Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Daripada Menyalahkan, Lebih Baik Berbenah Sebelum Jakarta Tenggelam

2 Januari 2020   14:22 Diperbarui: 2 Januari 2020   19:21 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejumlah rumah warga Komplek Dit Hubad terendam banjir di Jl Chigra, Jakarta Barat, Rabu (01012020) Hujan lebat berdurasi cukup lama sejak malam pergantian tahun hingga pagi hari, membuat sejumlah jalan raya dan perumahan warga di Jabotabek terendam banjir. (TRIBUNNEWS.COM/Bian Harnansa)

Prediksi tahun 2050 bahwa Jakarta menjadi salah satu kawasan di Asia, nampaknya bukan lagi isapan jempol belaka. Hal ini sudah diprediksi dalam laporan PBB dan penelitian LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia).

Sebelum saya memasuki pokok permasalahannya, izinkan saya bercerita sedikit sejarah tentang awal mula banjir di Jakarta, jadi kita tidak perlu lagi menyalahkan gubernur Jakarta mana pun yang memerintah, karena di setiap tahunnya, masalah banjir bisa jadi tidak akan pernah bisa selesai.

Apabila tidak ada gerakan dari kita, warga Jakarta maupun pendatang di Jakarta, sendiri yang membantu Jakarta agar tidak terendam banjir setiap musim hujan.

# Pembuatan Terusan zaman VOC

Abad ke 17, perebutan kekuasaan wilayah Batavia oleh VOC, menjadi cikal bakal penyebab banjir. Karena melihat posisi Batavia (Jakarta) yang strategis, maka VOC pun membuat Terusan dengan mengadakan pembukaan jalur pelayaran yang menghubungkan Timur (Maluku) dan Barat, kemudian lalu lintas air dan drainase.

Terusan tersebut dilakukan dengan cara penggalian dan pengerukkan sungai, yang ternyata malah berdampak Terusan seringkali mengalami pendangkalan, akibat air sungai selalu membawa lumpur dari pegunungan, sehingga membuat Terusan tersebut mampet.

Melihat Terusan tersebut walau seringkali mengalami pendangkalan, tapi sangat bagus untuk pertahanan wilayah, maka pada tahun 1647, 1653, 1659, 1678 dan 1687, VOC mempeluas sistem Terusan yang bertujuan agar pengaliran air di sawah dan ladang tebu bisa terjamin.

Namun efek sampingnya, malah membuat Batavia memiliki potensi bahaya banjir dan pengendapan lumpur.

# Letusan Gunung Salak

Tahun 1699, Gunung Salak meletus sehingga menimbulkan banjir lumpur dan hujan abu, hal ini mengakibatkan semua jalan air (Terusan) tersumbat. Garis pantai pun berpindah sekitar 75 meter ke arah laut dalam waktu sebulan saja.

Agar tidak terjadi banjir pada tahun-tahun berikutnya, maka lumpur dan abu pada Terusan dan sepanjang aliran sungai pun dikeruk. Namun hal ini hanya bisa bertahan beberapa tahun saja. Jadi penduduk Jakarta, harus rajin mengeruk lumpur-lumpur tersebut agar tidak terjadi banjir kembali.

# Pabrik Kilang Tebu dan Buang Sampah Sembarangan

Sekitar tahun 1685, ada pabrik kilang tebu yang membutuhkan banyak pasokan air, sehingga dulu penempatan pabriknya berada di dekat sungai. Nah, limbahnya sendiri membuat saluran air jadi berlumpur.

Oleh karena itu, VOC mengerahkan warga Indonesia dan narapidana untuk membersihkan saluran air yang mampet tersebut dengan menggunakan tangan, alat pacul dan keranjang, supaya benar-benar bersih.

Tapi wilayah yang dibersihkan hanya yang berhubungan dengan kepentingan VOC saja, sedangkan daerah lain yang terkena dampak dari pabrik kilang tebu tersebut sama sekali tidak dipedulikan. Makanya, mampetnya ke mana-mana akhirnya.

Lanjut, pada masa pemerintahan VOC oleh Jenderal Deandels dan awal penjajahan Inggris di Indonesia, sekitar tahun 1686-1815, kebersihan lingkungan kurang diperhatikan.

Sampah-sampah seperti daun-daunan, sampah dapur, kotoran kuda, sampah jalan, puing bangunan, dan bahan pembungkus makanan, semuanya dibuang seenaknya ke air sungai. Hiks, ternyata ini habitat buruk yang masih terpelihara sampai sekarang. 

Selain itu, pembersihan lumpur di setiap Terusan yang sudah dibuat, sudah tidak lagi dilakukan. Hal ini membuat cikal bakal banjir melanda Jakarta.

Nah, lho... sekarang mau salahin siapa? Banjirnya sudah sering terjadi dari zaman kita belum lahir, dan penanggulangannya pun sudah terbengkalai dari masa penjajahan. Dan penanggulangan banjir sendiri oleh pemerintah Indonesia, baru direncanakan sejak tahun 1966.

# Jumlah penduduk dan bangunan di Jakarta tidak sesuai dengan kapasitas wilayah.

Zaman VOC menguasai Batavia, direncanakan bahwa penduduk yang bisa tinggal di Batavia hanya 600.000 penduduk saja.

Tapi tahun 1961, penduduk di Batavia (Jakarta), mengalami pelonjakkan yakni sekitar 3 juta jiwa. Dan hingga saat ini, jumlah penduduk yang ada di Jakarta terus bertambah, serta fasilitas rumah dan gedung, yang pastinya dalam proses pembangunannya ada keruk-mengeruk aliran sungai, juga terus bertambah, dan hal itu tentu semakin membuat aliran sungai cepat mampet dan tidak mengalir sebagaimana mestinya. 

Jadi, tidak salah sebenarnya bila Presiden Jokowi memindahkan ibukota ke Kalimantan Timur, karena Jakarta memang sudah tidak kuat lagi menampung banyaknya penduduk, dan fasilitas pembangunan, yang memicu pemanfaatan lingkungan alam besar-besaran. 

Kita bisa lihat sendiri bentuk dari melemahnya Jakarta, dari ketinggian air banjir yang hampir menenggelamkan sejumlah wilayah di Jakarta, Bekasi dan Tangerang.

Tidak hanya wilayah yang sering terkena banjir, bahkan tol dan wilayah yang hampir tidak tersentuh banjir, malah ikut terkena dampak banjirnya.  

# Tahun 2050 Jakarta tenggelam

Menurut peneliti Scott Kulp dan Benjamin Straus menyebutkan Negara Kepulauan di Asia akan mengalami dampak yang signifikan dari perubahan iklim, seperti China, Bangladesh, India, Vietnam, Indonesia (Jakarta), Thailand, Filipina dan Jepang, yakni tenggelamnya wilayah karena meningginya permukaan air laut.

Hal ini disebutkan dalam penelitian yang berjudul jurnal New Elevation Data Triple Global Vulnerability to Sea Level Rise and Coastal Flooding yang terbit pada 29 Oktober 2019 di Jurnal Nature Communication.

Nah, konfirmasi dari Intan Suci Nuritati, peneliti Iklim dan Laut dari Lembaga LIPI, bahwa tenggelamnya Jakarta sebenarnya tidak hanya dikarenakan perubahan iklim yang menyebabkan naiknya permukaan air laut saja.

Akan tetapi faktor dari aktivitas penduduk yang tinggal di Jakarta juga ikut berkontribusi, seperti penyedotan air tanah pada setiap rumah, kemudian pengasaman air laut karena limbah pabrik. 

# Bisa ditanggulangi

Untuk mencegah tenggelamnya Jakarta, atau mungkin meminimalisir, pemerintah sampai saat ini masih membangun tanggul-tanggul, kemudian pemerintah mungkin juga bisa memperbanyak pembuangan limbah yang efektif, dan reboisasi.

Caranya adalah dengan menghentikan izin pembangunan rumah dan gedung yang bisa merusak alam sekitar, diganti dengan membuat area penghijauan.

Kita sebagai masyarakat Jakarta, baik itu penduduk asli maupun pendatang, juga sudah harus bergerak aktif dalam penanggulangan tenggelamnya Jakarta seperti menyediakan taman di sekitar rumah kita, sehingga ketika hujan turun, tanah dan pepohonan bisa meresapkan air.

Kemudian membantu pemerintah, dengan tidak membuang sampah sembarangan.

Karena Jakarta dan daerah sekitarnya adalah milik kita bersama, Indonesia adalah milik kita bersama. Bukan hanya penduduk Jakarta yang memiliki Jakarta, bukan hanya penduduk Tangerang yang memiliki Tangerang, ataupun Bekasi untuk penduduk Bekasi.

Setiap dari kita yang berlalu-lalang setiap daerah di Indonesia adalah milik kita. Jadi mari kita menyayangi milik kita, karena kasihan nanti saudara-saudara kita lainnya, yaa masa setiap musim hujan harus menderita?

Untuk itu, mari kita mengubah kebiasaan, keluar dari zona nyaman, dengan cara ikut aktif berpartisipasi dalam menanggulangi banjir. Semua bencana yang terjadi bukan hanya karena semata-mata dari salah satu pihak saja, akan tetapi banyak pihak dan faktor.

Oleh karena itu, mari kita sama-sama berbenah diri, demi eksisnya Jakarta, agar tidak tenggelam di tahun 2050.

Selamat Tahun Baru, semoga banjir kali ini, membuat kita lebih menyayangi alam sekitar tempat kita berada :)

Referensi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun