Ketika terjadi kekosongan kepemimpinan di Indonesia, karena Presiden Soekarno, Moh. Hatta dan sejumlah pejabat dibuang ke Bangka, sebagian pejabat yang tidak tertangkap pindah keluar kota dan sebagian lagi ikut perang gerilya. Sultan HB IX, dan Sri Paku Alam VIII meletakkan jabatan sebagai Raja agar Belanda tidak bolak balik membujuk mereka untuk memimpin. Rakyat Jogja beserta pegawai negeri lainnya sempat engap secara ekonomi, apalagi perang gerilya harus terus dilakukan agar Belanda tidak berkuasa secara absolut.Â
Sultan HB IX yang saat itu ruang geraknya dibatasi Belanda, tidak ingin rasa kepercayaan rakyat terhadap Indonesia luntur, maka beliau membuka kas kerajaannya kembali, dan selama berbulan-bulan selalu membagikannya kepada rakyat secara diam-diam. Supaya rakyat tahu dan sadar Indonesia masih lah berdiri dan eksis.Â
Namun hal tersebut tidak lantas membuat masyarakat kembali bersemangat, karena beredar berita di radio bahwa Belanda secara absolut sudah menguasai Indonesia.
Mencegah terjadinya kembalinya Belanda berkuasa dengan menjalankan taktik adu domba kepada rakyat pejuang, beliau menyusun serangkaian taktik perang, yang kemudian didiskusikan dengan Jenderal Sudirman melalui kurir. Setelah sudah rampung, Sultan HB IX pun memanggil Letnan Kolonel Soeharto untuk menyusun rencana pemberontakan yang harus bisa disiarkan kepada dunia. Letnan Kolonel Soeharto saat itu harus menyamar sebagai abdi dalam agar bisa menemui Sultan HB IX.
Perang gerilya yang biasanya dilakukan pada malam hari diganti menjadi pagi hari.
1 Maret 1949, ketika Belanda menunjukkan sirene bahwa malam telah berakhir, seluruh masyarakat yang berada di Jogja, berikut dengan pegawai negeri, TNI dan tentara pelajar langsung melakukan serangan secara rapi dan terstruktur terhadap Belanda. Tentara Belanda dibuat kaget dan kewalahan dalam mengatasi serangan tersebut yang dimulai dari pukul 06.00 sampai 15.00.
Para pejuang dan tentara mampu menduduki kota Yogyakarta sesuai pos-pos yang sudah ditentukan. Kemudian langsung menghilangkan diri secara teratur, sebelum bala bantuan tentara Belanda dan tank-tank datang ke Yogyakarta. Serangan ini dikenal dengan nama Serangan Umum atau Enam Jam di Yogya.
Disinilah masyarakat kembali bersemangat, Indonesia masih ada! Dunia pun yang mendapatkan siaran serangan umum yang rapi dan terstruktur tersebut, langsung mendesak Belanda agar mengakui kemerdekaan Indonesia. Dan dari sana Belanda pun kalah telak dalam menguasai Indonesia. Karena dari Serangan Umum tersebut menunjukkan walaupun para pemimpin bangsa Indonesia sedang diasingkan dan ditahan oleh Belanda, namun keinginan rakyat Indonesia untuk mendapatkan kemerdekaan sangatlah besar dan mereka sangat memperjuangkannya.
Setelah peperangan tersebut, kas negara masihlah kosong. Kemudian Sultan HB IX menyumbangkan 6 juta Gulden kepada Presiden Soekarno sebagai APBN Indonesia.Â
Dari sini kita bisa lihat bentuk rasa cinta masyarakat dan negara Sultan HB IX, beliau tidak pernah memperhitungkan biaya yang dikeluarkan, dan tidak pernah ragu untuk terus bersatu dengan Indonesia.
# Pribadi yang tidak haus akan kekuasaan dan selalu mengabdi pada negaraÂ