Si bungsu sendiri, ah, kadang aku lelah ngobrol dengannya. Ia tak pernah menjawabku dengan serius, malah bikin perutku terkocok sakit dengan lawakan yang dilontarkannya. Aku selalu tertawa sampai kelelahan.
Tapi aku yakin si bungsu ini sangat menyayangi mamanya. Ia selalu bilang mamanya galak, tapi kemanapun mamanya pergi, si bungsu selalu berada disamping Lia. Menemaninya, tanpa malu dikatai teman-temannya sebagai anak mami.
"Emang gue anak mami, lah, yang ngelahirin mama gue!", itu jawaban yang pernah aku dengar ketika ada teman yang menggodanya.
Hehe... benar-benar anak yang tidak mudah disenggol. Andaikata aku seumuran dengannya, ingin kukatakan, "gue suka gaya lo!"
Biar begitu, aku percaya kedua putrinya merupakan sosok yang mandiri. Lia tidak pernah kulihat ribet sama urusan yang sudah dipercayakan pada kedua putrinya.
Salut ku berikan pada Lia, karena ia bisa membuat kedua putrinya tidak memusuhi hidup dan mengasihani diri sendiri.Â
Sebagai single parent, pastilah tidak mudah buat Lia untuk mendidik anak, sekaligus mencari nafkah. Belum lagi ketika kedua putrinya beranjak remaja, pasti lah Lia mesti bisa mengimbangi gejolak pubernya mereka.
Baru melihat dan membayangkannya saja aku sudah lelah.
Tapi kenapa Lia terlihat santai sekali, ya?
Ah.. menulis tentangnya, aku jadi ingin sekali bertemu dengannya. Sejak pandemi, aku belum berhaha-hihi ria dengannya lagi. Berasa melempem, makin cepat peot saja rasanya wajah ini kalau tidak ada tarikan.Â
Aku perlu tarikan wajah dengan langsung ketawa-ketiwi bersamanya, sebagai latihan untuk awet muda. Cara hemat tanpa botox ataupun tarikan benang.