Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kepemimpinan Takhta untuk Rakyat

16 Januari 2020   22:59 Diperbarui: 16 Januari 2020   22:56 657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sultan Hamengkubuwono IX dengan Presiden Soekarno pada sebuah acara | Foto : Kraton Jogja (istimewa)

Kata 'Takhta' pastinya merujuk pada sistem monarki, namun biasanya kata 'Takhta' selalu diasumsikan oleh raja yang berkuasa dan memperluas wilayah kekuasaan, jarang sekali yang mengutamakan kepentingan rakyat. Bahkan dalam negara yang mengaku demokrasi ini, para pejabatnya belum semuanya mampu mengemban tugas sebagai layaknya pejabat negara yakni mengutamakan kepentingan masyarakat.

Kalimat "Takhta untuk Rakyat" saya dapatkan dari buku tentang Sultan Hamengkubuwono (HB) IX yang ditulis sebagai hadiah beliau yang ke 70 tahun. Isinya, mungkin Anda sudah membacanya dan bahkan sudah mengetahui secara langsung peran besar beliau dalam kemerdekaan Indonesia, yang jarang sekali digembar-gemborkan.

Saya selama ini selalu kagum pada tipe pemimpin yang rendah hati, cerdas, tenang, dan tidak banyak memamerkan jasa-jasanya, juga pemimpin yang benar-benar mengayomi masyarakat, dan bukan setting-an belaka hanya untuk menarik simpati. Salah satunya Sultan HB IX ini, sangat saya kagumi ciri khas kepemimpinannya. 

Izinkan saya mengurai kekaguman saya terhadap beliau, yang saya rasa sangat bagus dikenang dan diteladani kepribadiannya. 

# Pribadi yang tidak pernah melupakan jati diri

Sultan HB IX dari kecil sudah diasuh oleh keluarga Belanda, sekolah pun juga di sekolah yang banyak orang Belanda pula. Tujuan beliau diasuh oleh orang Belanda, Sultan HB VIII ingin seluruh putranya menjadi pribadi yang tangguh dan mandiri, serta memahami isi kepala orang Belanda sehingga tidak mudah terhasut dan terbuai oleh kata-kata orang Belanda yang saat itu bisa dikategorikan sangat belis. Baik diucapan, didalamnya kita dikeruk sampai titik darah penghabisan.

Hasil dari didikan tersebut pun berbuah hasil, ketika Sultan HB IX akhirnya diresmikan sebagai Sultan oleh Gubernur VOC (zaman dulu seorang Raja Jawa bisa naik takhta harus dengan persetujuan VOC), beliau pun berpidato :

"Sepenuhnya saya menyadari bahwa tugas yang ada dipundak saya adalah sulit dan berat, terlebih-lebih karena ini menyangkut mempertemukan jiwa Barat dan Timur agar dapat bekerja sama dalam suasana harmonis, tanpa yang Timur harus kehilangan kepribadiannya. Walaupun saya telah mengenyam pendidikan Barat yang sebenarnya, tetapi pertama-tama saya adalah dan tetap adalah orang Jawa. Maka selama tak menghambat kemajuan, adat akan tetap menduduki tempat yang utama dalam Keraton yang kaya akan tradisi ini. Izinkanlah saya mengakhiri pidato saya ini dengan berjanji, semoga saya dapat bekerja untuk memenuhi kepentingan nusa dan bangsa, sebatas pengetahuan dan kemampuan yang ada pada saya", (Roem, M, dkk, 2011 : 47)

Dibawah kepemimpinan beliau, budaya Jawa masih terus dilestarikan, bahkan seni wayang yang zaman-zaman sebelumnya kurang mendapatkan perhatian, sangat didukung oleh beliau. 

Tidak hanya budaya Jawa saja yang beliau perhatikan. 

Saat terjadinya ketegangan antara Indonesia - Jepang, Indonesia - Belanda, pada masa awal kemerdekaan Indonesia, beliau dibujuk rayu seperti apapun oleh penjajah supaya berpihak pada Belanda, maka seluruh kekuasaan dan kekayaan ada ditangannya, beliau tetap bersikeras untuk bersatu dengan para pemimpin negara Indonesia.

Beliau malah melakukan serangkaian taktik dan alasan agar Belanda berhenti mengganggu Indonesia, salah satunya ketika Presiden Soekarno dan petinggi lainnya diasingkan, beliau beserta saudaranya, Sri Paku Alam VIII,yang juga berkuasa sebagai Raja Jawa atas Nagari Pakualam, bersatu hati meletakkan jabatan, agar terlihat jelas bahwa para Raja Jawa ini sama sekali tidak tergiur kekuasaan dan sama sekali tidak mau diadu domba.

Dari sini terlihat bahwa Sri Sultan HB IX, walaupun menempuh pendidikan Barat sedari kecil, tapi beliau tidak serta merta mendukung Belanda melakukan penindasan terhadap Indonesia. Bahkan beliau kalau bisa membebaskan Indonesia menjadi bangsa yang merdeka. 

# Pribadi yang secara tulus menyayangi masyarakat dan negara

Rasa sayang beliau tidak pernah ditunjukkan dengan obralan kata "Demi rakyat Indonesia", kemudian diam-diam ngantongin pundi-pundi yang ditawarkan sejumlah pihak untuk berbelot. Sri Sultan HB IX menyayangi masyarakatnya dengan melindungi mereka dari penindasan yang berkepanjangan. 

Hal ini bisa dilihat, masa awal beliau ditunjuk sebagai Putera Mahkota yang diwajibkan untuk menandatangani sejumlah perjanjian dengan Belanda agar bisa naik takhta sebagai Sultan (hal ini dikarenakan adanya Kontrak 11 Desember 1749 yang ditandatangani oleh Pakubuwono II dengan Belanda, masa sebelum Kerajaan Mataram terbagi). Sultan HB IX mengadakan perundingan yang sangat lama sepanjang sejarah, yakni 4 bulan berturut-turut, dimana beliau bersikeras tidak mau menandatangani perjanjian yang isinya malah merugikan masyarakat. 

Kekeras-kepalaan beliau untuk tidak segera menandatangani perjanjian dengan Belanda  begitu saja menunjukkan bahwa beliau sangat sayang pada masyarakatnya. 

Kemudian pada masa pendudukan Jepang, agar masyarakat Yogya terhindar dari pemerasan hasil bumi yang wajib diserahkan pada tentara Jepang untuk bahan logistik perang, beliau merekayasa angka statistik jumlah penduduk dan hasil bumi yang dihasilkan oleh rakyat Yogya. Dengan begitu tentara Jepang tidak bisa memeras rakyatnya. 

Tidak berhenti disitu, karena hasil bumi tidak bisa diperas, maka rakyat Yogya diminta untuk ikut romusha (kerja paksa). Dan lagi-lagi Sultan HB IX melindungi rakyatnya dengan beralasan lebih baik membangun saluran dan pintu air, yang dikenal dengan Selokan Mataram, dengan begitu hasil bumi Yogya akan lebih banyak dan bisa menyumbangkan hasil bumi lebih banyak kepada tentara Jepang. 

Merasa itu ide brilian, Jepang pun setuju. Pembangunan Selokan Mataram mampu mencegah rakyat Yogya berpartisipasi dalam romusha, serta hasil panen mereka pun lebih meningkat dibandingkan sebelumnya. 

Rasa sayang pada negara juga tidak beliau obral dengan kata "untuk Indonesia" diberagam kesempatan yang dipertontonkan depan umum. Tapi dengan tindakan tanpa kata, namun sangat membuat terharu.

Saat beberapa waktu setelah Indonesia merdeka, Belanda datang lagi, dan mulai menggempur Jakarta sebagai ibukota negara. Sultan HB IX segera menawarkan Yogyakarta sebagai ibukota (karena tidak mungkin sebuah negara diakui kalau ibukota saja hancur). Tawaran beliau disetujui, segera saja Sultan HB IX menyiapkan segala fasilitas yang diperlukan oleh negara di Yogyakarta, termasuk gaji-gaji para pejabat dan pegawai negeri. Itu bukan memakai uang negara, karena saat itu kas negara masih belum ada, beliau menyumbangkan kas kerajaannya untuk Indonesia. 

Ketika terjadi kekosongan kepemimpinan di Indonesia, karena Presiden Soekarno, Moh. Hatta dan sejumlah pejabat dibuang ke Bangka, sebagian pejabat yang tidak tertangkap pindah keluar kota dan sebagian lagi ikut perang gerilya. Sultan HB IX, dan Sri Paku Alam VIII meletakkan jabatan sebagai Raja agar Belanda tidak bolak balik membujuk mereka untuk memimpin. Rakyat Jogja beserta pegawai negeri lainnya sempat engap secara ekonomi, apalagi perang gerilya harus terus dilakukan agar Belanda tidak berkuasa secara absolut. 

Sultan HB IX yang saat itu ruang geraknya dibatasi Belanda, tidak ingin rasa kepercayaan rakyat terhadap Indonesia luntur, maka beliau membuka kas kerajaannya kembali, dan selama berbulan-bulan selalu membagikannya kepada rakyat secara diam-diam. Supaya rakyat tahu dan sadar Indonesia masih lah berdiri dan eksis. 

Namun hal tersebut tidak lantas membuat masyarakat kembali bersemangat, karena beredar berita di radio bahwa Belanda secara absolut sudah menguasai Indonesia.

Mencegah terjadinya kembalinya Belanda berkuasa dengan menjalankan taktik adu domba kepada rakyat pejuang, beliau menyusun serangkaian taktik perang, yang kemudian didiskusikan dengan Jenderal Sudirman melalui kurir. Setelah sudah rampung, Sultan HB IX pun memanggil Letnan Kolonel Soeharto untuk menyusun rencana pemberontakan yang harus bisa disiarkan kepada dunia. Letnan Kolonel Soeharto saat itu harus menyamar sebagai abdi dalam agar bisa menemui Sultan HB IX.

Perang gerilya yang biasanya dilakukan pada malam hari diganti menjadi pagi hari.

1 Maret 1949, ketika Belanda menunjukkan sirene bahwa malam telah berakhir, seluruh masyarakat yang berada di Jogja, berikut dengan pegawai negeri, TNI dan tentara pelajar langsung melakukan serangan secara rapi dan terstruktur terhadap Belanda. Tentara Belanda dibuat kaget dan kewalahan dalam mengatasi serangan tersebut yang dimulai dari pukul 06.00 sampai 15.00.

Para pejuang dan tentara mampu menduduki kota Yogyakarta sesuai pos-pos yang sudah ditentukan. Kemudian langsung menghilangkan diri secara teratur, sebelum bala bantuan tentara Belanda dan tank-tank datang ke Yogyakarta. Serangan ini dikenal dengan nama Serangan Umum atau Enam Jam di Yogya.

Disinilah masyarakat kembali bersemangat, Indonesia masih ada! Dunia pun yang mendapatkan siaran serangan umum yang rapi dan terstruktur tersebut, langsung mendesak Belanda agar mengakui kemerdekaan Indonesia. Dan dari sana Belanda pun kalah telak dalam menguasai Indonesia. Karena dari Serangan Umum tersebut menunjukkan walaupun para pemimpin bangsa Indonesia sedang diasingkan dan ditahan oleh Belanda, namun keinginan rakyat Indonesia untuk mendapatkan kemerdekaan sangatlah besar dan mereka sangat memperjuangkannya.

Setelah peperangan tersebut, kas negara masihlah kosong. Kemudian Sultan HB IX menyumbangkan 6 juta Gulden kepada Presiden Soekarno sebagai APBN Indonesia. 

Dari sini kita bisa lihat bentuk rasa cinta masyarakat dan negara Sultan HB IX, beliau tidak pernah memperhitungkan biaya yang dikeluarkan, dan tidak pernah ragu untuk terus bersatu dengan Indonesia.

# Pribadi yang tidak haus akan kekuasaan dan selalu mengabdi pada negara 

Serangkaian jabatan Menteri dan Wakil Presiden pernah disandangnya. Tapi beliau tidak pernah sekali pun terdengar menjelekkan teman pejabat lainnya supaya terlihat lebih "Wah". 

Saat usai perang diawal kemerdekaan, beragam kepala daerah dan provinsi sempat ragu untuk bersatu dengan Indonesia. Saat itu pengaruh Kasultanan Yogyakarta sangatlah tinggi, apalagi para pemimpinnya murni keturunan Majapahit asli, beliau memakai pengaruhnya bukan untuk dirinya pribadi, malah membujuk dan meyakinkan sejumlah kepala daerah dan provinsi untuk bergabung dengan Indonesia, bersatu dan berdaulat agar tidak ada lagi penjajahan yang menyengsarakan. Sultan HB IX percaya bahwa Presiden Soekarno adalah sosok pemimpin negara ideal yang dapat memimpin negeri ini. 

Dari sini terlihat kan bahwa beliau sama sekali tidak tamak kekuasaan. Beliau paham akan porsinya, dan secara tenang, rendah hati dan diam-diam, beliau terus mendukung dan mendorong bersatunya Indonesia, sebagai serangkaian jabatan Menteri yang disandangnya.

Kemudian saat beliau menjabat sebagai Wakil Presiden Indonesia, dimana kas negara masih belum stabil, Sultan HB IX sangat berperan besar dalam berdiplomasi dengan banyak negara untuk berinvestasi di Indonesia. Saat itu beliau, Presiden Soeharto dan Adam Malik dijuluki Tiga Serangkai, karena saat masa-masa mereka bekerja sama, ekonomi Indonesia mulai terangkat dan stabil. 

Sultan HB IX hanya memangku jabatan sebagai Wakil Presiden RI hanya satu periode saja, ketika kembali ditawarkan dan dibujuk untuk kembali menjabat sebagai Wakil Presiden, beliau selalu menolaknya. Tersiar kabar alasan yang sebenarnya sampai kini masih menjadi misteri bahwa alasan beliau mundur dikarenakan Peristiwa Malari dan Presiden Soeharto hanyut pada KKN.

Sultan HB IX akhirnya lebih berkonsentrasi pada bidang olahraga dan pramuka. Dalam bidang pramuka, beliau menanamkan nilai-nilai kedisiplinan, jiwa yang tangguh dan mandiri, serta memiliki semangat gotong royong, agar generasi penerus bangsa tidak lagi mudah diprovokasi oleh pihak asing, dan tidak mudah mengeluh pada kesulitan yang melanda hidup. Berkat semangat beliau, Sultan HB IX diberikan penghargaan tertinggi oleh dunia, yakni Bronze Wolf Award dari World Organization of the Scout Movement tahun 1973, serta dinobatkan sebagai Bapak Pramuka Indonesia tahun 1988. 

Selama masa hidupnya, beliau seringkali ditawarkan agar kisah heroiknya ditulis dalam buku sejarah, bahkan putranya, Sri Sultan Hamengkubuwono X juga berencana untuk menulis tentang peran Sultan HB IX dalam sejarah berdirinya Indonesia. Karena beliau benar-benar memiliki peran yang sangat besar dalam kemerdekaan Indonesia, kalau tidak ada dukungan penuh dari beliau, Indonesia belum tentu bisa merdeka seperti sekarang.

Namun semua itu ditolaknya, Sultan HB IX menuturkan kepada Sultan HB X, bahwa tidak perlu hal tersebut diingat-ingat, masyarakat mau ingat beliau atau tidak, sama sekali bukan masalah. Beliau hanya ingin melakukan tugasnya, yakni mengabdi kepada masyarakat.

Buku Takhta untuk Rakyat sendiri baru bisa terangkum atas desakan sejumlah pihak, dan itupun perlu proses pembujukkan yang cukup panjang. 

Dan saya sangat kagum pada pahlawan nasional seperti ini. Hehe.

# Pribadi yang sangat berkharisma dan rendah hati 

Ada beberapa liputan di media, kemudian ada juga beberapa artikel yang membahas bahwa kharisma Sultan HB IX ini sangat tinggi. Hal ini sanggup membuat orang-orang Belanda yang selalu datang dan belagak petantang petenteng didepan beliau, berakhir dengan menunduk hormat kepada Sultan HB IX.

Bahkan ada kabar, ketika tentara Belanda mau menjebol pagar Keraton Yogyakarta, Sultan HB IX pun keluar dari pintu Keraton, tidak lama tentara Belanda malah kembali pulang, tidak berani menerobos masuk. 

Walau kharisma beliau sangat luar biasa, apalagi ditambah jabatannya sebagai Sultan Kerajaan yang asli memiliki darah bangsawan, beliau tidak pernah kaku ataupun kikuk bergaul dengan orang-orang disekitarnya. 

Sebagai menteri negara, beliau bisa bersahabat dan berdiskusi dengan sejumlah pejabat, yang bisa dikatakan, maaf, rakyat jelata. Beliau tidak petantang-petenteng dengan gelarnya sebagai Sultan. 

Kemudian, dengan rakyat, Sultan HB IX yang hobi berkendara ini tidak sungkan untuk memberikan tumpangan kepada rakyat yang meminta pertolongan. Beliau pun tidak pernah memperkenalkan diri sebagai Sultan HB IX ataupun menteri negara. Orang-orang yang pernah menumpang kendaraan beliau, biasanya baru sadar bahwa beliau adalah Sultan, kalau sudah selesai diantar sampai tujuan. 

Dari beliau, saya belajar bahwa cerdas dan beredukasi tinggi, tetaplah harus diimbangi kita harus mengenal bangsa kita, tidak meninggalkan budaya, tetap rendah hati, tidak perlu lah terlalu ambisius pada kekuasaan, dan yang pasti tidak perlu banyak mengumbar kejelekkan orang lain agar diri sendiri terlihat sangat bagus. Juga, taktik-taktik beliau dalam melindungi masyarakat dan negara juga sangat saya kagumi, begitu rapi dan halus, serta elegan, tapi sangat mengena, menunjukkan bangsa kita yang memiliki peradaban yang tinggi. 

Tulisan ini adalah bentuk kekaguman saya pada kepribadian dan karakter salah satu pahlawan yang memberikan jasa yang sangat besar tanpa pamrih bagi Indonesia. 

Referensi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun