Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lia

4 September 2021   19:35 Diperbarui: 4 September 2021   20:02 578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Lia | Foto : Pexels.com/Marcus Aurelius

"Hihihihihi", begitulah suara Lia saat mengikik kesenangan. 

Kalau kata ayahnya, suara kikikan gelinya bagaikan kuntilanak. Seram! 

"Gak bagus perempuan tertawa seperti itu", tegur ayahnya.

Walau begitu, rasanya akan aneh sekali kalau Lia tidak tertawa lepas dengan mengikik seperti itu. Lia dan kikikan bahagianya sudah bagaikan sejoli.

Setiap dirinya mengikik geli, selalu muncul semburat merah diwajahnya yang mengiringi. Kadangku berpikir, mungkin itu yang membuat Lia selalu awet muda. Selalu ceria, seperti tiada beban hidup dihatinya.

Lia sendiri sebenarnya sudah memiliki dua orang putri yang sudah dewasa. Terkadang aku kasihan melihat kedua putrinya yang selalu dianggap temannya Lia kalau ada orang lain yang menyapanya.

Padahal jarak usia Lia dengan kedua putrinya 20-an tahun lebih. 

Minimal orang mestinya menganggap Lia itu kakak kedua putrinya, lah. Kok ya malah teman?!

Hmm.. bisa dibilang rasa kasihanku pada kedua putrinya sih lebih pada wujud rasa iri melihat Lia yang selalu tampak awet muda tanpa perlu di-botox ataupun tarik benang.

Energi yang ia keluarkan pun per hari seperti remaja saja. Hingga kadang aku yang berada didekatnya lupa kalau usianya sudah kepala 5.

Sruntal-sruntul kesana kemari seperti tidak ada lelahnya sama sekali.

Tidak heran juga kalau teman-teman menjulukinya bola bekel. 

Tubuh mungil, namun selalu penuh energi, dan tidak betah diam ditempat lebih dari 5 menit. Ada saja aktivitas yang dilakukannya.

Dibalik keceriaan dan sikapnya yang enerjik, ada ketangguhan yang selalu aku kagumi darinya.

Ia membesarkan kedua putrinya seorang diri. Tanpa keluhan sama sekali.

Aku belum pernah melihatnya menangis ataupun mengasihani dirinya dengan mengatakan kalau dirinya sedang mengalami mental breakdown.

Ngobrol dengan kedua putrinya, ah, aku merasa mustahil Lia pernah berkeluh kesah pada mereka. Kedua putrinya sama cerianya dengan dirinya. Humor selalu dilontarkan oleh putrinya yang bungsu, sedangkan yang sulung menemaninya dengan cengar-cengir. 

Tidak pernah aku mendengar kedua putrinya mengeluhkan hidup mereka tanpa kehadiran ayah.

Lia berhasil membuat kedua putrinya merasa nyaman dengan keadaan keluarga tidak lengkap.

Padahal ya, menurut pengakuan si sulung, Lia itu sangat galak dan disiplin. Memang sih aku pernah melihatnya memukul dan memaki kedua putrinya saat mereka kecil. 

Si sulung juga mengaku sempat sebal sama mamanya. Tapi ia paham kegalakan dan kedisiplinan yang mamanya terapkan untuk pembentukan karakternya.

Si bungsu sendiri, ah, kadang aku lelah ngobrol dengannya. Ia tak pernah menjawabku dengan serius, malah bikin perutku terkocok sakit dengan lawakan yang dilontarkannya. Aku selalu tertawa sampai kelelahan.

Tapi aku yakin si bungsu ini sangat menyayangi mamanya. Ia selalu bilang mamanya galak, tapi kemanapun mamanya pergi, si bungsu selalu berada disamping Lia. Menemaninya, tanpa malu dikatai teman-temannya sebagai anak mami.

"Emang gue anak mami, lah, yang ngelahirin mama gue!", itu jawaban yang pernah aku dengar ketika ada teman yang menggodanya.

Hehe... benar-benar anak yang tidak mudah disenggol. Andaikata aku seumuran dengannya, ingin kukatakan, "gue suka gaya lo!"

Biar begitu, aku percaya kedua putrinya merupakan sosok yang mandiri. Lia tidak pernah kulihat ribet sama urusan yang sudah dipercayakan pada kedua putrinya.

Salut ku berikan pada Lia, karena ia bisa membuat kedua putrinya tidak memusuhi hidup dan mengasihani diri sendiri. 

Sebagai single parent, pastilah tidak mudah buat Lia untuk mendidik anak, sekaligus mencari nafkah. Belum lagi ketika kedua putrinya beranjak remaja, pasti lah Lia mesti bisa mengimbangi gejolak pubernya mereka.

Baru melihat dan membayangkannya saja aku sudah lelah.

Tapi kenapa Lia terlihat santai sekali, ya?

Ah.. menulis tentangnya, aku jadi ingin sekali bertemu dengannya. Sejak pandemi, aku belum berhaha-hihi ria dengannya lagi. Berasa melempem, makin cepat peot saja rasanya wajah ini kalau tidak ada tarikan. 

Aku perlu tarikan wajah dengan langsung ketawa-ketiwi bersamanya, sebagai latihan untuk awet muda. Cara hemat tanpa botox ataupun tarikan benang.

Hubungin Lia ahh...!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun