Dari pertanyaan tersebut pun menjadi sebuah perenungan bagi saya.Â
Bisa jadi beliau berdua begitu hebat, tapi proses menjadi hebat tentulah ada pengorbanan besar yang dilakukan
Seperti waktu berlatih dan membaca, uang yang dikumpulkan untuk membeli buku bacaan, ataupun membangun relasi dengan banyak orang supaya wawasan semakin terbuka.Â
Apalagi bisa dibilang era para Eyang hidup itu adalah era perang, dan Indonesia sedang dalam masa pembangunan. Tentunya bukan situasi yang mudah untuk menimba ilmu.
Kita, sebagai generasi penerus, yang di mana akses pendidikan dan informasi lebih mudah, tentunya sangat sayang sekali kalau menyia-nyiakannya begitu saja dengan hanya menganggap media sosial sebagai hiburan semata.Â
Walau memang realita hidup sehari-hari sudah terlalu menekan.
Dengan kemudahan akses teknologi, tidak menutup kemungkinan kita bisa berkarya seperti Eyang Sapardi dan Eyang Pramoedya yang bisa menghibur, tapi tetap memberikan wawasan bagi diri sendiri dan orang lain. Tidak menutup kemungkinan, kita bisa mendapatkan penghasilan tambahan dari karya yang kita buat.
Apa yang kita tonton, baca, pelajari, dan hal lainnya yang kita temui sehari-hari dalam media sosial, bisa kita kemas sebagai ide yang mampu mengaduk emosi, sembari menyematkan pesan tersirat sehingga mampu memperluas wawasan bagi para penikmat karya kita.
Tentunya ada kebanggaan tersendiri, ketika kita bisa menjadi Sapardi Djoko Damono dan Pramoedya Ananta Toer, generasi berikutnya, dengan bidang yang sesuai keahlian.Â
Hal sederhana, namun bisa menciptakan karya yang mengunggah hati dan memberikan wawasan bagi para penikmatnya.
Selamat Berkarya