Perlukah pejabat belajar komunikasi? Saya rasa PERLU BANGET!Â
Hoho... maaf ya, tulisan ini akan menjadi  bentuk rasa senewen saya terhadap pernyataan para pejabat yang kurang mengedukasi dan hanya pintar mengalihkan kesalahan demi mempertahankan harga diri.
Kalau Anies Baswedan, saya tidak mau berkomentar lah, karena beliau memang sangat pintar berdebat, dan seringkali memenangkan perdebatan, hingga hal tersebut benar-benar merasuki jiwanya. Hal ini terbukti hampir semua kritik dan saran yang diberikan kepada Pak Anies, dengan sigap didebat olehnya.Â
Bagaimana kalau saya ingin menilai pernyataan pejabat yang memberikan pernyataan lebih terkini, seperti Wali Kota Depok dan Direktur Jenderal Perdagangan dalam Negeri? Mungkin beliau-beliau ini bisa belajar dari Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, dalam memberikan pernyataan-pernyataannya di publik.Â
- Wali Kota Depok yang dikritik karena membocorkan identitas pasien Corona.
Cuitan "TOL*L" di Twitter-nya Yunarto Wijaya cukup membuat saya kaget, karena saya lihat beliau belum pernah mencuit sekasar itu di Twitter. Saya pun membaca berita yang di-retweet oleh Pak Yunarto, yang berjudul "Walkot Depok Buka Alamat Pasien Corona: Saya Dapat dari Medsos".Â
Dannn... hehe... setelah selesai membaca ungkapan kasar yang sama, otomatis muncul dari hati saya yang paling dalam.Â
Wali Kota Depok, Mohammad Idris, membela diri atas kritikan yang ditujukan padanya dengan dalih bahwa dirinya hanya bertanya kebenaran kepada wartawan mengenai alamat si pasien Corona yang ia dapatkan dari media sosial. Setelah diiyakan oleh sang wartawan, beliau pun membacanya.
Kalau Anda ingin membaca beritanya, bisa klik di sini, untuk mengetahui apakah Anda memiliki penilaian yang sama dengan saya?
Dalih seperti itu rasanya kurang mengena ke logika siapapun. Akan lebih baik kalau sang wali kota meminta maaf saja atas kesalahannya, tidak perlu membenarkan tindakan dirinya yang jelas-jelas kurang bijaksana.
Kalau saya berpikir lebih dalam lagi atas dalihnya karena kepo, bisa jadi tidak saya membuat penilaian bahwa staf yang bekerja di kantor wali kota tidak ada yang kompeten dalam mencari informasi, sampai-sampai Wali Kota Depok tersebut harus bertanya kebenaran alamat kepada wartawan? Hal ini  kan sama saja mencoreng nama sendiri.Â
Walau mungkin memang bisa jadi wartawan sudah lebih dulu mengetahui alamat sang pasien, namun pernyataan yang mengatakan "hanya menanyakan kebenarannya", rasanya kurang pas sebagai dalih untuk membetulkan tindakannya yang membuat identitas sang pasien bocor.
Apa tidak bisa cukup meminta maaf saja? Jadi penilaian negatif tentang Wali Kota dan para stafnya tidak memanjang.
- Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan belum berikan pembatasan harga masker, tetapi imbauan.Â
Suhanto, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, menyatakan belum bisa memberikan batasan harga masker karena belum tahu kondisi kenaikan harga masker di toko online.Â
Pernyataannya sebagai berikut, "Kami tidak bisa batasi (harga), kami belum berikan pembatasan, tetapi imbauan.", lanjut, "Kami mau cek, ini baru dengar hari ini kalau online seperti itu. Kami belum tahu nanti kami cek."Anda bisa baca beritanya di sini.
Namun setelah mengetahui informasi tersebut, Suhanto menuturkan akan mengecek dan berkoordinasi dengan satuan tugas dalam mengawasi penjualan masker di e-commerce.
Hohoho.. maaf, seribu maaf Bapak, pernyataan Bapak Suhanto, yang mengatakan kata "Kami" menunjukkan bahwa Direktur Jenderal beserta seluruh staf yang ada di Kementrian Perdagangan sama sekali tidak tahu- menahu tentang harga-harga di e-commerce, karena kenaikan harga yang paling signifikan dalam penjualan e-commerce itu adalah masker, dan hal tersebut sudah terjadi dari awal virus Corona diberitakan menyebar ke sejumlah negara.Â
Lah, yang paling signifikan saja kenaikan harganya saja tidak tahu, bagaimana dong mengurusi perpajakan di e-commerce?
Kan seharusnya sebagai orang yang bekerja di Kementrian Perdagangan dalam Negeri dan memiliki jabatan tinggi, turut memantau perdagangan yang ada didalam negara, termasuk e-commerce itu sendiri. Andai sibuk, pasti ada lah laporan dari para stafnya.
Apalagi pemangku kebijakan utama tentang kebijakan pajak bagi para pelaku e-commerce adalah Dirjen Perdagangan. Nah, harusnya kan turut memantau harga-harga di e-commerce secara kurang lebih.
Kalau saya mengartikan dari pernyataan beliau dari kata "Kami" bahwa dirinya dan seluruh staf yang bekerja di Kementrian Perdagangan untuk dalam negeri sama sekali tidak peduli dong dengan urusan dagang yang ada di dalam negeri? Yang penting sekarang banyak orang yang bertransaksi secara online, omset toko online pasti banyak, maka itu harus ada pengenaan pajak?
Apakah tidak lebih baik dengan mengatakan, "Kami belum bisa membatasi, tapi bisa jadi akan ada proses kesana. Yang pasti kami terus berkoordinasi dengan Satgas (satuan tugas) untuk memantau penjualan masker."
Jadi masyarakat yang dengar, tenang gitu, dan tidak ada pemikiran negatif tentang Kemendag sebenarnya tidak peduli pada perputaran ekonomi perdagangan di toko online, hanya peduli pada omset pajak saja.
- Gubernur Jawa Tengah yang memberikan solusi mengenai Corona dan imbauan pada penjual masker dengan harga yang tinggi.
Saya pribadi jauh lebih tenang ketika menonton wawancara Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah, yang lebih menekankan pada etika bersin dan batuk ketika berada ditempat umum, membiasakan diri cuci tangan dengan sabun, dan tidak perlu menimbun masker, karena masker hanya untuk orang yang sakit.
Seandainya masker pun tidak ada Pak Ganjar pun memberitahukan bisa membuat sendiri dengan kain kasa dengan empat lapis. Pernyataan tersebut ditutup imbauan beliau kepada penjual masker untuk tidak menjualnya dengan harga yang berlebihan.
Nada imbauan beliau juga dilontarkan dengan cukup tinggi, hal ini menunjukkan Pak Ganjar selaku pejabat pemerintahan mempedulikan masyarakatnya.Â
Anda bisa klik di sini untuk menontonnya.
Dengan cara berkomunikasi yang baik dan lebih logis, disertai dengan tindakan nyata, rasa percaya masyarakat kepada pejabat pemerintahan jauh lebih meningkat, dibandingkan sudah meh tindakan nyata tidak terlihat, cara berkomunikasi ke publik buruk juga. Bagaimana masyarakat diminta untuk percaya pada pemerintahnya?
Bukti dari rasa tidak percaya masyarakat kepada pejabatnya adalah adanya panic buying padahal sudah diimbau tidak perlu itu sampai terjadi. Andai pejabat bisa dipercaya kan hal seperti panic buying bisa terhindarkan.
Jadi ada baiknya pejabat belajar komunikasi yang baik dan memakai hati nurani, atau misalkan bingung, pejabat boleh lah merekrut ahli komunikasi yang memang benar kompeten dibidangnya untuk menjadi staf ahlinya. Dengan begitu rasa hormat dan kepercayaan masyarakat kepada para pejabat bisa terjalin dengan baik.
SalamÂ
ReferensiÂ
- Sachril. 4 Maret 2020. Walkot Depok Buka Alamat Pasien Corona : Saya Dapat dari Medsos. Diakses dari Detiknews.com tanggal 5 Maret 2020
- Ulf. 3 Maret 2020. Kemendag Tidak Bisa Batasi Harga Masker di Pasaran. Diakses dari CNNIndonesia.com tanggal 5 Maret 2020
- Zamani, Labib. 4 Maret 2020. Antisipasi Penyebaran Penyakit, Ganjar Tekankan Etika Bersin dan Batuk. Diakses dari Kompas.com tanggal 5 Maret 2020
- Lawi, Gloria Fransisca Katharina. 4 Desember 2019. Pemerintah Bakal Pertegas Perlakuan Pajak bagi Pelaku E-Commerce. Diakses dari Bisnis.com tanggal 5 Maret 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H