Saya rasa perlu dan tidak perlu.
PERLU dilakukan, lantaran, dimata saya, pemerintah seakan melakukan tindakan yang sangat kontradiktif.Â
Menurut keterangan Menteri Keuangan, Sri Mulyani dan wakilnya, Suahasil Nazzara, subsidi BBM ini sudah membengkak hingga Rp 502 triliun, kurang lebih.Â
Akan lebih baik kalau subsidi pemerintah dialokasikan pada bidang yang produktif dan lebih berguna bagi masyarakat, seperti memberikan bantuan sosial, membangun rumah sakit, sekolah, puskesmas, dan 3.500 km jalan tol.
Apalagi alasan pemerintah menaikkan BBM karena 70% subsidi BBM dinikmati oleh masyarakat yang mampu. Tentu hal ini tidak efektif, dan hanya membengkakkan anggaran negara.
Alasan yang menurut saya tidak terlalu masuk akal, karena tidak semua masyarakat yang kurang mampu menikmati bansos, pelayanan rumah sakit terhadap masyarakat tidak mampu juga cenderung kurang dilayani dengan baik.
Sekolah? Apakah anak-anaknya benar-benar diberikan pendidikan yang berkualitas, puskesmas sendiri juga masyarakat tetap harus membayar juga, kan?
Dan jalan tol, tentu penikmatnya juga harus membayarnya juga toh?Â
Hemat saya, itu bukanlah bentuk subsidi, melainkan menanamkan modal usaha.
Oke lah, hemat saya tidak perlu digubris, anggap alasan pemerintah masuk akal.Â
Lalu kalau tahu sekarang negara sedang memasuki era "berhemat", Â mengapa per tanggal 7 September 2022 ada 23 koruptor yang bisa bebas bersyarat? Dan saya belum pernah mendengar hasil korupsi disita oleh negara.