Mohon tunggu...
Nanda Nuriyana SSiTMKM
Nanda Nuriyana SSiTMKM Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Praktisi dan Akademisi

BERTUGAS DI RUMAH SAKIT dr FAUZIAH BIREUEN BAGIAN KONSELOR HIV AIDS

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jangan Hina Aku, Sayang

8 Oktober 2023   23:49 Diperbarui: 8 Oktober 2023   23:50 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mendayunglah dua sisi. Jangan biarkan bahteramu timpang dan terhempas di lautan." ~Nirania~

Sebuah biduk rumah tangga di takdirkan adanya ikatan batin antara pasangan suami istri, pertemuan dalam hal suka duka. Lelaki yang bertanggung jawab, selalu menjaga dan merawat istri. 

"Karena cantiknya seorang istri tergantung cara suami memperlakukannya," Petuah ibu di kampung.

Apabila rumah tangga tidak di dayung bersama pasti keliatan oleng. Lelaki bergaya bos akan membebankan semua pekerjaan pada istrinya, bahkan dobel job. Keegoisan suami terus-terusan terlihat ketika mendominasi kekuasaan.

Pada sore itu, seperti biasa suami pulang kerja dan sampai di rumah jam 5.30 wib, ia segera melakukan ritual mandi dan acara makan malam. Lalu bersiap-siap memenuhi janji dengan relasi, tapi diurungkan.

Namun, berbeda dengan sore itu, jurus omelan tingkat dewa keluar dari mulut orang yang aku cintai. Lantas, seperti apakah balasan cinta darinya?

"Minaaahh ... Minaahh! Ambil Rafa dan Marwa bawa main! Kembar gangguin papanya makan. Papa, nggak bisa dengar suara berisik," keluhnya dengan raut masam.

Padahal Minah baru saja dari kamar mandi menuntaskan rasa ke belakang. Tergopoh-gopoh ia berjalan menggendong si kembar agar suami tidak ribut. Tak terasa kaki pun kejedut pintu, meskipun kesakitan tak dihiraukannya. Minah gegas mendatangi arah suara teriakan suami.

Begitu juga siang itu, mas Joni pulang kerja agak lebih cepat, tidak seperti biasa. Dari arah pintu terdengar suara menggeram dengan tatapan menahan amarah.

Selang berapa menit, terjadilah kegaduhan di ruang depan.

"Minaaah!" panggil mas Joni dengan nada bariton melebihi empat oktaf. 

"Rumah kok berserakan, ngapain aja? kamu asik dengan laptop dan gawai hingga rumah tak terurus," nyerocosnya berang.

Joni beringas! hingga teriakan kedua kalinya ku dengar macam bergemuruh hebat. Padahal sudah ditata rapi, tapi anak-anak bikin berserakan. Sudah empat kali diatur lagi dan lagi seperti biasa anak-anak tak mau diam.

"Nyerah aku, Mas." Tepar sambil mingkem, hiks!

Pernah suatu pagi Minah kurang enak badan. 

"Mas Joni, bisa nggak bantuin hari ini?"tanya Minah lembut. Istrimu capek mas, pingin istirahat sebentar. Lelah banget.

"Capek apa, sih, kamu? Aku heran Mama ini manja banget," celetuk suami kurang senang. 

"Aku kerja siang malam nggak pernah bilang capek. Itu rumah harus bersih jika ku pulang kerja, anak-anak sudah rapi dan kamu jangan pake daster melulu, sakit mataku," protes suamiku kumat.

"Iya, Mas," gumamku lirih. Aku paling malas berdebat pagi-pagi. Selalu aja banyak protes. Ini-itulah aku bosan selaku mamah muda di salahin terus. Kapan suami bisa bersikap manis padaku. 

"Awas ya, Mas! kau jangan cemburu misalkan ada mantanku bersikap manis," ancamku dalam hati.

Tak berputus asa, aku tetap berharap mas Joni berubah mencintai aku dan anak-anak.

"Ayoo, Mas! kita belum terlambat. Mari memperbaiki kekurangan dan membuka lembaran baru. Aku siap mendayung biduk bersamamu, sayang," ucapku penuh seloroh sembari mengelus pundaknya.

"Apa-apaan Mamah, lebay kali pun," sahut papa tak menggubris omongan istri. 

"Diam Mah! Papah lagi pusing klien kita banyak mengeluh," sambungnya dengan raut wajah jutek.

 "Sana ... Mama beresin rumah, aja! jagain Rafa dan marwa," perintahnya dengan memonyongkan mulut yang dihiasi bulu-bulu lebat.

Huft ... huft

Minah diam, gegas kebelakang sambil menahan tetesan bulir-bulir mengaliri kedua netra. Tangan kasarnya menyeka kedua pipi yang lembab dan basah. 

"Cukup sudah, Mas," batin Minah histeris perlahan melemah.

"Jangan kau hina aku lagi, Mas! 

Selama ini cukup sabar ku menghadapi ulahmu. Jika kamu membenci, jangan kau siksa perasaan ini. Pulangkan saja pada emak dan bapak di kampung, mereka sangat menyayangi Minah. Kini rumah menjadi seram memiliki pasangan hidup gemar menganiaya.

Suara hati Minah seakan meledak menahan isakan, Minah menatap kedua buah hatinya yang sedang bermain ceria. Rasanya tak tega merusak kebahagiaan anak. Biarlah Minah ikhlas menerima cobaan ini, demi anak-anak.

Benarkah pesan tetua di kampung bahwa  larangan menikah dengan orang kaya, kamu akan dijadikan keset kaki olehnya. Sepertinya Minah merasakan kebenaran itu. Batin sebagai istri sangat capek membenahi perasaan layaknya jongos.

Tahukah para suami, anak adalah hasil didikan orang tua. Jangan sampai suatu hari kau menyalahi istrimu karena anak tidak berbakti.

"Allah Maha membolak-balikkan hati manusia. Semoga Mas Joni diberikan hidayah oleh-Nya. Aamiinn ....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun