Mohon tunggu...
Nana Podungge
Nana Podungge Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang blogger b2wer teacher

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Dolan ke Wonosobo dan Dieng

28 Januari 2012   02:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:22 1699
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kulihat banyak rombongan wisata yang datang dari berbagai daerah. Bahkan aku pun sempat mendengar sekelompok orang bercakap-cakap dalam bahasa Mandarin, sekelompok orang lain lagi bercakap-cakap dalam bahasa Jepang, juga tentu ada sekelompok turis kulit putih yang berkomunikasi dalam bahasa Inggris.

di alang-alang

kawasan candi Arjuna dari jauh

Kawasan wisata Candi Arjuna terletak di ‘lembah’ dimana di sekitarnya terlihat pemandangan yang indah luar biasa, apalagi dengan hawa dingin yang sangat segar. Bahwa beberapa candi tidak lagi dalam keadaan utuh tidak membuat nilai cagar budaya satu ini berkurang. Aku tidak sempat mencatat nama-nama candi satu per satu namun aku dan rombongan menyempatkan diri muter areal yang lumayan luas itu. Kepenasaranku untuk menemukan areal telaga ‘Balekambang’ membuat kita muter lumayan jauh, hingga kita sampai ke satu candi yang lokasinya lumayan jauh dari candi Arjuna, disebut candi Setiaki dimana atapnya telah lenyap entah kemana. Telaga Balekambang sendiri ternyata telah banyak ditumbuhi rerumputan hingga hampir tidak dapat diketahui lokasinya dengan pasti.

Menjelang setengah enam sore kita keluar dari kawasan wisata Candi Arjuna. Di luar pintu masuk ada beberapa kios yang menjual makanan, minuman, dll. Kita menikmati kentang goreng yang satu porsi dihargai sepuluh ribu rupiah meski  kentang goreng yang sama dengan porsi yang sama juga ‘hanya’ dihargai tiga ribu rupiah di alun-alun Wonosobo. Padahal Dieng disebut sebagai salah satu pusat penghasil kentang yang melimpah.

Sekitar pukul setengah enam sore kita telah kembali ke penginapan. Gerimis mulai turun. Hawa pun tentu tambah dingin sehingga meringkuk di bawah selimut tebal yang disediakan adalah pilihan yang sangat tepat. Semakin malam hujan semakin deras dan tak ada tanda-tanda akan berhenti, sehingga kita pun malas keluar untuk mencari makan malam. Akibatnya kita tidur dalam kondisi perut lapar. :-D

23 Januari 2012

Pukul enam pagi Angie masih meringkuk di bawah selimut, sedangkan aku dan Ranz keluar berjalan-jalan melihat suasana di sekitar penginapan. Ada sebuah warung makan sederhana yang telah buka, berjualan nasi bungkus, tempe kemul dan tahu kemul. Aku sempat bertanya pada seorang penduduk sekitar arah menuju Telaga Warna. Ternyata Telaga Warna terletak tak jauh dari penginapan, hanya sekitar satu kilometer. Kalau dilihat track yang bakal kita lewati tidak menanjak sadis, maka aku memutuskan untuk segera kembali ke penginapan, membangunkan Angie dan mengajaknya jalan.

Sekitar pukul tujuh kita keluar dari penginapan. Kita sarapan nasi bungkus dan tempe kemul di warung yang kusebut di atas. Setelah sarapan, menuju Telaga Warna aku naik Pockie, Angie naik Snow White, sedangkan Ranz jalan kaki. :-P Tiket masuk per orang Rp. 5000,00.

Telaga Warna dari ketinggian

Jika dilihat dari arah dekat air di Telaga Warna tidak menunjukkan warna-warna yang berbeda. Kita bertiga sempat berjalan lumayan jauh (dari pintu masuk kita belok ke arah kiri), sampai kita menemukan lokasi dimana nampak beberapa titik yang ber’denyut-denyut’ mengeluarkan asap. Dari sana kita kembali ke arah pintu masuk, kemudian melanjutkan berjalan di jalan setapak yang menuju lokasi beberapa goa. Kita sempat menemukan goa Semar, goa Sumur, dan patung Gajahmada. Ketika akan melanjutkan ke lokasi Telaga Pengilon yang katanya kita bisa mengaca di atas airnya untuk mengenali diri apakah kita orang baik atau buruk, Angie menolak. Cape. Meskipun begitu ketika kita hampir sampai di pintu masuk kembali, ada penunjuk jalan untuk menuju Dieng Plateau Theatre dimana para pengunjung bisa menonton film dokumenter yang menggambarkan kawah Sinila mengeluarkan asap beracun di tahun 1979, Angie setuju kuajak ke arah DPT meski jalannya naik terjal. Akan tetapi ternyata Angie ga mampu melanjutkan perjalanan sampai ke DPT. Dia memilih berhenti dan membiarkan aku terus berjalan naik. Dari daerah yang lumayan tinggi ini aku sempat menjepret Telaga Warna yang menunjukkan tiga warna yang berbeda di permukaan airnya, hijau muda, hijau tua, dan (agak) biru tua. Aku memutuskan tidak ingin meninggalkan Angie sendiri, sehingga kita pun turun, berjalan menuju pintu keluar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun