Mohon tunggu...
nanang musafa
nanang musafa Mohon Tunggu... Guru - Penulis dan Guru Bloger

Telah menjuarai beberapa lomba menulis di tingkat kabupaten Trenggalek maupun provinsi Jawa Timur. Prestasi terbarunya, Juara I Guru Berprestasi Tingkat Madrasah Tsanawiyah Kementerian Agama Kabupaten Trenggalek (2023). Karya tulisnya berupa artikel dan cerpen telah dimuat di berbagai media massa cetak. Telah menerbitkan beberapa buku solo dan buku antologi bersama para penggerak literasi nusantara di bawah bendera QLC Trenggalek, Guru Bloger Indonesia, YPTD Jakarta, dan Guru Penggerak Indonesia. Buku solo yang terbit di tahun 2023 berjudul “Menulis Hal Berbau remeh-Temeh” dan "Apa Kabar Sahabat Guru?". Karya tulisnya yang lain bisa dibaca di blog YPTD Jakarta https://terbitkanbukugratis.id/ atau di www.kampus215.blogspot.com. Bagi yang ingin berkawan bisa melalui e-mail nanangmusafa215@gmail.com. Nomor WhatsApp 082228928897. Akun Facebook Nanang M. Safa. Instagram nanangm. Safa.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Problematika Seputar PPPK

17 September 2023   09:34 Diperbarui: 22 September 2023   03:30 3513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi guru. (Foto: KOMPAS/WAWAN H PRABOWO) 

Nah, ketika guru hononer (yang sudah diangkat menjadi PPPK) tersebut harus meninggalkan madrasah maka secara otomatis madrasah yang bersangkutan kekurangan guru pada mata pelajaran tertentu. 

Sementara sesuai dengan Keputusan MENPANRB Nomor: B/185/M.SM.02.03/2022 tanggal 31 Mei 2022  semua intansi (termasuk madrasah negeri) dilarang mengangkat tenaga honorer (pikiran-rakyat.com).

Kedua, banyak guru PPPK yang tidak bisa mengajar sesuai dengan keahliannya (ijazah maupun sertifikat pendidiknya). Para guru PPPK yang memang harus "siap" menjalankan tugas sesuai SK yang diterimanya, akhirnya harus gigit jari karena di madrasah baru mereka tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan haknya mengajar sesuai dengan bidang keahliannya. 

Bahkan ada di antara guru tersebut yang terpaksa harus menerima nasib tidak bisa lagi menikmati tunjangan profesinya karena tidak bisa memenuhi 24 jam mengajar sesuai yang disyaratkan. 

Bukankah ini sama artinya dengan pepatah Jawa "Mburu uceng kelangan deleg" -mengejar sesuatu tapi harus kehilangan sesuatu yang sudah ada di genggaman-?

Ketiga, siswa menjadi korban. Imbas dari permasalahan pertama dan kedua muaranya tetap kepada siswa. 

Para siswa yang seharusnya bisa mendapatkan haknya diajar dan dididik oleh para guru profesional akhirnya harus diajar oleh guru "seadanya". Tentu saja hal ini bisa menurunkan semangat belajar mereka. Akankah para siswa selalu menjadi korban?

Keempat, beban berat bagi guru PPPK. Khusus bagi guru PPPK yang harus bertugas di luar daerah tentu akan menanggung beban fisik dan psikologis yang cukup berat.  

Para guru honorer yang diangkat menjadi PPPK banyak yang sudah berusia 40 tahun ke atas. Maka ketika mereka harus bertugas di luar daerah tentu akan menanggung beban berat baik secara fisik maupun psikologis. 

Bukankah jauh dari keluarga dan orang-orang tercinta akan sangat berpengaruh terhadap semangat kerja seseorang?

Melihat akar permasalahan seputar guru PPPK yang bikin panik banyak madrasah tersebut, sebenarnya kata kuncinya ada pada "penempatan tugas". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun