terhadap sesuatu yang sedang dibicarakan, seperti pada kata 'seperti'.Â
4. Bahasa Figuratif
Pada puisi "Yang Fana Adalah Waktu" terdapat bahasa figuratif atau bahasa yang berbeda dari bahasa pada umumnya, karena bahasa yang digunakan mengandung makna konotatif atau makna kias yaitu makna bukan sebenarnya. Pada puisi tersebut terdapat majas alegori atau majas yang mengungkapkan kiasan, terdapat pada frasa 'detik demi detik' yang merupakan kiasan dari waktu.Â
Lalu majas polisendenton atau gaya bahasa yang mengungkapkan frasa, klausa, maupun kalimat dengan menggunakan kata sambung, seperti pada larik Yang fana adalah waktu; sampai pada suatu hari; kita lupa untuk apa; "Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?" tanyamu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H