Hal ini dirasakannya ketika harus mencari inspirasi motif terlebih dahulu sebelum membatik. Perkebunan Teh Walini merupakan tempat yang sering dikunjunginya untuk mendapatkan inspirasi.
Setelah itu, barulah ia menuangkan idenya berupa desain terlebih dahulu, kemudian barulah membatik.Â
Saat membatik itulah perasaannya begitu syahdu memaknai inspirasinya dalam sebuah lukisan batik diatas kain putih.Â
Dari sanalah ia mulai memahami makna filosofi batik begitu indah.
Saya pun menanyakan, selain dirinya, adakah pemuda lain yang turut membatik?
Tidak ada ternyata, dikarenakan faktor ekonomi.Â
Menurutnya, kalau menunggu hasil dari proses hingga penjualan batik, tentu akan lama sekali mendapatkan uangnya. Memang sih sekali mendapatkan pastinya bisa berjuta-juta, tapi tidak tetap.
Anak muda sekarang tentunya juga harus memikirkan masa depan, termasuk kesejahteraan dirinya dan keluarganya. Tidak munafik, terjaminnya kesejahteraan tentunya tergantung dari kemampuan finansial.
Sedangkan, Ciwo mendapatkan gaji sebagai karyawan disana, bukan sebagai pembatik. Sehingga penghasilannya tidak menunggu adanya pemesanan ataupun penjualan batik.
Apalagi batik tulis kini bersaing dengan adanya batik printing yang harganya lebih ramah di kantong, dan kualitas kain dan print-an warnanya juga semakin bagus.Â