Ponorogo (29/12/16)-Pagi itu, sekitar lima puluhan pelajar dari salah satu Sekolah Menengah Atas Negeri (SMA N) di Ponorogo mengisi hari liburan dengan berpuisi. Mereka berkumpul Sekretariat Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP PGRI Ponorogo, Jl. Halim Perdana Kusuma, Gg II.
Ditemani dua gurunya mereka berbondong-bondong mengendarai sepedah motor jauh dari rumahnya ke sekretariat SLG. Saat itu tuan rumah SLG, seklaigus Ketua Adat SLG, Sutejo di bantu pengurus rumah baca Sutejo Sepectrum Center (SSC) mendampinginya peserta untuk belajar puisi secara penuh. Diawali dengan pemutaran vidio pembacaan puisi Gus Mus dengan Negeri Ha Hi dan Nyanyian itu, siswa diajak untuk menemukan diksi-diksi yang menarik untuk diramu menjadi puisi baru yang bermakna. Sekaligus peserta diminta untuk memahami makna yang terkandung di dalamnya.
Setelah itu Sutejo mengajak mereka memahami sebuah vidio tentang Pengakuan Pramudya Anta Toer tentang jejak kepenulisannya. Peserta diminta mengambil makna dari pengakuan Pram mengenai kepenulisannya. Banyak makna yang dapat dipetik dari vidio pengakuan kepenulisan Pram, diantaranya; Pram mengaku menulis itu seperti jalan menuju kebebasan, menulis itu sama halnya menemukan kebenaran, menulis bisa untuk menemukan dirinya sendiri, menulis dapat memaknai banyak hal, menulis membuat kita mengerti banyak hal dan hasil menulis bisa jadi hakim kebenaran dalam hidup kita.
Peserta yang terkumpul dalam organiasai ekstrakulikuler jurnalistik kebanyakan masih kelas dasar SMA terlihat sangat antusias. Mereka dengan tekun menuliskan diksi, maupun kalimat yang menarik dari dua vidio, di atas kertas kosongnya. Mereka yang secara pengetahuan masih sepi mengenai dunia kepenulisan, merasa senang bisa berkenalan lebih intens mengenai dunia kepenulisan.
Meski masih dalam suasana hari liburan semester, tapi mereka mengaku senang bisa memanfaatkan hari libur untuk membaur bersama mengotak atik kata dan menemukan makna besarnya.
“Saya senang bisa belajar menulis (khsusunya puisi), dan ternyata menulis itu sangat asyik untuk dipelajari. Karena ternyata maknannya sangat besar dan membuat diri kita nyaman” Tutur Putri salah satu peserta yang hadir.
Pada kesempatan itu, Sutejo memberikan teknik menulis mudah bagi penulis pemula, diantaranya; menggunakan menulis teknik ATM (Amati Tirukan Modifikasi), N3 (Niteni, Nerokne, dan Nambahi), teknik panggil pengalaman dan teknik pasang kata. Lelaki yang pernah ditulis sebagai guru gendeng karena kepenulisannya itu menggiring peserta untuk menikmati lebih dalam dunia imajinasi, dunia bayang, dengan teknik relaksasi.
“Bahwa menulis itu sangat mudah kok, kata siapa sulit? apalagi puisi. Syaratnya hanya satu. Mau menulis” Ucap lelaki yang saat ini sedang seibuk ngurusi Sekolah Literasi Gratis (SLG) tersebut.
Pesan sederhana itu selain memberikan motivasi dan mengilangkan pikiran menulis itu sulit juga memiliki pesan filosofi yang mendalam. Bahwa menulis tidak butuh orang pintar, sebab orang yang kurang pintar bisa jadi jauh lebih pintar untuk menjadi penulis. Asal ada satu hal yang tidak boleh ditinggalkan, yaitu tekun dan mau menulis dengan tidak terhitung. Ketrampilan menulis, hanya diukur berapa kali kita mencoba menulis.
Di lain kesempatan, Rustiani yang merupakan guru sekaligus salah satu pengurus ekstrakulikuler Jurnalistik mengaku senang bisa mengajak siswanya ke sekretariat SLG untuk belajar menulis. Beliau ingin anak didiknya tau lebih dalam mengenai dunia kepenulisan.
“Alhmandulilah, akhirnya saya senang sekali bisa mengajak kalian ke tempat ini. Saya berharap kalian nanti bisa termotivasi dan lebih mendalami dunia kepenulisan.”, Tuturnya.
Menurutnya, bagi perempuan yang kebetulan juga teman dekat Sutejo mengaku bahwa menulis itu sangat penting untuk anak didinya. Karena menulis adalah kegiatan yang sangat bermanfaat untuk kita semua. Menulis adalah cara kita mendokumentasikan kebenaran yang hakiki, seperti halnya kita berpikir, memahami, sekaligus memaknai yang ada disekitar kita. “Apalagi bagi para pelajar, menulis adalah cara untuk menajamkan pengetahuan mereka” ibuhnya.
“Bagi para pelajar (SMA khususnya) menulis bisa menjadi pelipur lara. Mengingat di usia SMA dengan emosi yang masih belum seimbang maslah dikit-dikit kebawa emosi dan yang tidak baik lagi dilampiaskan naik motor negebut dan sebainnya. Untuk itu dengan menulis, kita bisa menunagkan segala keluh kesah itu, menjadi larik-larik puisi yang indah. Seperti kata Pram, penulis itu melatih diri untuk berani, dan orang berani itu tidak lari melainkan kita berhenti dan menghadapinya” Lanjut Sutejo menyambung ungkapan Rustiani kepada para peserta.
Di akhir, Sutejo memberikan pesan penting kepada peserta, “Menulislah puisi untuk melembutkan hati. Untuk melepaskan dari gumpalan masalah yang singgah. Dengan puisi hidup semakin berarti.” (*Nanang E S).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H