Las roham nuaeng o angka ina dibahen Debata. Ai dohot ho didodo paralat hata i
Na jolo ho tarpodom ala sopar si dohot, Nuaeng ma ho tarsunggul, tongtong ma ho dungoÂ
Godang do na mangambat mula na i, songon i do nang nuaeng si bolis i
Mandok tu angka ina dang tau ho, Lao marbarita nauli, ninna sibolis i
Ndang mar pansohotan tahi ni sibolis na naeng manegai ulaon mi,....(Lirik : Las roham angka Ina)
Perayaan Paskah dan Hari Kartini yang berdekatan dalam satu minggu ini menjadi momentum baik untuk melaksanakannya secara bersamaan bagi kaum Ina / Ibu Gerejawi, seperti yang diadakan oleh Kumpulan Kaum Ina se Ressort HKBP Pekanbaru di Tahun Kesehatian ini, yang dilaksanakan pada 21 April kemarin di salah satu gereja pagarannya yaitu di HKBP Jalan Segar. HKBP Pekanbaru ini mempunyai delapan gereja yang tergabung di dalamnya. Saya turut dalam rombongan Ina (dalam Bahasa Indonesia, Ibu) dari Gereja kami yaitu HKBP Pebatuan. Selama dua tahun belakangan, perayaan ini tidak dapat dilaksanakan akibat pandemi CoVID 19, sehingga kemarin dalam perayaannya kembali terlihat antusiasnya. Dimulai dengan Ibadah, Mandok Hata (Pidato dari beberapa Panitia dan Kepengurusan Ina resort), beberapa perlombaan menarik dan makan bersama.
Ini adalah perdana saya terlibat dalam perayaan Ina se Ressort ini. Saya bersyukur bisa menjadi bagian di dalamnya. Khotbah yang disampaikan oleh Pendeta, perihal peran wanita yang identik dengan Macak, Masak dan Nanak mengingatkan saya tentang sebuah artikel yang pernah saya baca; 'bahwa sekarang bukanlah abad ke 19 dimana Kaisar Wilhelm II mendefinisikan peran perempuan sebagai Kirche, Kuche dan Kinder (artinya : Gereja, Dapur dan Anak-anak). Stereotip terbatas semacam ini memang menjadi kurang relevan lagi pada masa kini.
Sebagaimana Kartini yang telah memperjuangkan emansipasi wanita di masanya untuk dapat bersekolah atau menerima pendidikan setara dengan kaum pria. Alkitab pun mencatatkan tokoh-tokoh wanita hebat di masanya, misalnya di Perjanjian Lama, ada Debora sebagai seorang nabiah dan hakim perempuan Israel, Ester yang menjadi ratu sehingga berkat posisinya ini, bangsa Israel dapat terhindar dari pembantaian massal yang direncanakan Haman (Kitab Ester), selanjutnya ada Rut sebagai seorang perempuan yang setia dan takut akan Tuhan. Setelah suaminya meninggal, dia tetap memilih mengikuti ibu mertuanya ke asalnya. Di Perjanjian Baru, dalam Kitab Injil ada Maria Ibu Yesus yang taat pada Allah untuk mengandung Yesus, Sang Juru Selamat. Jadi, jika di Perjanjian Lama yang ditaksir terjadi Sebelum Masehi saja, sudah ada beberapa tokoh wanita hebat, kenapa kita kaum perempuan di masa ini masih terpatri dengan Macak, Masak dan Nanak.
Macak (Berdandan/Merias Diri)
Wajar saja jika semua perempuan ingin tampil cantik, mempesona dan awet muda. Saya pun begitu, bahkan ketika suami saya sedikit protes dengan banyaknya peralatan make up, skincare yang saya beli dan berbelanja baju, saya menimpalinya dengan: 'sabarlah, daripada papa bakar duit beli rokok'. Hehehe.
Namun sebenarnya, seperti yang disebutkan oleh seorang influencer wanita favorit saya, Najwa Shihab, 'Kecantikan seharusnya juga kata kerja, seseorang menjadi cantik karena tindakannya, karena perbuatannya, karena aktivitasnya, barangsiapa sanggup berbuat baik kepada sesama, sanggup menggerakkan sekitar untuk melakukan hal-hal baik, bisa memperlihatkan kerja-kerja konkrit, ia mengubah dan menggubah itulah secantik-cantiknya perempuan'.
Saya juga setuju dengan slogan 'Cantik itu Pintar dan Berpendidikan'. Pendidikan itu penting sekali untuk kaum wanita. Jangan ada lagi jargon jadul yang terdengar  yaitu 'Buat apa sekolah tinggi-tinggi, tokh, ujungnya ke dapur juga.' Setidaknya, walaupun akan menjadi Ibu Rumah Tangga, ibu yang berpendidikan akan menjadi sekolah pertama buat anak-anaknya kelak yang akan melahirkan generasi yang hebat dan berguna.
Masak
Sewaktu masih gadis, saya tidak pernah memasak (kecuali masak air dan beras). Bahkan saking malasnya masak, ibu saya pernah mengomel, 'nanti dipulangkan suamimulah kau karna gak bisa masak'. Setelah berumah tangga, saya mau tak mau harus memasak, dan selama lebih dari sepuluh tahun berumah tangga, keluarga saya tergolong jarang membeli makanan yang bisa saya masak sendiri, misalnya beli ayam goreng, brownies. Yang saya pikirkan adalah bahwa sebenarnya masak itu bisa dilakukan siapa saja dan kapan pun bukan soal perempuan yang harus bisa masak.
Nanak
Menikah untuk melahirkan anak atau memperoleh keturunan memang adalah salah satu budaya Timur kita, berbeda dengan konsep pernikahan di negara Barat. Ada salah satu film terkenal yang dibintangi Nicole Kidman (Lion, 2016) yang difilmkan berdasarkan kisah nyata tentang pasangan yang tinggal di Australia. Mereka memilih mengadopsi anak-anak yang membutuhkan, walaupun sebenarnya pasangan ini sehat dan mampu secara medis untuk memiliki anak kandung.
Wanita adalah makhluk yang dipercayakan Tuhan untuk melahirkan anak-anak, namun tugas untuk mendidik anak bukan hanya tanggung jawab ibu, tetapi kedua orangtuanya.
Kita tidak bisa memilih ingin berjenis kelamin apa saat dilahirkan, bukan? Namun, sebagai wanita Batak, mengucap syukurlah ketika terlahir sebagai perempuan. Sebagaimana lelaki, kaum perempuan pun turut mempunyai kontribusi dalam penggenapan kehendak Tuhan di bumi ini.
Selamat Hari Paskah
Selamat Hari Kartini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H