"Siap, Pak", perhatiannya membuat hatiku begitu hangat. Lucunya, disaat yang bersamaan seoonggok rasa benci itu kembali muncul.
***
Aku tidak pernah tahu mengapa Bapak begitu membenciku.
Sedari kecil, setiap dirinya pulang kerja ataupun minum-minum dengan teman-temannya, dia pasti mencariku untuk dipukulnya.
Anak sundal, begitulah selalu ia menyebutku.
Namun kalau ia di rumah saja, ia akan diam saja, seakan aku tidak ada di rumah itu.
Lebih aman, malah, kalau Bapak diam di rumah, tanpa bertemu teman-temannya.
Aku hanya ingat Bapak pernah masuk ke kamarku. Aku berpura-pura tidur, sembari menutup wajahku dengan bantal, supaya ia tidak memukulku.
"San, Bapak mau banget terima kamu apa adanya. Tapi Bapak belum sanggup."
Ucapan itu selalu tertanam dihatiku, hingga terbersit, "Apa Ibu selingkuh? Apa aku anak selingkuhan?".
***