Buku berikut yang saya baca malah "Segitiga", sekuel dari novel Hujan Bulan Juni.
Awalnya saya agak kurang mengerti dengan alur ceritanya, tapi karena penasaran, saya baca ulang, hingga akhirnya tidak bisa berhenti membalikkan lembaran kertas sampai halaman akhir.
Dan lagi, alurnya begitu sederhana, bercerita tentang seorang penulis dan peran-peran dalam novelnya seakan hidup dan berusaha membuat karakter sendiri, memberontak dari karakter yang sudah diciptakan oleh penulis.Â
Pesan moral yang disampaikan begitu tersirat, dan hanya bisa dipetik oleh si pembaca sendiri. Dan pesan moral tersebut memiliki makna sangat dalam bagi saya, yang saat itu sedang mempertanyakan kehidupan (Hoho.. sok dalem aja saat itu).
Saya selalu kagum pada orang yang menulis hal atau topik yang begitu sederhana dan sehari-hari bisa jadi tidak terlalu kita anggap penting.Â
Tapi begitu orang tersebut menulisnya, rasanya hal sederhana itu memiliki makna yang dalam, bahkan patut kita jadikan sebuah wawasan ataupun perenungan.
Sebut saja Pramoedya Ananta Toer, sang sastrawan yang tulisannya juga mendunia, bahkan dijadikan materi pelajaran sastra diberbagai negara.
Padahal bisa dibilang masa era Pramoedya Ananta Toer dan Sapardi Djoko Damono saat masih muda, pendidikan bukanlah hal yang mudah didapatkan. Begitu juga informasi, pastinya masihlah tidak terlalu mudah diakses.
Tapi beliau berdua mampu "menggoyang" sastra di dunia. Hingga kini, tulisan beliau berdua masih bisa kita nikmati. Padahal usia tulisannya bisa jadi sudah bisa kita anggap benda bersejarah.