"Duduklah, pak dan buk. dokter akan berusaha semaksimal mungkin. Kita mengharapkan doa terbaik dari keluarga pasien," jelasnya runut.
"Bersabarlah, pak dan bu. Kami tim dokter sedang berupaya atas kesembuhan istri bapak," imbuhnya lagi.
Tak lama kemudian di depan UGD, ibu gabriel yang baru datang dari kampung langsung mendekati Bagas sampai mencecar kata-kata kotor. Tubuh gabriel seketika berubah sianosis kembali, hingga tak sadarkan diri Audrey yang melihat hal itu refleks memanggil dokter yang bertugas.
Kamu apakan anakku sampai seperti ini, Bagas?!" teriak ibu dengan mata memerah bak anak saga.
"Diam kalian!" seru ibu tidak habis pikir penyakit gabriel setahu ibu tidak ada sama sekali. Kalian telah membinasakan Gabriel anakku.
Bu, istighfar. Eling bu, ini mungkin terjadi karena kecapean." beber audrey sembari menenangkan ibunya gabriel.
"Itu kesalahan ibu, merestui pernikahan Gabriel dengan bagas dan keluarga si pencabut nyawa," gumamnya membatin. Namun, rona wajah menyiratkan kurang senang.
Ibu masih sesenggukan menyesali keadaan Gabriel di posisi sekarang. Sementara Bagas tak merasa bersalah, karena ia pun tak pernah berlaku zalim terhadap Gabriel.
Sejak dirawat di ICCU jantung, Gabriel udah mendingan. Pengobatan Gabriel berjalan dengan baik, tak ada resiko fatal yang ditakutkan terjadi, hanya perlu dipantau tanda tanda vitalnya. Dokter berpesan untuk mengontrol ulang agar tidak terjadi serangan kedua.
Bagas menghela nafas panjang, dan berharap semua akan baik-baik saja. Sebagai suami, ia sudah berlaku baik kepada sang istri, mungkinkah ada faktor stres yang disembunyikan.
"Bagas, tau gak! Apakah Gabriel belakangan ini banyak pikiran?" tanya Audrey pelan.