Mohon tunggu...
Nana Mardiana
Nana Mardiana Mohon Tunggu... Freelancer - Tuliskan, daripada hanya mengendap dalam pikiran lalu tertimbun dalam lupa.

Tidak ada yang salah dengan menjadi berbeda.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Siapa Bilang Bela Negara Berarti Angkat Senjata? Kamu pun Bisa Lakukan Ini

17 Oktober 2019   11:19 Diperbarui: 17 Oktober 2019   11:37 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Siapa yang menyangkal bahwa Indonesia adalah negeri yang teramat kaya? Kekayaan sumber daya alam, laut, dan kesuburan tanahnya memberikan nilai tersendiri bagi Indonesia di kancah internasional. US Geological Survey (USGS) hasil laporan tahun 2018 menunjukkan bahwa hampir semua sumber daya alam Indonesia di bidang pertambangan masuk dalam 10 besar produsen terbesar[1]. Prestasi ini tentunya memberikan peluang sekaligus ancaman bagi Indonesia.

Tak hanya bangsa sendiri yang mungkin saja berebut untuk menguasainya, namun bisa jadi membuka keinginan negara lain untuk turut serta mencicipi keberlimpahan kekayaan alam bumi pertiwi ini. Bukankah sejarah kelam penjajahan kaum kolonial dilatarbelakangi inginnya menguasai sumber daya alam Indonesia?

"Hanya ada satu tanah yang dapat disebut tanah airku. Ia berkembang dengan usaha dan usaha itu adalah usahaku." Bung Hatta

Agaknya apa yang disampaikan oleh Bung Hatta ini benar. Seakan terkandung semangat yang membara bahwa menjaga keutuhan Negara Indonesia menjadi tanggung jawab setiap kita yang tercatat sebagai Warga Negara Indonesia. Indonesia terjaga kedaulatannya atas upaya bersama, bukan hanya Tentara Nasional Indonesia yang memang berperan sebagai alat pertahanan negara.

Nasionalisme dan patriotisme menjadi tawanan untuk menjaga tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia sehingga upaya yang diperlukan adalah dengan bela negara. Bela negara menjadi hal yang mutlak karena secara legal formal tercatat sebagai hak dan kewajiban yang melekat pada setiap Warga Negara Indonesia. Legislasi induknya pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 pasal 27 ayat (3).

Namun dilematika timbul manakala serbuan arus globalisasi dan modernisasi semakin keras menerpa bangsa Indonesia sekitar 1 dekade terakhir. Keutuhan dan kedaulatan bangsa tidak lagi tergantung pada ancaman yang bersifat tradisional atau ancaman militer. Justru yang lebih berbahaya adalah serangan non fisik seperti ideologi dan paham yang dapat mempengaruhi pola pikir masyarakat.

Semakin hari semakin banyak konten negatif di media massa maupun media sosial yang berusaha memecah belah Indonesia. Bahkan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara telah memblokir sebanyak 4.078 akun di Facebook dan Instagram yang masif menyebar paham radikalisme di tahun 2018.

Sebenarnya hal ini dapat ditangkal dengan adanya Pendidikan Bela Negara bagi warga negara. Kontradiksi dengan itu, bagi generasi milenial, pola pendidikan bela negara yang kolot dan kuno seakan menjadi hal yang tidak menarik dan mulai ditinggalkan[1]. Para milenial memandang bahwa pendidikan bela negara hanya dimaknai sebagai kegiatan wajib militer dan bergabung dalam resimen mahasiswa bagi masyarakat sipil atau memilih menjadi TNI agar bisa melakukan bela negara secara nyata. Di tahun 2015, Menteri Pertahanan Republik Indonesia menargetkan 100 juta warga menjadi kader bela negara[2].

Berangkat dari dilematika ini, perlu ada upaya counter attack yang kreatif untuk menangkal serangan perpecahan yang masif di media sosial maupun media massa lainnya. Karakteristik yang khas dari kaum milenial yang tidak dapat lepas dari gadget dan internet harus dimanfaatkan sebagai bagian dari usaha bela negara. Kekuatan media harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk menggalang persatuan dan kesatuan dalam rangka menjaga tetap tegaknya NKRI. Konsep yang coba penulis usung adalah dengan menggunakan konten positif di media sosial dan pelibatan para pekerja kreatif untuk menciptakan karya bela negara sebagai alternatif pendidikan bela negara bagi warga negara Indonesia, khususnya kaum milenial.

Generasi Milenial: Karakteristik dan Kekuatannya

Istilah generasi millennial memang sedang akrab terdengar. Istilah tersebut berasal dari millennials yang diciptakan oleh dua pakar sejarah dan penulis Amerika, William Strauss dan Neil Howe dalam beberapa bukunya. Millennial generation atau generasi Y juga akrab disebut generation me atau echo boomers. Secara harfiah memang tidak ada demografi khusus dalam menentukan kelompok generasi yang satu ini[1]. 

Generasi milenial yang saat ini berumur antara 18-36 tahun merupakan usia produktif. Generasi ini memainkan peranan penting dalam kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Keunggulan generasi ini memiliki kreativitas tinggi, penuh percaya diri serta terkoneksi antara satu dengan lainnya (Supriyanto, 2018).

Populasi penduduk Indonesia yang berusia antara 15 s.d 34 tahun hampir mencapai 34,4% dibanding dengan generasi sebelumnya. Hasil riset yang dirilis oleh Pew Research Center menemukan bahwa kehidupan generasi milenial tidak dapat dilepaskan dari teknologi, terutama internet, media sosial, dan hiburan sudah menjadi kebutuhan pokok bagi generasi ini[2]. Menurut survei yang dilakukan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2017, ada 143,26 juta orang Indonesia yang telah menggunakan internet, dari total populasi sebanyak 262 juta orang. Dari data tersebut, diketahui orang Indonesia yang paling banyak menggunakan internet didominasi oleh generasi milenial, yang rentang usianya mulai 18 tahun sampai 36 tahun yaitu sekitar 49,52%[3].

Hal tersebut di atas bisa menjadi peluang sekaligus ancaman bagi Indonesia. Jika seluruh pengguna internet di generasi milenial ini mengakses konten positif di media sosial, berarti sekitar 71 juta orang telah berkontribusi upaya bela negara. Namun jika justru percaya dengan hoax atau propaganda, berarti Indonesia harus siap menerima kenyataan bahwa 71 juta orang di Indonesia hanya menumpang hidup di Indonesia alias tidak ikut upaya bela negara. Sehingga dapat dikatakan bahwa masa depan bangsa ini sangat tergantung dengan kualitas generasi milenial saat ini.

Kesadaran bela Negara yang tinggi di kalangan generasi milenial akan menjadi soft power bangsa dalam menjaga kedaulatan Negara ini di masa yang akan datang. Fakta ini harusnya mampu ditangkap oleh pemerintah khususnya, Kementerian Pertahanan sebagai penyelenggara Pendidikan Kader Bela Negara. Sehingga konsep pendidikan bela negara menjadi lebih kreatif dan massif lewat media sosial misalkan dengan animasi, infografis, dan konten kreatif lainnya.

Konten Positif Sebagai Alternative Pendidikan Bela Negara

Sebuah fenomena terjadi di masyarakat global, yakni ketika masyarakat memandang apa yang ditampilkan media merupakan sebuah kebenaran. Keadaan ini bukan tidak mungkin konten-konten SARA yang memecah integrasi bangsa menjadi bentuk propaganda baru di masyarakat. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Malcolm X bahwa media memiliki kekuatan super.

Media memiliki kekuatan untuk membuat yang bersalah menjadi tidak bersalah dan membuat yang tidak bersalah menjadi bersalah. Kekuatan ini terjadi karena media lah yang mengendalikan pikiran massa[1].

Generasi Milenial sebagai ujung tombak negara, perlu memanfaatkan internet untuk perlawanan terhadap segala bentuk ancaman di Indonesia. Di sini ada keniscayaan dari penulis bahwa kekuatan generasi milenial untuk membagikan konten positif adalah langkah yang mampu membangkitkan rasa nasionalisme dan patriotisme yang tinggi bagi warga negara Indonesia.

Penyebarluasan konten positif merupakan cara elegan untuk melawan propaganda kelompok radikal dan juga konten negatif lainnya sekaligus menginspirasi orang lain. Indonesia sekarang hidup di era digital, akan lebih baik apabila media sosial digunakan sebagai lahan edukasi wawasan kebangsaan yang dapat memperkokoh persatuan bangsa.

Hal yang bisa dimanfaatkan adalah dengan pembuatan gambar ataupun video infografis, video animasi, meme, maupun dengan film. Coba kita tengok Amerika Serikat yang selalu menampakkan simbol-simbol negaranya di setiap film bikinan Amerika Serikat. Hal ini sengaja dilakukan untuk memperkuat identitas negaranya sehingga rasa bangga sebagai warga negara pun semakin tinggi.

Seharusnya Indonesia pun mampu bergerak ke arah ini. Cukup sedih sebenarnya saat penulis menuliskan kata kunci "bela negara" di pencarian Youtube, hasil menunjukkan ada beberapa video tentang bela negara yang bersifat easy learning namun sayangnya kebanyakan adalah "tugas sekolah". Sehingga dapat disimpulkan, mereka membuat video pendidikan bela negara namun bersumber dari perintah guru.

Selanjutnya, Bela Negara dimaknai sebagai sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjalin kelangsungan hidup bangsa dan negara yang seutuhnya. Dalam implementasinya, ada 5 nilai dasar bela negara yang terdiri dari: 

  1. Cinta Tanah Air
  2. Kesadaran  berbangsa dan bernegara
  3. Setia dan yakin pada Pancasila sebagai ideologi negara
  4. Rela berkorban bagi bangsa dan Negara
  5. Memiliki kemampuan awal bela negara baik fisik dan non fisik

Berangkat dari nilai dasar bela negara, penulis mencoba merumuskan beberapa poin yang harus termuat dalam konten positif pendidikan bela negara di antaranya: 

  1. Bercerita tentang Indonesia dari berbagai dimensi
  2. Menurut penulis, kesadaranbela negara akan tumbuh manakala masyarakat tahu dan paham betapa kayanya Indonesia ini. Gambaran tentang keindahan Indonesia, kesatuan wilayah, kekayaan alam, hingga majemuknya budaya bisa diangkat sebagai usaha meningkatkan rasa cinta tanah air.
  3. Memuat identitas bangsa sebagai cara menumbuhkan kesadaran berbangsa dan bernegara
  4. Satu hal yang tidak boleh hilang adalah identitas bangsa Indonesia. Indonesia sebagai negara yang memiliki keragaman kebudayaan. Kebudayaan Indonesia harus selalu diangkat agar menumbuhkan rasa bangga terhadap Indonesia. 
  5. Penguatan nilai-nilai Pancasila secara berulang
  6. Pancasila harus selalu digaungkan agar ia menjadi hal yang familiar bagi seluruh warga masyarakat. Pancasila harus menjadi sebuah dikotomi yang popular dan tidak bersifat kaku atau text book.
  7. Penanaman kesadaran akan ancaman nyata dan tidak nyata yang menggerogoti integritas bangsa.
  8. Hal ini menjadi sesuatu yang penting karena selama ini masyarakat masih menganggap bahwa mereka baik-baik saja dengan adanya arus informasi yang massif. Padahal kenyataannya hal tersebut menjadi suatu ancaman bagi integritas bangsa.

Bela negara dengan konten kreatif melalui internet kini lebih berharga daripada bambu runcing dan senjata api. Maka, pemuda bangsa perlu mempersiapkan diri untuk menguasai internet di Indonesia dengan konten-konten positif yang nasionalis dan toleran, sehingga paham radikalisme, paham Islam Transnasional, dan isu propaganda tidak akan mempengaruhi kesatuan bangsa.

Menggaet Para Kreator untuk Menciptakan Konten Positif

Sebagai usaha mewujudkan pendidikan bela negara yang kreatif, sudah saatnya bagi Kementerian Pertahanan Republik Indonesia menyadari pentingnya internet sebagai media untuk menggencarkan niatan mempopulerkan pendidikan bela negara. Hal yang bisa dilakukan adalah mengajak Kementerian atau Lembaga lain, para penyedia konten, dan masyarakat secara luas untuk bersama-sama mewujudkan konten positif sebagai upaya pendidikan bela negara. Kementerian yang pertama kali dapat diajak bekerja sama adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Pemberantasan konten negatif di internet menjadi salah satu fokus Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Beberapa saat lalu, Kominfo telah berdiskusi dengan para penyedia platform internet atau OTT (over the top) untuk sama-sama menyaring konten yang tak sesuai dengan aturan di Indonesia. Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) mengatakan, selama dua tahun terakhir tak kurang dari 800.000 portal internet negatif masuk ke daftar Trust Positif Kominfo dan sudah diblokir[1]. Filtrasi bagi portal penyebar propaganda bisa dimulai dari sini.

Selanjutnya, Kementerian Pertahanan bisa merencanakan pertemuan dengan animator-animator di Indonesia untuk membuat serial film animasi ataupun sekadar video animasi berdurasi pendek. Animasi ini bercerita tentang bela negara. Mungkin dengan serial bersambung, komik, maupun sekedar gambar ilustrasi.

Di Indonesia ada beberapa studio animasi yang berkontribusi dalam pembuatan film animasi di Indonesia seperti Lanting Animation, Kumata Animation Studio, Base Studio, Infinite Frameworks, MSV Pictures, Studio Kasatmata, dan Tampar Production. Serial video animasi bela negara bisa menjadi konten positif untuk mengisi Youtube, Facebook, Twitter, dan Instagram Kementerian Pertahanan RI.

Kekuatan akun influencer di Instagram juga tak kalah menarik untuk dimanfaatkan sebagai bagian dari ikhtiar penyampaikan pendidikan bela negara. Sebut saja dagelan, hipwee, kumparan, tirto.id, dan beberapa akun instagram lain memiliki daya magnet yang kuat untuk mengubah pandangan masyarakat. Selain di instagram, akun-akun tersebut juga bergerak di ranah website sehingga upaya bisa lebih massif dna menyasar ke seluruh usia. Selanjutnya, para generasi milenial dapat melaksanakan tugasnya dengan terus memblow up konten positif yang ada di media sosial.

Agar harapan ini tidak hanya menjadi sebuah wacana, memang harus menjadi komitmen bersama antara pemerintah, swasta, masyarakat, dan media massa. Seluruh pemangku kebijakan harus menjadikan hal ini menjadi sesuatu yang penting sebagai upaya menghalau serangan di media sosial. Masyarakatpun harus mulai bijak meliterasi media agara tidak mudah terombang ambing isu yang dapat memecah keutuhan negara ini. Check and Recheck perlu ditanamkan pada setiap diri warga negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun