Meditasi, dan perenungan yang dalam akan kehidupan membuat pikiran kita lebih tenang, dan memberikan waktu bagi diri kita untuk berkontemplasi, dengan begitu menghindarkan diri kita dari rasa stres, cepat emosi dan berpikir negatif.
Mengharmonisasikan diri dengan alam, juga merupakan bagian dari cinta lingkungan, bahkan lebih dalam. Kita "mengenal" alam seperti kita mengenal karakter manusia.
Ketika harmonisasi dengan alam, manusia bisa membaca gejala alam tanpa bantuan BMKG, seperti yang dilakukan oleh Perang Dipenogoro, melalui penjelasan Prof. Peter Carey.
Gejala alam dilakukan supaya terhindar dari kegagalan, contohnya saat tsunami terjadi. Seandainya budaya Kejawen ini masih diterapkan, bisa jadi kita akan mengenal ciri-ciri alam.
Saya pernah menonton satu film suku pedalaman, yang saya lupa judulnya, disana seluruh anggota suku bisa "merasakan" adanya bencana alam yang datang, karena ada ciri-cirinya, salah satu contohnya arah tujuan burung terbang secara bersamaan.
Ratusan tahun yang lalu, ternyata nenek moyang kita tidak sekedar melakukan mindfulness dan gaya hidup zero waste, akan tetapi menyatukan diri dengan alam sebagai bentuk tanggung jawab manusia dalam mengurus bumi dan isinya.
Sunan Kalijaga yang sudah menjalani gaya hidup minimalis
Minimalis yang saya pelajari dari berbagai sumber luar negeri, tidak sekedar mengajarkan kesederhanaan, akan tetapi lebih dalam lagi, memberikan ruang bagi kita untuk mengenal diri lebih dalam, sekaligus mengembangkan potensi diri.
Cara penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga tergolong unik. Dari semua Wali Songo, hanya beliau yang terus mengenakan baju Lurik dan Blangkon.Â
Tapi ternyata hal tersebut bukan tanpa alasan, atau hanya sebagai cara beliau untuk "mendekati" masyarakat Jawa. Ada makna yang lebih dalam.Â