Detak jantung yang terekam bias
Coretannya makin tak jelas
Saling beradu temu meghimpit perbunyian
Kerap mencekam
Menakutkan pada sesuatu yang senyap
Sayang ....
Bertahanlah demi garis akad menua bersama
Dengkus nafasmu berat, menatap kosong
Sejenak terpekur di koridor hening
Mengganjal tak jua bertepi, tak terperi
Terdengar bunyi berdentingÂ
Suara bandul ritual apik menyadarkan diri akan dunia fana
Kau penikmat keteduhan di lorong sunyi
Hidup tak pernah abadi
Semua membekal tertuju ke sana
Belantara sayup terdengar bisikan lirih
Menggumpal asa retak
Perih dan melembab
Ngilu belulang nyaris menggemeretak
Netra pun membulat semakin mengerucut
Mengusap tetesan bening kalap
Memikul nestapa menjuntai lara
Perihku tak seberapa dibandingkan nyerimu yang melilit sekujur tubuh
Sayang ....
Ingin aku mendengar cerita alotmu
Unik dan berbeda
Candaan usangmu jika ingin sesuatu candu
Berbatas tegas tanpa beralasan
Namun, rindu yang kau tebar sesaat mampu menyusup
Mengalirkan kekuatan hidup
Suluh aku dengan tawa riangmu meski harus menunggu, entah kapan waktu itu tiba
Dekap erat sosok, membelit jua
Sorot yang memucat sangat mengkhawatirkan atma menghilang
Terus kokoh menepis sandaran hatiÂ
Membayangi hari-hari penuh pelangi
Menepi di ujung fatamorgana
Titimangsa,Â
Bireuen, 23 Oktober 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H