Pengondisian bisa dijelaskan oleh kegiatan timbal balik dua proses utama di otak, yaitu eksitasi dan inhibisi. Eksitasi ( excitation ) adalah proses pembangkitan, proses yang cenderung membuat respon terjadi. Sedangkan inhibisi ( inhibition ) adalah proses penekanan yang cenderung mencegah terjadinya respon. Kedua kegiatan ini beroprasi dengan saling bertentangan. Diantara keduanya, eksitasi memainkan peran yang lebih besar dalam menciptakan pengondisian. Namun, inhibisi menjelaskan bagaimana berlangsungnya pengondisian dalam hal-hal yang khusus.
Eksitasi dan inhibisi menghasilkan efek yang bertolak belakang, kedua proses ini memiliki kemiripan. Sebagaimana eksitasi, ihibisi juga ber-iradiasi di atas korteks. Menurut Pavlov, interaksi di antara kedua proses tersebut menyebabkan berlangsungnya banyak hal dalam pengondisian. Inhibisi muncul dalam situasi di mana eksitasi menghasilkan efek yang berlebihan atau tidak sejalan. Salah satu contoh inhibisi adalah penghapusan atau ekstingsi (extinctio). Jika lonceng dibunyikan berulang-ulang tanpa diikuti diberikan makanan lagi, inhibisi akan terbentuk di korteks tempat stimulus berkondisi dan melemahkan respon berkondisi.
Aplikasi dan Implikasi
Pavlov yakin bahwa prinsip-prinsip pengkondisian bisa digunakan untuk menjelaskan bermacam-macam fenomena. Terutama mengaitkan prinsip-prinsip ini dengan kepribadian (personality), ia memandang bahwa salah satu hal yang paling fundamental yang menjadi pembeda di antara anjing- dan diantara manusia – adalah keseimbangan antara eksitasi dan inhibisinya. Pribadi-pribadi eksitatoris cenderung pada aktivitas-aktivitas yang tidak terlalu di kekang (’Kalau ragu, lakukan saja, lakukan apa saja!’), sementara pribadi-pribadi inhibitoris cenderung pada sikap tidak merespon(’Kalau kamu ragu-ragu, lebih aman janganlakukan apa-apa!’). Pada akhirnya Pavlov memandang konflik antara eksitasi dan inhibisi sebagai dasar gangguan saraf.
Banyak dari tambahan ke dalam sistem Pavlov tersebut yang berupa penemuan-penemuan mengenai hal-hal apa yang bisa berfungsi sebagai stimuli tidak berkondisi, berkondisi, dan respon. Salah satu contohnya adalah pengondisian interoseptif (interoceptive conditioning), di mana stimulus berkondisi atau stimulus tidak berkondisi, atau keduanya, langsung disampaikan ke salah satu organ dalam. Respon-respon yang terkondisi oleh stimulasi interoseptif seperti ini juga mengambilbentuk respon organ dalam atau pasokan darah. Sebagai contoh, air dingin sebagai stimulus tidak-berkondisi bisa membuat pembuluh darah di dinding perut menyempit, dan respon tidak-berkondisi ini kemudian bisa dilatih agar menjadi respon berkondisi terhadap stimulus berkondisi tertentu. Pengkodisian semacam ini membuahkan proses jasmani di bawah sadar, seperti berubahnya pasokan darah ke perut, di bawah kontrol stimulus berkondisi tertentu. Kadang-kadang stimulus berkondisi berupa kata-kata yang diucapkan oleh seseorang. Dalam kasus tersebut orang yang mengucapkan kata-kata itu menghasilkan respon di bawah kontrol sadarnya. Dengan begitu pengondisian interoseptif menawarkan bagaimana cara membuat proses jasmani di bawah sadar menjadi proses sadar.