Banyak followers-nya yang menanyakan syarat-syarat audisinya, dan dijawab dengan antusias oleh para penari yang sudah tergabung, dengan usia yang masih belia, sekitar 17-20an tahun, kalau saya memperkirakan.Â
Unggahan sosial media yang berisi tarian-tarian tradisional yang nuansanya cukup modern membuat saya terkagum-kagum dengan keluwesan dan totalitas para penari Swargaloka Art yang masih muda.Â
Dalam hati saya, andai waktu bisa diputar kembali, ingin sekali saya bergabung dengan seni tradisional Indonesia. Karena disetiap gerakannya memiliki makna dan cita rasa seni yang tidak dimiliki oleh negara lain.Â
Seni teater yang bertajuk cerita rakyat Siti Nurbaya pun ternyata juga disambut antusias oleh generasi milenial, ketika audisi teater Indonesia Kaya dibuka.Â
Pembukaan audisi dan ketentuannya diunggah dalam Instagram Indonesia Kaya. Saya pikir tadinya pasti sedikit sekali yang mau ikutan. Awalnya saya mau turut mengikuti audisi, namun karena ketentuannya harus ada menyanyi dan menari, saya mengurungkan niat audisi tersebut lantaran tahu diri akan kemampuan yang sangat terbatas untuk menyanyi dan menari.
Beberapa minggu kemudian, pengumuman pemeran dalam teater Siti Nurbaya pun diunggah. Sungguh menakjubkan, karena ternyata banyak juga anak-anak muda yang tergabung dalam teater tersebut. Antusiasme mereka untuk melestarikan budaya sangat patut didukung.Â
Budaya tradisional kita sudah lama kurang dilirik dan hanya hadir untuk dinikmati atau dijadikan bahan untuk perdagangan semata. Mungkin hal ini terjadi karena jarak usia nenek moyang dengan kita terlalu jauh, sehingga suasana untuk mengimajinasikan peristiwa sejarah dan filosofinya sudah tidak lagi terasa.Â
Bahkan tidak menutup kemungkinan apa yang kita pelajari selama ini di sekolah, dan saat berwisata tentang sejarah dan filosofi budaya, kita anggap sebagai pengetahuan belaka.Â
Tahu, tapi tidak memiliki sifat untuk merasakan bahwa kita bagian dari budaya Indonesia, karena tidak merasakan secara langsung nuansa budayanya.