Sikap gigih yang dimiliki seorang teman, yang langsung saja saya sebut namanya, Elizabeth Selly mempertemukan dirinya dengan passion yang membuatnya merasa percaya diri untuk membangun brandnya sendiri.
Kegigihan dan perjuangan yang diceritakan Selly pada saya, memberikan pandangan baru bagi saya tentang passion. Saya pikir tadinya passion hanya ditemui berdasarkan hobi yang paling kita sukai saja, akan tetapi dari Selly, begitu ia akrab disapa, saya baru paham bahwa passion bisa saja timbul dari rasa bangkit akan kegagalan.
Berawal dari dirinya gagal dalam mata kuliah tekstil interior. Ia merasa penasaran mengapa dirinya tidak bisa mendapatkan nilai yang bagus, padahal bisa dibilang ia suka dengan mata kuliahnya. Saking penasarannya, malah ia mengambil tema dari mata kuliah tersebut sebagai tugas akhir, syarat lulus kuliah.
"Kalau dipikir ulang, gue bego juga milih mata kuliah gagal sebagai tugas akhir, Na, tapi gue gak nyesel, karena ternyata dari proses jatuh bangun itu, gue banyak belajar, dan itu yang nuntun gue bikin konsep brand gue", tutur Selly, seraya menambahkan bahwa kelulusan dengan nilai bagus yang didapatkannya bukan hal yang mudah, "Sedih deh, Na, kalau gue ceritain lengkap, mah!"
Kalau boleh jujur saat itu, saya malah lebih penasaran dengan cara Selly berpikir, karena kalau saya pribadi pasti akan mengambil topik yang saya kuasai supaya bisa lulus dengan nilai yang bagus, dan tentu adanya efisiensi waktu dan tenaga.
Project tugas akhirnya memakan proses penelitian yang panjang, dan tentu proses pengerjaan tugas yang tiada lelah. Tapi rasa penasaran lah yang terus membuatnya bersemangat untuk menyelesaikan tugas akhirnya sampai nilainya bagus. Untuk saya, sikap penasaran dan kegigihannya patut diacungi jempol, karena saya sendiri pastinya akan cepat menyerah, apalagi sudah tahu bahwa nilai saya tidak begitu bagus di mata kuliah tersebut.
Dari proses penelitiannya yang panjang dan adanya proses bolak-balik dari pengrajin, konsultasi ke dosen, mengaplikasikan desain ke lokasi project, kemudian mesti direvisi ulang, malah membuat Selly semakin jatuh cinta dengan segala bahan yang memiliki unsur natural. Ia melihat adanya keindahan dan kenyamanan penggunanya yang dihasilkan dari setiap bahan natural.
Kecintaannya pada kreasi tangan tidak serta merta membuat dirinya mengenal apa yang ia inginkan. Selly mengaku bahwa ia mencintai dunia seni, tapi menurutnya ia bukan seorang seniman. Selly pun mencintai dunia fashion, tapi bukan tipe seorang yang fashionable, malah ia lebih senang dengan fashion yang nyaman dipakai saja, dan modelnya klasik.
Walau bingung menentukan passion-nya, Selly tetap menyalurkan hobinya dalam bidang seni dan tekstil. Saat dirinya ada waktu senggang, ia seringkali berkeliling pasar untuk membeli bahan kain natural, yang nantinya entah ia celup menciptakan sebuah motif tertentu atau ia kreasikan menjadi sebuah objek, seperti totebag, dompet, scarf ataupun pakaian. Hasil kreasinya biasanya hanya ia taruh saja menjadi koleksi pribadinya.
Hingga suatu hari, Selly berkeinginan membuat totebag sebagai tas kerjanya. Saat produknya sudah jadi dan ia pakai ke kantor, salah satu rekan kerjanya sangat tertarik melihat bentuk totebagnya, dan meminta Selly untuk dibuatkan satu. Merasa dihargai hasil karyanya, Selly pun dengan senang hati membuatkannya.