Inilah alasan pertama yang membuat saya berpikir, "Kita memang pintar, tapi belum maju".Â
Ketika nenek moyang kita berjuang mati-matian dan meleburkan perbedaan menjadi satu, supaya mendapatkan kemerdekaan dengan pengetahuan  yang saat itu masih terbatas, dan tidak semuanya benar-benar mengenyam pendidikan. Kita yang sudah mengenyam pendidikan, minimal SMP, malah lebih sibuk untuk mencela satu sama lain karena perbedaan pandangan politik, bukan saling mendukung supaya kesehatan dan perekonomian negara kita pulih kembali.
Bukankah itu sama saja kita pintar, tapi malah mundur ke belakang? Ego masing-masing lebih diutamakan, keinginan agar Indonesia maju seperti omong kosong belaka karena kita masih mengkotak-kotakkan diri, tanpa ada ruang diskusi, bahkan satu sama lain lebih senang saling melaporkan ke pihak berwajib dibandingkan mengadakan ruang diskusi yang mendidik secara terbuka.
Aksi demonstrasi mahasiswa yang berakhir dengan "ditunggangi" masih terjadi
Setelah membaca buku Nyanyian Sunyi Seorang Bisu karya Pramoedya Ananta Toer, beliau ada menyebutkan tentang Peristiwa Malari (Malapetaka Lima belas Januari). Kemudian saya pun teringat bacaan dari buku "Takhta untuk Rakyat", juga menyebutkan peristiwa tersebut pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.
Dari sana saya pun mencari tahu, "Apa sih Peristiwa Malari itu?", kok kayaknya sepertinya besar sekali.
Ternyata peristiwa Malapetaka Lima belas  Januari tersebut terjadi tahun 1974. Mahasiswa melakukan demonstrasi karena menolak adanya investasi dari negara asing, seperti Amerika dan Jepang, pada negara kita. Mereka tidak mau sejarah penjajahan terulang kembali.
Aksi tersebut memicu massa membakar mobil, dan yang membuat para mahasiswa kaget, tiba-tiba ada kabar bahwa banyak massa lainnya yang datang membakar Pasar Senen, kemudian terjadi penjarahan.
Hariman Siregar, selaku Ketua Dewan Universitas Indonesia, sekaligus pimpinan massa saat itu melakukan konferensi pers menyatakan bahwa kerusuhan yang terjadi seperti pembakaran Pasar Senen dan penjarahan bukanlah aksi mahasiswa, peristiwa tersebut ditunggangi oleh pihak lain. Saat itu belum diketahui pihak lain itu siapa.
Baru belakangan diketahui bahwa ada pihak lain yang memang ingin menunggangi aksi para demonstran untuk melakukan kudeta pemerintahan Orde Baru.
Tahun 1998, terjadi aksi demonstrasi lagi yang berujung pada anarkis. Aksi mahasiswa yang tadinya hanya ingin memprotes dan menumbangkan pemerintahan Orde Baru yang saat itu dirasa sangat diktator, malah "ditunggangi" oleh pihak lain. Akhirnya malah terjadi penjarahan dan pemerkosaan besar-besaran, tidak itu saja banyak nyawa yang merenggang.