Mohon tunggu...
Nanda Nuriyana SSiTMKM
Nanda Nuriyana SSiTMKM Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Praktisi dan Akademisi

BERTUGAS DI RUMAH SAKIT dr FAUZIAH BIREUEN BAGIAN KONSELOR HIV AIDS

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mr Telat, Keburu Lewat

3 Oktober 2023   19:28 Diperbarui: 3 Oktober 2023   19:33 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebiasaan telat bangun pagi, itu yang selalu dilakukan Dwiki semasa sekolah SMU-nya. Setiap hari kena hukuman akibat telat sampai ke sekolah. Pernah suatu hari terlihat seperti di kejar-kejar orang gila, hehe ... koq jadi lucu sekarang ngingatnya.

"Dwikii ...Dwikii, " teriak pak Yanto dari arah pos satpam.

"Iya, pak!" sela Dwiki gelagapan. Dalam hati merasa kesal kena tangkap bapak Yanto lagi. 

"Huft ... Huft!" dengkusnya sewot.

"Maaf ... Maaf, pak Yanto! tadi ban sepeda motornya kempes," dalihnya sambil celingak celinguk ke arah ban.

"Hhmm ... Hhmm! Dwiki mulai berbohongkah?" tuding  pak Yanto dengan mengeraskan rahangnya hingga gemeretak.

"Besok suruh datang orang tuamu," perintahnya lagi.

Dwiki berjalan gontai memasuki ruang kelas dengan menyimpan rasa dongkol, bukan sekali ini pak Yanto terus mempersoalkan kehadiran wali murid. 

"Kasian ibu lagi tidak sehat," batinnya lirih.

Dwiki terus berpikir keras, gimana caranya agar emak dan bapaknya jangan sampai dipanggil oleh guru piket tersebut. Dengan menyembunyikan rasa malu hari itu dia menghadap guru bimbingan konseling untuk menyampaikan permasalahan yang ia hadapi. Akhirnya mendapat titik temu juga, dengan membuat surat perjanjian tak mengulangi lagi. Dwiki menulis di selebaran kertas untuk ditanda tangani olehnya dan pak Yanto.

Dwiki baru bisa bernafas lega.

"Beruntung hari ini, Dwiki bebas dari hukuman sekolah," gumamnya dalam hati seraya cengengesan memperlihatkan barisan gigi putih.

Dwiki tak dapat memaafkan diri, sekiranya emak dan bapak tau tentang anaknya yang kerap kena hukuman di sekolah. 

"Kenapa, sih? Dwiki telat terus ... telaatt teruus?" sesalnya geram. 

"Dwiki harus berubah ... Dwiki harus berubah," janjinya dalam hati.

Hari itu saat ujian akhir Dwiki berpesan, "Mak besok Dwiki ujian, bangunkan cepat ya?"

Emaknya dengan semangat membara, membangunkan Dwiki sampai rusuh serumah.

 Dwiki belum bangun juga hanya menyahuti terus.

"Dwiikiii ... Dwikiii," panggil mak dengan suara tinggi.

"iya, Ma bentar lagi ... iya mak lima menit lagi." suara teriakan dari dalam kamar tak kalah nyaring.

Gitu seterusnya, Maknya dijadikan alarm hidup.

Cape dehh! anak jaman sekarang

"Dulu emakmu sekolah harus jalan kaki sampai satu kilometer," celoteh emak pagi-pagi sambil teriak memanggil Dwiki.

Duh, ampun kebayang nggak! dulu saat emaknya sekolah sebentar-sebentar tapal sepatunya jadi remah-remah.

Akhirnya dia bangun juga, sambil bergegas memakai baju seragam abu-abu berlari-larian. Sepatu pun nggak sempat dia pakai. Untungnya rambut dipotong plontos jadi tak perlu repot-repot nyisir. Bergegas dibalapnya sepeda motor Beat putih sampai nulut emak manyun lima senti ... huft!

Pusing emak dengan kebiasaan si anak yang satu itu.

"Mau jadi apa kamu, Nak?" gumam emak  dalam hati.

Kebiasaan itu terus berlanjut saat kuliah. Setiap hari dibangunin oleh adik ipar, mesti ada drama dulu.

Dwiki selalu nyahut," iya udah bangun ni bunda."

"Sebentar lagi Bunda, iya, nanti aja"

Namun, kuliah pun lewat karena ketiduran lagi. Akibat banyak bolong-bolong kehadiran berimbas pada nilai mata kuliah. Tiba masa pembagian nilai di semester, keliatanlah akumulasi nilai yang jelek diperoleh anakku.

Rasa kecewa membuncah di dada tetapi apa mau hendak dikata.

"Dwiki, serius dikit npa, Nak? Mamak cukup capek udah dengan kamu Nak, berubahlah menuju kemajuan. Hempaskan kebiasaan masa kecil dulu, sekarang kuliah bukan main-main Nak! Jangan selalu jawab nanti aja Mak! bentar lagi, itu aja di mulutmu jadi kebiasaan. Ingat kata-kata itu sebagian dari doa," nasehat emak dengan nada memelas.

Nasehat itu panjang sepanjang rel kereta api, macam udah pasrah aja. Kalaupun tak ada perubahan minimal, aku udah mencoba tegas terhada anakku itu.

Acapkali ia harus ambil surat keterangan sakit, sebagai pengganti absensi.

"Ayo ...  berubah, hanya Dwiki sendiri yang bisa mewujudkan," ucapku dengan mimik wajah serius. mungkin caraku jadi obat hingga sekarang udah ada perubahan.

Kini, setiap jadwal masuk kuliah Dwiki mulai melatih diri untuk bangun lebih awal dan kuliah tepat waktunya.

"Mahal lho, nak! bayar uang kuliah kamu, jadi harus serius dikit. Kasian emak dan bapak ini, Nak? Demi masa depanmu juga," pungkasku penuh harap, saat bincang-bincang pas liburan.

"Dwiki ayo hempaskan kebiasaan burukmu, kalau mau berhasil dan sukses. Jangan mengulangi lagi," tegurku memperingatkannya terus. Entah ucapan yang mana, diringi doa pelembut hati pada anak, lantas membuatnya terngiang-ngiang. 

Bisa aja dari nasehat seorang ibu, ada salah satu yang mengena di hati dan terus diingatnya. Jangan bosan menasehati anak, berkatalah dengan baik supaya tidak musuhan.

"Mamak, mengomel terus, yah! Dwiki sedang berusaha, bukan di doain, sih!" ujarnya datar menampakkan rasa iba.

"Mama, tenang aja, anak lelakiku pasti bisa keluar dari masalah kecil ini!" tukas bapak menyemangati Dwiki sembari menepuk-nepuk bahunya.

"Kalem, aja, mama," goda si bapak diam-diam  layaknya Robin hood.

"Terserah, aja!  malas emak gak digubris,"

Namun, entah ajian apa yang dilakukan si bapak hingga berhasil di semester ke dua udah ada perubahan yang menggembirakan. Nilai-nilainya lebih cemerlang, kehadirannya tepat waktu. Reward buat Dwiki atas tanggung jawab terhadap tugas-tugas yang diberikan oleh dosen untuk diselesaikan dengan baik.

"Kerja sama membuahkan hasil, bapak yang ngemong dan emak rada brutal," seloroh bapak sambil tertawa lebar.

Terimakasih, Nak! kamu udah belajar dengan baik dari pengalaman. Kami bangga meski rasa kedisiplinanmu baru terwujud sekarang. Kami terus mendukung cita-citamu, jangan goyah oleh apapun, yah!

"Man Jadda Wajada" siapa yang bersungguh-bersungguh, dia akan mendapatkannya. 

You can do it!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun