Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Mengejar Leila Chudori sampai ke Yogyakarta

14 Desember 2024   13:53 Diperbarui: 14 Desember 2024   14:30 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ELeila Chudori dalam acara Bedah Novel Laut Bercerita di Sangkring Art Space, Yogyakarta | Dokumentasi Pribadi

Siapa diantara teman-teman yang belum mengenal Leila Chudori?

Orang yang mengalami tahun 80-90an pastinya mengenal beliau, sebagai wartawan Tempo, sekaligus pengulas tentang film di Tempo.

Kalau kata Mas Wisnu Nugroho, dalam channel YouTubenya, Beginu, tulisan Leila Chudori yang mengulas tentang film sungguh dinantikan banyak orang sebagai referensi tontonan. 

Selain wartawan, Leila Chudori juga merupakan penulis, yang karyanya sudah muncul sejak beliau berusia muda.

Koleksi buku Leila Chudori, Buku hard cover Laut Bercerita dan tanda tangannya | Dokumentasi Pribadi
Koleksi buku Leila Chudori, Buku hard cover Laut Bercerita dan tanda tangannya | Dokumentasi Pribadi

Tahun 2009, Buku berjudul "9 dari Nadira" telah terbit, yang kalau kata Mba Leila, buku ini merupakan kumpulan cerpen. 

Kalau menurut saya pribadi sih macam novel chicklit, yaa, karena mengisahkan proses kehidupan Nadira yang berusaha keras menghilangkan kedukaannya atas ibunya yang meninggal bunuh diri. 

Tahun 2012, buku Mba Leila yang berjudul Pulang, telah lahir. Menceritakan tentang nasib orang yang dikira bagian dari PKI tahun 1965. 

Dalam novel ini, saya baru paham makna kata "eksil", yang bisa dibilang sebagai orang yang dianggap sebagai buronan, dan tidak bisa kembali ke negaranya, bahkan sudah tidak lagi dianggap sebagai orang Indonesia. 

Sedihnya, mereka yang sebenarnya bisa dibilang hidup cukup baik di luar negeri, jauh di lubuk hati yang paling dalam masih merindukan kampung halaman. 

Hingga impian terbesar salah satu tokoh dalam novel tersebut tercapai, ia yang menjadi eksil di Perancis, bisa kembali ke Karet, Jakarta Pusat, walau dalam keadaan sudah tidak lagi bernapas.

Ga cuman mengisahkan tentang eksil dan keluarganya. Tapi juga digambarkan bagaimana keluarga-keluarga para tapol (tahanan politik) ini diperlakukan oleh lingkungan sekitarnya. 

Mereka dihindari, dan bisa dibilang tidak diberi tempat untuk berkarya yang berhubungan dengan publik. 

Muncul juga istilah "bersih diri" dan "bersih lingkungan", semacam suatu perilaku yang wajib dianut oleh orang Indonesia pada keluarga tapol PKI. 

Mirisnya, para eksil dan tapol ini kebanyakan tidak terbukti secara konkret bahwa mereka memang melakukan kesalahan ataupun memang menganut ideologi komunis garis keras. 

Di novel ini, saya mendapatkan gambaran mengapa Presiden Suharto cukup dibenci, dan muncul istilah diktator pada masa kepemimpinannya.

Novel ini saya baca tahun 2024... hehe.. telat beud, beneran. Saya membacanya setelah menamatkan novel Laut Bercerita. 

Berbeda dengan novel Pulang, yang bisa dibilang alur ceritanya cukup akrab ditelinga saya, karena kakek saya, yang pensiunan ABRI dan mama, pernah menceritakan peristiwa sejarah tahun 1965. 

Belum lagi ada pelajaran sekolah, tentang G30S PKI dan wisata ke Lubang Buaya, dimana tujuh jendral besar Indonesia saat itu ditangkap, disiksa, ditembak dan ada yang dikubur hidup-hidup. 

Di novel Laut Bercerita yang terbit tahun 2017, membuat saya merasakan kembali masuk dalam peristiwa Mei 1998. 

Kerusuhan, penculikan, penjarahan, pemerkosaan dan kejadian seram lainnya, seperti berputar kembali.

Ketika peristiwa itu terjadi, saya masih duduk di kelas 4 SD, namun seperti Alam, salah satu anak dari orang yang dianggap anggota PKI, memori saya cukup tajam mengingat masa itu. 

Namun setelah peristiwa bersejarah itu reda, dan Indonesia kembali normal, saya selalu skip semua hal yang membahas tentang Mei 1998. 

Kalau ditanya mengapa dihindari, yaa... secara naluri ingin menghindar saja. Hehe..

Dan, saat membaca Laut Bercerita, memori itu kembali muncul seperti film, berikut dengan perasaan takut dan sedih.

Terutama saat adegan Laut, tokoh utama dalam novel tersebut diculik, disiksa bersama teman-temannya, suasananya menakutkan Mei 1998 kembali muncul. 

Novel yang memiliki 382 halaman ini, saya baca tidak sampai dua hari. 

Tepatnya saya tidak tidur, karena terlalu hanyut dalam rangkaian kisah mahasiswa yang memilih menjadi aktivis untuk terciptanya keadilan sosial di negeri ini, terutama untuk rakyat kecil. 

Belum lagi tergambar kalutnya keluarga ketika para aktivis ini menghilang begitu saja, tanpa kabar, bahkan tanpa diketahui mayatnya dimana. 

Traumatik yang dialami oleh aktivis yang sempat diculik, ditahan, dan mengalami penyiksaan dalam tahanan, kemudian malah dipulangkan, sedangkan teman-teman seperjuangannya meninggal tanpa diketahui keberadaan jasadnya. 

Juga, yang bikin sakit hati banget, ketika mengetahui ada pengkhianat dalam kelompok mereka, padahal pengkhianat tersebut merupakan teman seperjuangan. Wah... itu sih menyayat banget beneran. Nyawa taruhannya, belum lagi nyawa keluarga juga ikut terancam.

Usai membacanya, secara otomatis, saya berkata dalam hati, seakan para senior, aktivis yang hilang begitu saja, mendengarnya. 

 "Impian kakak-kakak semua tercapai, kita, Indonesia sempat mengalami reformasi, walau belakangan cukup kembali keos".

Tapi keadaannya masih lebih baik, ketimbang dulu. Jadi perjuangan mereka tidak sia-sia belaka. 

Apalagi kecanggihan sosial media saat ini, kita cukup kompak untuk memviralkan hal yang berbau ketidak-adilan yang dilakukan lembaga tertentu atau personal yang dianggap memiliki kuasa terhadap seseorang. 

Kita masih memiliki kebebasan dalam beropini, tidak tiba-tiba dibungkam, dengan taruhan nyawa.

Saking bagusnya, novel tersebut, saya ga cuman simpatik, tapi merasakan "jiwa" para aktivis ini dalam memperjuangkan kemerdekaan yang sebenarnya dalam sebuah negara yang dipimpin oleh pemimpin yang dicap diktator militer secara internasional.

Menutup halaman novel-novel yang ditulis Leila Chudori, saya benar-benar ngefans berat dengan Mba Leila. 

Tulisannya benar-benar menyentuh sanubari. Dan, sungguh bukan suatu hal yang aneh kalau karya beliau sampai diakui di dunia internasional. 

Bahkan sampai hari ini, Laut Bercerita masih menduduki top best seller, dan Agustus 2024 kemarin, sudah masuk cetakan ke 80.

Pembacanya sendiri tidak terbatas di angkatan orang-orang yang pernah mengalami Mei 1998 ataupun G30S PKI tahun 1965, namun juga dibaca oleh para Gen Z. 

Bukan sekedar baca, namun mereka juga jadi tertarik untuk lebih mengenal sejarah Indonesia, dan terinspirasi untuk menjadi mahasiswa yang lebih intelek (sesuai dengan era-nya).

Laut Bercerita masuk ke cetakan 80 | Foto : Tangkapan Layar Instagram Leila Chudori dan Penerbit KPG
Laut Bercerita masuk ke cetakan 80 | Foto : Tangkapan Layar Instagram Leila Chudori dan Penerbit KPG

Saking ngefansnya, saya mengikuti semua wawancara yang di upload dalam YouTube, follow Instagramnya. Sekaligus ingin belajar bagaimana bisa menulis novel seperti beliau. 

Beberapa hari setelah saya follow, Mba Leila mem-posting akan ada bedah novel Laut Bercerita di Sangkring Art Space, Yogyakarta pada 4 Oktober 2024.

Wah, tanpa pikir panjang, saya langsung daftar! 

Lupa, kalau saya mesti adjust dulu dengan jadwal lainnya. Belum lagi minta izin cuti. 

Dan, memang jodoh... ternyata semuanya dilancarkan. 2 Oktober 2024, saya pun langsung cus, bersama dengan adik saya.

Saya dan adik menanti bedah novel Laut Bercerita dan sesi tanda tangan buku | Dokumentasi Pribadi
Saya dan adik menanti bedah novel Laut Bercerita dan sesi tanda tangan buku | Dokumentasi Pribadi

Jumat, 4 Oktober 2024, saya dan adik tiba satu jam sebelum waktu yang ditentukan. Disana saya menanti dengan penuh harap, adik saya saat itu hanya ingin menemani saja, bukan karena ngefans. 

Pukul 19.00, bedah buku dimulai, dan Mba Leila pun naik ke panggung. 

Wahhh, deg deg serrr banget beneran! Hehe... Bahkan jatuh cinta saja belum pernah membuat jantung saya sampai terpompa seperti ini.

Setelah sesi pembuka, dimulailah sesi inti bedah buku. 

Disitu adik saya terkagum-kagum dengan tutur kata yang mewakili wawasan dan tata pikiran beliau yang sistematis. Juga, tentu sikap Mba Leila yang begitu humble, padahal prestasi, pengalaman dan pendidikannya ga kaleng-kaleng.

Satu hal yang paling saya highlight ketika beliau mengatakan bahwa royalti dan penghargaan membuat dirinya senang, dan merasa karyanya diapresiasi. 

Namun pencapaiannya yang tertinggi sebagai seorang penulis adalah karyanya menjadi inspirasi bagi pembacanya. Bukan menjadi karya yang kalau sudah dibaca hanya direspon dengan "ohhh gitu..."

Sesi bedah buku dan pertanyaan selesai, kemudian berlanjut lah ke sesi tanda tangan. 

Saya sebenarnya membawa semua buku beliau, termasuk novel terbarunya, Namaku Alam. 

Sayangnya, hadirin yang datang hanya diizinkan untuk minta tanda tangan satu buku saja, maka Laut Bercerita lah yang saya minta tanda tangan, edisi hard cover (saya yang antri) dan soft cover (adik saya yang antri).

Edisi hard cover, untuk saya koleksi pribadi. Sedangkan yang soft cover, untuk dinikmati oleh teman-teman yang senang membaca buku, sambil menikmati minuman dan cemilan di cafe.

4 Oktober 2024, saya baru memahami dopamin yang ditimbulkan saat bertemu dengan idola, bahkan sampai cus ke Yogyakarta tanpa pikir panjang. 

Dan ini adalah pengalaman pertama kalinya, karena selama ini saya cukup logis dalam urusan ngefans. 

Suka karya seseorang, tapi belum tentu mau meminggirkan schedule yang sudah tersusun, hanya demi bertemu dengan idola. 

Dan Leila Chudori, adalah pengecualian.  

Selamat ulang tahun untuk Mba Leila, yang berulang tahun 12 Desember kemarin. 

Semoga sehat selalu, dan ditunggu karya berikutnya yang pasti akan selalu menginspirasi semua pembacanya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun