Guru sebagai sosok malaikat tanpa bersayap, memperlihatkan senyuman dan dedikasi yang tinggi pada anak didiknya. Ibarat membengkokkan sebatang besi butuh kesabaran dan pelan-pelan, bukan memakai cara kekerasan yang cenderung memental akhirnya patah.Â
Itulah sosok guru hebat, selalu dikenang jasanya tanpa pamrih, sudah sepatutnya mendapatkan gelar pahlawan tanpa tanda jasa. Sehebat apapun kamu mesti takzim pada gurumu, mereka telah menyumbangkan jiwa raga untuk mencerdaskan anak-anak bangsa.
Author akan membagikan pengalaman menarik, semoga kita dapat memetik sebuah pelajaran berharga. Yuk! simak kisah remaja yang terjadi pada masa SMU, saat seorang anak cenderung bersifat sebagai pemberontak dalam menemukan identitas dirinya.
Dulu, aku seringkali dipanggil ke sekolah justru untuk menemui guru bimbingan konseling. Yah! si anak berulah lagi. Tidak mau masuk sekolah, jika tidak dibelikan Sepeda Motor "Ninja Warior." Sudah banyak guru yang dimintai nasehat oleh suami. Namun, usaha sia-sia, kekeuh membeli Ninja Warior.
Mulai dari perdebatan sengit sampai bisikan manis tidak pernah digubrisnya. Satu kata mengimpikan Ninja Warior yang dia sukai dan tak bisa ditawar lagi. Alhasil, dengan mengumpulkan tabungan, aku menyetujui pembelian sepeda motor itu.
Kejadian itu menuai pertengkaran, semua ikut protes pada kami, terutama dari pihak keluarga. Kenapa kalian harus membeli sepeda motor itu? Kau mau membunuh anakmu? Banyak cercaan yang kuterima dari kerabat keluarga yang tidak sepakat dengan kami. Aku pasrah saja menanggapinya, kemungkinan di sini aku di pihak yang salah telah menuruti permintaan sang anak yang sudah kelewatan.
Di teori-teori atau literatur yang pernah aku baca atau pelajari sangat tidak dianjurkan memenuhi semua permintaan anak. Hal tersebut harus dipilah-pilah sesuai kebutuhan bermanfaat dan budget yang ada. Akan tetapi seandainya tidak terpenuhi saat itu mungkin ia akan nekad berperilaku merusak dirinya sendiri dengan bermacam cara sehingga menarik perhatian orang tuanya.
Akhirnya, setelah puas mengendarai si Raja Warrior, anakpun menjual kembali dengan dalih repot sekali, butuh perawatan ekstra dan menyusahkan. Si anak menjual kembali via-online tanpa perantara dengan memperoleh keuntungan yang lumayan. Di sini penulis berasumsi tentang pengalaman, mengenai seorang remaja yang ingin mencari perhatian diri dari orang tua dan teman dengan menuntut permintaan di luar kebiasaan.
Aku tersadar dan memakluminya sebagai bentuk tahapan dari proses tumbuh kembangnya seorang Remaja menuju tahap pendewasaan diri. Akhirnya si anak mengalami perubahan drastis, semangat belajarnya luar biasa, sangat berbeda pada masa dulu sering ogah-ogahan.
Pentingnya, hubungan baik dengan wali kelas dan guru konseling seperti layaknya keluarga, saling bahu-membahu dan mendukung sebuah cita-cita. Sebagai seorang ibu, sungguh, aku sangat terharu pada saat itu, sebuah tempaan penuh kesabaran akhirnya melunak juga. Terimakasih Guru, jasamu akan kukenang selamanya.
Demikian juga halnya, merangkul anak didik dengan penuh care ternyata membuahkan hasil, meskipun aku sebagai orang tua harus bolak-balik dipanggil oleh wali kelas dan guru bimbingan konseling. Kejadian itu mempengaruhi psikologis pada orang tua si anak seperti jantung terasa mau copot setiap kali mendapat panggilan ke sekolah. Terkadang air mata pun menitik dengan sendirinya, terlanjur malu akibat ulah anak pada waktu itu.
Sebuah dilema dalam menangani problema kenakalan remaja atau tepatnya Reformasi di abad kekinian cenderung para orang tua harus lebih peka dan memiliki keilmuan parenting.
Namun, kali ini sebaliknya yang terjadi, aku menerima informasi tentang si anak yang mendapat prestasi membanggakan tanpa di luar dugaan. Dia meraih predikat juara hingga membawa nama harum keluarga dan sekolah. Di sekolah mendapat prestasi lima besar, sementara kejuaraan olahraga Taekwondo, ia peroleh medali tingkat provinsi. Alhamdulillah, berkah dirimu, Nak!
Hal ini membuktikan kerjasama guru dan orang tua akan melahirkan bibit-bibit unggul di masa depan. Berbeda zaman sekolah kita dulu, murid-murid selalu patuh dan taat menuruti semua kemauan guru dan orang tua. Anak sekarang lebih kritis, kreatif dan berani mendobrak nilai-nilai yang sudah dianut oleh pendahulu kita.
Pada hakekatnya, peran guru dan orang tua mengayomi anak didiknya, menanamkan nilai-nilai luhur berbudi mulia. Keutamaan adab dan sopan santun lebih bermakna, sedangkan ilmu dapat diperoleh seiring perkembangan waktu. Kini dalam kemajuan era revolusi mental telah menciptakan generasi berani penuh tantangan. Dalam penyesuaian tuntutan zaman, para guru dan orang tua pun butuh skill khusus untuk menghadapinya.
Aku sebagai seorang ibu yang pernah mengalami suka duka dalam menghadapi murid super nekad, sedikit saja salah langkah, tidak punya kesabaran berakibat fatal. Justru berkat dedikasi seorang guru mampu melahirkan generasi yang mempunyai peradaban di abad ini.
Tanpa jasa seorang guru, kita bukanlah siapa-siapa. Hormatilah gurumu, dimanapun kamu berada, Nak!
Pesanku kepada pembaca "Jangan nge-judge remaja yang nakal dengan kekerasan, apalagi membully-nya ternyata menyirami dengan sentuhan kelembutan dan kesabaran hati membuat kenyamanan menuju sebuah perubahan. Tidak selamanya kekerasan menyelesaikan masalah, pelajari karakter si anak, mainkan sesuai tipikal yang sedang dihadapi.
Seperti pepatah zaman dahulu masih berlaku sampai sekarang juga " Keras-keras kerak kena air lembut juga."
Subhanallah, Selamat Hari Guru Nasional, teruntuk semua guru di tanah airku. Sungguh, jasamu tak ternilai harganya, dari tangan tulusmu tercipta sebuah maha karya.
Terima kasih, Guruku....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H