Oleh karena itu muncul istilah Wisdom of The Crowd, dimana istilah ini didapat dari karakteristik generasi yang menganggap crowd atau sesuatu yang viral dianggap sebagai kebenaran.Â
Pendapat pakar dan orang tua tidak lagi didengarkan, karena dianggap tidak relevan.
Menurut data, para Gen Z, Alpha dan Beta ini akan mengonsumsi sesuatu yang direkomendasikan oleh teman-temannya, atau mikro KOL, karena merasakan adanya kedekatan atau terkoneksi.
Jadi mereka bisa jadi tidak akan membeli sesuatu hanya berdasar kebutuhan ataupun terpengaruh oleh Mega KOL, yang dianggap terlalu hard selling.
Sesuatu yang crowd dan memiliki nilai sentimentil akan memberikan momentum bagi mereka untuk checkout payment.Â
Namun hati-hati bagi para UMKM ataupun brand yang menggunakan teknik crowd atau keviralan, karena bisa jadi produk yang dijual akan gampang boom, tapi suatu hari nanti akan gampang dicancel akibat adanya nilai yang sentimentil.
Saat ini cara penjualan produk hampir mengalami keseragaman, ketika satu produk menjual one piece, karena banyak Gen Z yang suka, maka banyak brand menjual produk yang bertema One Piecel
Setelah tema One Piece ini menjadi crowd, maka publik akan mengalami kejenuhan, yang kemudian akan cepat berganti tema yang viral.Â
Tentu, kalau modalnya cukup berganti-ganti tema dalam produk yang dijual, bukan suatu yang masalah, bagaimana kalau modalnya terbatas?
Maka disarankan oleh DR. Faisal, ada baiknya brand melakukan positioning, yang dimana produk atau jasanya memberikan value dan solusi yang menawarkan kenyamanan bagi konsumennya.
Nah, bagaimana dengan segi pekerjaan? Apakah Gen Z ini benar sulit beradaptasi dengan lingkungan kerja?