Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Ketika Overthinking Dinikmati sebagai Sebuah Proses Hidup

20 Maret 2021   11:19 Diperbarui: 25 Juni 2021   21:17 1416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap manusia pastinya ada pikiran, namun ada orang yang berpikiran sewajarnya, ada juga yang berlebihan (overthinking). Nah, kalau yang overthinking ini rasa-rasanya perlu dinetralisir dulu pikirannya, supaya tidak menimbulkan gangguan kesehatan.

Menurut Alodokter, penyebab overthinking karena adanya kekhawatiran yang berlebihan mengenai suatu masalah, baik itu kehidupan sehari-hari, masalah besar ataupun trauma dimasa lalu. Dan dilansir dari Halodoc, overthinking akan semakin membahayakan untuk kesehatan mental bila kekhawatirannya menjadi sebuah sugesti diri. 

Dampaknya untuk mental kita, yakni menghambat aktivitas sehari-hari karena energi kita terkuras untuk khawatir, sulit konsentrasi sehingga menurunkan performa kerja, membuat emosi jadi tidak terkontrol, dan bisa mengalami gangguan kesehatan, seperti kepala demam, nyeri dada, jantung berdebar, sesak nafas, dan gangguan kesehatan lainnya. 

Dari beberapa artikel dikatakan bahwa overthinking adalah sebuah gangguan kesehatan mental. Kalau boleh berpendapat, saya tidak ingin mengatakan bahwa ini sebuah gangguan, melainkan sebuah proses seseorang menjalani kehidupan. 

Setiap manusia pastinya ada saja hal-hal yang memicu dirinya untuk bersikap overthinking. Saya menyadarinya ketika keluarga, teman, dan sahabat ada yang berbagi cerita dengan saya. Wah, ternyata saya tidak sendirian mengalami overthinking, untuk beberapa kejadian, mereka juga pernah mengalami overthinking.

Sepengalaman saya, seseorang bisa bersikap overthinking dikarenakan mungkin sudah stres, ditambah masalah lagi. Atau tidak terbiasa menghadapi masalah, terlalu terpengaruh perkataan ataupun penilaian orang, atau bisa juga karena belum bisa melupakan kenangan buruk (trauma).

Hal pertama yang membuat saya belajar untuk mengendalikan overthinking adalah dari membaca buku Goodbye Things karya Fumio Sasaki. Minimalis yang ditulisnya, tidak hanya menjelaskan tentang barang saja, akan tetapi juga memilah pola pikir, mana kejadian yang perlu dipikirkan, dan mana yang cukup dijalani saja.

Kemudian ada juga buku Sunan Kalijaga karya Achmad Chodjim, yang mengatakan bahwa hidup manusia itu adalah tentang mengendalikan nafsu. Maka itu dalam agama maupun budaya Jawa ada yang namanya puasa. 

Mengendalikan hawa nafsu, termasuk pikiran. Dari berpuasa, kita melatih diri untuk membedakan mana yang perlu kita kendalikan, mana yang perlu kita jalani saja dan percaya Tuhan pasti memberikan yang terbaik.

Ditambah lagi, tontonan di YouTube seperti channelnya Muriel Imron dan Great Mind tentang mindfulness, dakwahnya Cak Nun, dan tontonan lainnya, membuat saya mulai belajar dan melatih diri untuk memilah mana yang perlu dipikirkan dan mana yang cukup dijalani saja. 

Dari melatih diri seperti itu, saya mulai ada rentetan introspeksi diri. Kesulitan yang kita hadapi bisa jadi bukan karena ujian atau cobaan dari Tuhan, melainkan cara Tuhan melatih atau membentuk karakter kita. 

Contohnya, dulu waktu SD, saya di-bully oleh teman-teman sekolah karena kulit seperti anak kampung, dan menganut agama yang berbeda dengan teman-teman. Tidak ada mereka, mungkin saya masih menjadi pribadi yang malas belajar, tidak mau merawat diri dan tidak bisa menghargai perbedaan. 

Saya juga dulunya seringkali menyayangkan sikap Ibu dalam mendidik anaknya begitu keras, tapi dipikir saat ini, kalau Ibu saya tidak keras dan disiplin, bisa jadi saya menjadi pribadi yang cengeng dan sangat mudah putus asa. Karena sikap Ibu keras saja, saya mudah putus asa, bagaimana kalau tidak dikerasi, bisa jadi karakter saya macam tahu sutra yang lembut.

Ada juga kejadian-kejadian fatal yang saya anggap sebagai dosa besar. Saat itu saya sudah berpikir untuk bunuh diri saja saking takutnya akan dihakimi secara sosial. Namun saya sangat kaget ketika keluarga dan teman malah mendukung dan menerima saya, yang penting saya sudah menyadari dan tidak mengulanginya lagi. 

Ketika saya belajar memaafkan diri saya, ada teman yang mengalami hal yang pernah saya alami, ternyata pengalaman saya bisa membantunya dan mencegah dirinya mengalami hal yang serupa dengan saya.

Dari sana saya belajar bahwa memang benar kata orang, selalu ada hikmah dari sebuah kejadian. Bahkan ada Pastur yang pernah mengatakan, "tidak ada kejadian yang terjadi secara kebetulan."

Overthinking pun mulai saya kurangi dan mulai belajar untuk menikmati semua proses kehidupan yang saya jalani. Saya yakini setiap susah senangnya kehidupan kita merupakan suatu proses pembentukan dan pembelajaran hidup. 

Proses menikmati hidup ini saya lalui dari pengalaman hidup. Dan saya bersyukur sekali, zaman sekarang orang sangat terbuka dalam membagi pengalaman dan latihan dalam memotivasi diri. 

Saya pun mengaksesnya bisa dengan sangat mudah, misal blog, YouTube dan buku. Mungkin karena saya tipe orang yang kalau lagi ruwet pikirannya, lebih memilih diam dan berpikir sendiri, jadi saya lebih memilih untuk memotivasi diri sendiri melalui media.

Cerita ke orang yang saya percaya dan kira-kira bakal memahami dan memberikan solusi dari masalah yang saya hadapi, juga suka saya lakukan. Tapi ketika saya merasa takut dihakimi atau malah dinasihati panjang lebar, saya lebih memilih untuk melakukan aktivitas yang saya suka, seperti menulis dan membaca atau menonton yang memotivasi diri. 

Kemudian ketika sudah tenang, saya kembali memikirkan akar permasalahannya dan mulai menerima kenyataan bahwa saya harus menghadapinya.

Menikmati proses kehidupan, bukan berarti terlalu pasrah sama nasib, hingga tidak mau berusaha. Justru dari saya belajar menikmati proses hidup, saya merasa lebih bersyukur bahwa Tuhan memberikan saya kehidupan seperti ini. 

Selama masih ada kesempatan hidup, maka saya akan melakukan hidup saya sebaik-baiknya, walau tidak tahu tujuannya mau ke mana. Maklum saya bukan tipe orang yang punya goals oriented. 

Jadi ketika Anda mengalami overthinking dan tidak bisa berbagi dengan orang lain, akan lebih baik Anda merehatkan pikiran sejenak dengan meditasi, olahraga, menulis, ataupun aktivitas yang Anda sukai lainnya. 

Kemudian, membuka diri untuk membaca atau menonton hal-hal yang berbau motivasi. Kalau saya pribadi, saya memotivasi diri dengan membaca dan menonton hal-hal yang berbau gaya hidup minimalis dan mindfulness, terkadang ada juga tentang sejarah.

Introspeksi diri dan belajar menerima kenyataan membantu saya untuk pada akhirnya mengurangi overthinking. Dan mungkin kedua hal tersebut bisa efektif bagi Anda juga. 

Saya menulis mengurangi overthinking, karena namanya manusia dan segala macam tekanan hidup, pastinya membuat kita selalu berpikir dan memicu overthinking, tinggal kitanya sendiri memilih cara bagaimana menetralisir dan menguranginya.

Menurut saya, mental kita terbentuk lebih kuat dan lebih baik justru dari proses ketidakbahagiaan. Seperti ajaran Taoisme tentang Yin dan Yang, karena ada kesedihan, kita mengenal rasa bahagia, sebaliknya karena bahagialah, kita baru memahami kesedihan. 

Kedua rasa itu saling melengkapi dan membuat hidup lebih berdinamika dan tidak membosankan. 

Jadi overthinking, menurut saya, bukanlah gangguan mental, melainkan cara kita berproses menjadi pribadi yang lebih baik ketika bisa mengatasinya.

Semoga bermanfaat^^

Referensi bacaan

  • Alodokter. 16 Juni 2020. Hati-hati, Dampak Overthinking Bisa Berakibat Fatal. Diakses dari Alodokter.com tanggal 20 Maret 2021 
  • Halodoc. 26 Juli 2020. Alasan Overthinking Bisa Jadi Gejala dari OCD. Diakses dari Halodoc.com tanggal 20 Maret 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun