Waktu itu saya tertarik mengikuti salah satu promo dari pusat kebugaran yang saya ketahui iklan Instagram. Karena adik saya sudah mendaftar di Jakarta, saya akhirnya ikutan juga mendaftar di wilayah Gading Serpong. Promo tersebut memberikan harga empat ratus ribuan lebih untuk satu bulan.
Ketika saya menelepon, resepsionisnya sangat ramah sekali. Saya menanyakan ini itu, dijawabnya dengan detail. Akhirnya saya pun langsung mentransfer uang pendaftaran dengan harga diskon. Saya dijadwalkan datang pada hari Senin pagi. Kebetulan memang saya libur setiap hari Senin.
Hari Senin pagi saya datang, mengisi formulir pendaftaran, kemudian berganti pakaian yang telah disediakan. Lalu dipasanglah setrum-setrum untuk mempercepat metabolisme. Waktu olahraganya berlangsung kurang lebih 20 menitan. Dan setrumannya sendiri disesuaikan dengan kondisi tubuh saya, kalau saya tidak kuat, maka personal trainernya akan langsung mengurangi setrumannya.
Setelah selesai, saya tanda tangan absen hadir, tapi resepsionisnya tidak ada. Personal trainernya mengatakan nanti resepsionis akan menghubungi saya untuk menanyakan jadwal selanjutnya. Saya tadinya sudah berencana kalau masa promo ini sudah habis, saya mau menjadi member tetap.
Sebagai keterangan, saya perlu mengatur jadwal janjian dengan resepsionis, supaya tidak bentrok dengan jadwal member lain, karena olahraga kami membutuhkan personal trainer yang mengatur tegangan listrik yang akan dialirkan ke tubuh kami.
Dua hari kemudian, tidak ada telepon dari resepsionis, akhirnya saya berinisiatif untuk menelepon. Katanya yang kosong itu hanya di hari Minggu pagi saja. Kalau hari biasa itu lewat dari jam 16.00 untuk  jadwal member tetap.  Padahal saya pulang kerja kurang lebih jam 18.00. Saya disini sempat kesal, karena tidak diberitahukan dari awal kalau lewat dari jam 16.00 itu untuk member tetap, atau mungkin istilah kasarnya untuk member yang membayar dengan harga full.
Tapi saya pikir, ya sudahlah namanya juga bisnis. Dingertiin saja, mau marah pun percuma, karena mungkin resepsionisnya sudah di-training seperti itu oleh atasannya. Akhirnya janjian lah di hari Minggu pagi.
Sabtunya, resepsionis menelepon saya memberitahukan bahwa ada member lamanya yang tiba-tiba datang dan meminta jadwalnya di pagi hari yang seharusnya menjadi jadwal saya. Dan resepsionis pun menanyakan apakah saya bisa kalau menggeser jadwal latihan saya. Karena itu hari Minggu, dan saya pikir tidak kemana-mana juga, saya menerimanya.Â
Resepsionis pun sampai meminta maaf berkali-kali. Saya pikir tidak masalah lah.
Di hari Minggu pagi, nah ini yang membuat saya sangat marah. Resepsionis menelepon saya dan langsung mengatakan, "Kak, jadwal Kakak diganti hari Senin ya Kak jam 8 pagi". Kemudian saya membalas, "Lho, saya ga bisa Mba hari Senin, kok main seenaknya diganti?", dengan santainya resepsionis itu menjawab, "Ya Kak, karena sudah ada member tetap yang hanya bisa di jam Kakak sekarang, karena Kakak member baru, jadi terpaksa saya geser".
Jujur saja, saya mau maki-maki resepsionisnya. Yang benar saja, yang mengiklankan harga promo itu siapa, kalau tidak ikhlas memberikan harga promo, ya tidak perlu memberikan promo, walau saya membayar hanya empat ratus ribu rupiah, tetap saja itu uang yang saya hasilkan dari pagi sampai malam bekerja selama sebulan.
Saya berusaha menenangkan diri sebelum menjawab, dan saya mengatakan pada resepsionisnya, "Nanti saya hubungi lagi, ya, Mba". Kalau saya lanjutkan percakapannya, saya tahu saya pasti akan memaki-maki resepsionisnya.
Setelah tenang, saya kembali menelepon resepsionisnya, dan mengatakan "Mba, Senin depan ada jadwal orang lain, ga, di jam 8 pagi?", kemudian resepsionisnya menjawab, "Belum ada, Kak". Kemudian saya mengatakan, "Saya daftar di jam 8 pagi, ya, tolong jangan diberikan pada orang lain, karena saya juga membayar kan ya Mba, bukan saya yang mengemis harga promo lho, Mba. Bisa?" Dan resepsionis pun mengatakan bisa dan meminta maaf untuk jadwal pergeseran jam secara tiba-tiba.
Namun hari Senin yang sudah dijadwalkan, saya tidak bisa datang karena sakit demam. Dan saya pun memberitahukan sang resepsionis melalui WhatsApp. Resepsionis tersebut saya lihat sudah membaca pesan tersebut, tapi sama sekali tidak dibalas.
Masa bulan promo pun sudah habis, jadinya saya hanya memakai promo pusat kebugaran tersebut sekali saja. Tapi sama sekali tidak ada itikad baik dari pihak pusat kebugaran tersebut untuk bertanya lagi kapan bisa atur jadwal ulang, sebelum bulan promo itu habis.
Selang dua atau tiga bulan kemudian, resepsionis tersebut mengirim WhatsApp menanyakan saya mau melanjutkan member atau tidak, karena sedang ada promo sebulan dua ratus ribu. Karena masih kesal, saya hanya menjawab, "Tidak Mba, terima kasih, nanti jadwal saya digonta-ganti sesuka hati seperti waktu lalu,", kemudian memblokir nomor tersebut.Â
Dan memang saya tidak berminat lagi datang ke sana.
Kalau menurut saya pribadi, karena sudah beberapa kali memperhatikan orang-orang yang emosi sebagai pihak penjual ataupun pembeli, akan selalu berusaha menjaga ketenangan ketika emosi. Apalagi saya adalah tipe yang semakin emosi, pasti nada suara saya tidak beraturan. Saya ingin orang yang melakukan kesalahan ini tahu dengan jelas letak kesalahannya, dan apa yang membuat saya marah.
Saya mempelajari ketika  kita melontarkan kalimat yang sarat akan emosi saat itu juga, biasanya pihak yang melayani itu menganggap kita gila dan marah tanpa sebab, dia tidah paham kesalahannya, dan bahkan bisa jadi dia malah bisa memutarbalikkan fakta. Karena orang cenderung membela orang yang terlihat "kalah", tapi berusaha tenang. Bahkan bisa jadi malah menyerang kita.
Berbeda ketika kita mengeluhkan permasalahan kita dengan tenang dan berbahasa yang teratur, orang yang melakukan kesalahan tersebut akan paham salahnya dimana, tidak bisa berkelit atau beralasan atas kesalahannya dan dia tidak bisa memutarbalikkan fakta ketika atasannya meminta penjelasan.
Salam hangat :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H