Sekilas profil Sang Raden Sakti Mandraguna tidaklah ada cacatnya. Ia juga memiliki keunggulan, sama-sama masih berusia muda dan penuh potensi. Hanya saja jika pengukurnya adalah kompetensi, maka pada segala bentuk karya bakti pada posisi Juru Adat Spiritual, Raden Elang Saktilah yang lebih pantas lebih tepat.
Sebagian besar dukungan yang ada untuk Sang Raden Elang Sakti dianggapnya dukungan semu. Orang-orang berpengaruh di luar kekuasaan yang ada seolah dianggap tidak berilmu, gampang dibodohi, dan tidak perlu dilibatkan dalam kebijakan strategis di kerajaan.
Lebih tinggi dari itu, mereka tutup mata pada segala apa yang dilakukan adalah berujung pada turun atau tidaknya limpahan keberkahan dari Sang Pencipta.
Bagaimana mungkin seseorang yang sudah sedari awal digadang-gadang disebut secara terang-terangan akan dilantik sebagai Juru Adat Spiritual yang baru, tetiba dengan mudah dibenamkan oleh sosok baru yang secara kompetensi dapat dikatakan jauh panggang dari api.
Yang kedua kemampuan rasional. Ada kalanya di atas kertas bagus, tapi realitanya tidak. Seorang yang pernah menjuarai lomba panahan, jika diuji kembali cara dia memanah ada hasilnya, maka dapat dikatakan ia memenuhi syarat kemampuan logika dan syarat kemampuan rasional.
Yang ketiga kemampuan emosional. Ketika dinyatakan nama Raden Elang Sakti kalah oleh pesaingnya Raden Sakti Mandraguna, respon hebat dari Sang Raden Elang Sakti menunjukan ia telah melampaui syarat kompetensi dalam hal kemampuan emosional.
Begini yang ia tulis dalam sabak halus yang terpajang indah di salah satu pojok kerajaan :
BISMILLAH...
1. TAKDIR SANG PENCIPTA (ALLAH) YANG TERBAIK.