Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Apa Saja yang Mesti Dipersiapkan Ketika Kita Memiliki Agen Jalur Kenal?

26 Juni 2024   14:08 Diperbarui: 8 Juli 2024   01:56 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi agen properti | Foto : Pexels.com/ Photo by Thirdman

Untuk saya, agen dibagi menjadi dua, yakni agen dari perusahaan resmi dan agen dari jalur kenal. Jalur kenal biasanya memiliki hubungan personal dengan pemilik properti, entah itu keluarga, saudara, kerabat ataupun teman. 

Kalau dari perusahaan resmi biasanya memiliki MoU (arti: nota kesepahaman) dan cara kerja yang jelas. Tentu presentase komisinya juga jelas. 

Namun ada kekurangannya, terkadang agen yang tidak kita kenal secara personal, bisa jadi "main belakang", atau prosesnya cukup bikin sakit kepala karena cara kerjanya yang bisa jadi cukup birokrasi.

Berbeda dengan agen jalur kenal, biasanya MoU dan cara kerja selalu diikuti dengan kalimat, "ah, gampang, tenang aja". Kalimat yang manis didepan, runyam di belakang, karena bisa menimbulkan kesalahpahaman.

Kelebihannya, biasanya keluarga, saudara, ataupun teman kita sudah tahu cara kerja kita, dan bisa juga tidak terlalu banyak birokrasi. Tapi tetap saja tidak menutup kemungkinan si agen jalur kenal ini bisa "main belakang".

Nah, dari pengalaman saya, tidak semua agen jalur kenal memiliki kapabilitas layaknya seorang agen profesional. 

Seperti kurangnya ketelitian dalam membaca data dan surat, juga kurangnya pengalaman dalam menghadapi orang. Belum lagi, si agen jalur kenal kurang memahami alur perpajakan, sehingga menganggap remeh sistem jual beli properti, yang berujung pada denda pajak.

Juga, ada saja pengeluaran tidak terduga malah dibebankan oleh pihak pemilik, dengan berbagai macam alasan, hingga pihak pemilik merasa tidak tega, akhirnya pengeluaran pun diluar budgeting dari penjualan properti.

Ilustrasi agen properti | Foto : Pexels.com/ Photo by Thirdman
Ilustrasi agen properti | Foto : Pexels.com/ Photo by Thirdman

Belum lagi, karena kenal dekat, agen jalur kenal ini akan menceritakan dengan detail lika-liku betapa sulitnya dia dalam meng-goal-kan transaksi, yang akhirnya berujung pada si pemilik (karena hubungan personal) merasa tidak enak, dan akhirnya berujung pada kenaikan presentase komisi melebihi yang seharusnya diberikan. 

Tentu ini akan merugikan untuk pihak pemilik, walaupun tujuan awalnya bisa jadi membantu orang yang dikenalnya ini. Tidak menyalahi sikap agen jalur kenal ini, karena latar belakangnya yang bisa jadi tidak memiliki pengalaman sebagai agen profesional. Tentu yang dilakukannya berdasarkan naluri, dan perhitungannya berdasarkan apa yang dikiranya betul. 

Supaya terhindar dari masalah kesalah-pahaman pemilik dan agen jalur kenal, saya memiliki beberapa tips yang mungkin bisa berguna. 

Ilustrasi pembuatan MoU | Foto : Pexels.com/ Photo by energepic.com
Ilustrasi pembuatan MoU | Foto : Pexels.com/ Photo by energepic.com

1. Buat Memorandum of Understanding (MoU) atau nota kesepahaman sedari awal.

Sama halnya dalam bidang berbisnis dengan saudara ataupun teman, biasanya kita disarankan memiliki MoU yang jelas sedari awal. Hal ini menghindari kita dari kesalahpahaman. 

Hal ini berlaku dalam jual-beli-sewa properti yang dipercayakan pada saudara ataupun teman. 

Dalam MoU, kita dan agen jalur kenal yang kita pilih bisa menentukan berapa presentase pembagian komisi. Misal untuk harga penjualan rumah dengan nilai Rp 500.000.000,00, maka akan diberikan 5%. Apabila harga penjualan rumah diatas 1M, maka nilai presentasenya sekitar 2,5%. 

Sebelum membuat MoU, tentunya sangat perlu bagi kita untuk tahu berapa presentase pembagian pada umumnya, kemudian membuat kesepakatan dengan agen jalur kenal tersebut. 

Jangan lupa untuk mendiskusikan pengeluaran apa saja yang harus menjadi tanggung jawab pemilik maupun yang tidak. 

Contoh, terkadang dalam bidang properti, ada aturan tidak tertulis seperti memberikan tips pada pihak yang ada hubungannya dengan kelancaran proses jual-beli. 

Atau bisa jadi ada pihak lain lagi yang membantu si agen jalur kenal untuk mengurus proses jual beli. Nah, pihak lain tersebut tentunya harus diberikan presentase dari penjualan. 

Nah, ini bisa didiskusikan pemberian tips atau pembagian tips penjualan ini akan ditanggung pemilik atau si agen jalur kenal, atau bisa juga dibagi dua. 

Jangan lupa, setelah proses jual-beli ataupun sewa-menyewa, pemilik akan memiliki pengeluaran lain, seperti perpajakan dan biaya notaris.

Foto : Pexels.com / Photo by Alexander Suhorucov
Foto : Pexels.com / Photo by Alexander Suhorucov

2. Teliti lagi surat perjanjian dengan pihak pembeli, sebelum mempercayakan pada agen jalur kenal untuk ditandatangani.

Bisa jadi ini ada masalah dengan etika, karena agen yang kita percayai ini sudah memegang surat kuasa, yang di mana si agen sudah mewakili diri kita sebagai pemilik dalam menandatangani dokumen yang berhubungan dengan jual-beli ataupun sewa-menyewa dengan pihak kedua. 

Namun, tidak semua agen yang kita percayai ini teliti dalam membaca dokumen, yang nantinya bisa jadi berujung malah merugikan kita, sebagai pemilik. 

Hal yang pernah kerabat saya alami, tidak adanya jangka waktu untuk transaksi. 

Pihak pembelinya hanya memberitahukan bahwa properti ini akan dibeli, dan sebagai penjual, kerabat saya tidak diizinkan untuk menawarkan pada pihak lain tanpa jangka waktu. 

Kalau sudah ditandatangani, tentunya hal ini akan merugikan pihak pemilik. 

Kemudian ada juga pengalaman, bahwa pemilik hanya bisa menjual dengan harga sekian kepada pembeli. 

Ternyata, baru ketahuan belakangan agen jalur kenal ini membuat kesepakatan dengan pembeli agar dirinya mendapatkan presentase jual-beli lebih banyak. 

Bersyukur, saat itu pihak pembeli merasa ada kejanggalan oleh pihak agen, maka ia menghubungi pemiliknya secara langsung.

Baru ketahuan lah kalau selama ini agen yang dipercaya oleh pemilik, ternyata memanfaatkan ketidaktahuan pemilik atas dunia properti. Pantas saja penjualan properti yang seharusnya ada keuntungan, berujung pada keboncosan.

Oleh karena itu, sangat penting bagi kita, sebagai pemilik, untuk meneliti kembali. 

Bila kita tidak memahami bahasa dalam surat dokumen, jangan ragu untuk bertanya pada anak ataupun anggota keluarga yang kira-kira lebih memahaminya.

Jauhkan pikiran, "ah, saya tidak mau merepotkan keluarga", karena anak dan keluarga tentu harus terlibat dalam proses itu, supaya mereka memahami alurnya, dan dikemudian hari, mereka juga bisa memahami seluk-beluk dalam berivestasi di bidang properti.

Foto : Pexels.com / Photo by Fauxels
Foto : Pexels.com / Photo by Fauxels

3. Pilih orang yang bisa bersikap profesional, dan komunikatif, bukan curhat.

Seringkali kita memilih orang sebagai agen yang membantu kita, karena rasa kasihan. Bisa jadi orang tersebut sedang menganggur atau pekerjaannya sedang sepi. 

Namun kita tidak bisa memilih hanya berdasarkan rasa kasihan, karena ini prosesnya akan ada tarik ulur urat, dimana tensi pemilik akan ada beberapa kali naik akibat proses tawar-menawar, belum lagi prosedur di lapangan yang membutuhkan biaya tidak terduga, dan berhubungan dengan aturan hukum jual-beli atau sewa-menyewa yang terkadang suka berubah-ubah. 

Tentu dalam proses ini mau tidak mau, sang agen harus bersikap tenang, dan tidak cepat tersinggung. Justru diperlukan sikap yang solutif untuk sang pemilik. 

Ketika si pemilik harus bertanya pada pihak lain, karena misalkan ada hubungannya dengan laporan perpajakan, maka sang agen pun harus bersikap terbuka dengan mencari informasi tentang laporan pajak yang harus ditanggung pihak penjual, dan sistemnya bagaimana, bukan dengan bilang "gampang, itu nanti belakangan saja, yang penting transaksi dulu".

Karena tujuan pemilik menunjuk agen, adalah tidak mau repot dengan urusan yang cukup menyita waktu kerjanya atau bisa juga kurang paham dengan seluk-beluk prosedur jual-beli dan sewa-menyewa properti.

Hal ini tentunya diperlukan sikap yang profesional, tidak mungkin si pemilik menahan banyak pertanyaan, karena khawatir sang agen akan tersinggung akibat merasa tidak dipercaya.

Dan ketika sang pemilik mempertanyakan, tidak perlu juga sang agen telepon sampai berkali-kali untuk menjelaskan prosedur kerjanya sudah benar, jadi tidak perlu dipertanyakan lagi. Pemilik cukup mengikuti saja apa yang sang agen sarankan.

Tidak begitu cara kerjanya, ferguso.

Sangat wajar bagi pemilik untuk tahu mengapa keribetan itu bisa terjadi di lapangan dan diberikan solusinya. 

Agen pun cukup memberikan fakta di lapangan dan solusinya, tidak perlu menceritakan panjang kali lebar tentang betapa sulitnya sang agen dalam menghadapi lika-liku di lapangan, karena ranah diskusi dengan pemilik adalah profesional, bukan lingkup curhatan. 

Dan, sangat penting diawal untuk membicarakan, apabila pemilik tidak cocok dengan cara kerja sang agen, maka sang agen tidak boleh tersinggung kalau si pemilik memilih pihak lain untuk menggantikan posisi agen, tanpa menganggu hubungan personal. 

Ketika sang agen tidak memberikan solusi pada pemilik, dan pemilik hanya perlu mengikuti alur kerja sang agen, saya sangat menyarankan untuk segera mengganti agen lain, karena hal tersebut ada indikasi yang nantinya membuat sang pemilik bermasalah dikemudian hari, entah dengan hukum ataupun perpajakan. 

Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun