Sekarang ini, berbagai bank di Indonesia sedang gencar menawarkan kartu kredit, bahkan para sales bank memberikan kemudahan bagi kita untuk mendapatkannya.Â
Data-data diri kita sendiri juga langsung tersebar ke berbagai bank ketika sudah mengisi formulir pendaftaran kartu kredit pada salah satu bank. Terbukti, saya dihubungi oleh 4 bank dalam seminggu setelah mengisi formulir pada salah satu bank berbeda. Dan keempatnya memberikan penawaran kartu kredit.
Saya sendiri hanya mempunyai 1 kartu kredit, karena saya agak trauma dengan yang namanya hutang. Senang di awal, sengsara di akhir.Â
Izinkan saya bercerita sedikit tentang pengalaman berutang.
Perusahaan tempat saya bekerja dulu, memberikan fasilitas pinjaman untuk karyawan. Karena ada kebutuhan yang ingin saya beli, saya memberanikan diri meminjam pada perusahaan, kala itu pengajuan kartu kredit masih tidak semudah sekarang. Pinjaman tersebut akan saya bayar per bulan dengan nominal cicilan yang telah disepakati.
Kalau saya hitung, dalam waktu 6 bulan, saya akan bisa melunasi semua utang tersebut.Â
Beberapa minggu setelah mendapatkan pinjaman, saya merasa atasan memberikan beban pekerjaan semakin berat. Saya harus mengerjakan tiga pekerjaan yang berbeda, dan harus selesai dalam waktu yang sama. Kemudian, ketika saya sakit, atasan tidak memberikan saya izin, andai saya izin, maka gaji akan dipotong setengahnya. Mau tidak mau, saya harus masuk, supaya bisa membayar hutang. Belum lagi, hutang saya selalu disebut-sebut depan karyawan lain kalau atasan sedang marah.
Melihat hal tersebut, para karyawan lainnya menanyakan kenapa saya tidak bertanya pada mereka terlebih dahulu sebelum pinjam. Ternyata karyawan lain yang mendapatkan pinjaman juga diperlakukan hal yang sama dulunya, maka dari itu mereka tidak pernah mau meminjam lagi. Mereka bertahan bekerja disana, karena tidak enak dengan suami atasan, yang sangat baik, tapi jarang sekali ke kantor.
Suatu hari saya benar-benar sakit keras karena terlalu lelah. Saya meminta izin untuk tidak masuk, saya pikir "ya sudahlah kalau harus gaji dipotong setengah", karena untuk bangun dari tempat tidur sudah sangat sulit. Ponsel saya aktifkan, dan selalu berdering. Atasan saya sebentar-sebentar menanyakan dokumen. Dan itu dari pagi sampai siang, ditelepon setiap 5 menit sekali. Akhirnya, saya memutuskan untuk datang ke tempat kerja, dalam keadaan demam yang sangat tinggi.Â
Dalam waktu 3 bulan, akhirnya saya melunasi utang saya. Dalam 3 bulan itu, saya tidak pernah sama sekali mengambil gaji saya. Setelah sudah lunas, saya segera mengajukan pengunduran diri.Â
Atasan tadinya menahan saya, namun karena saya bersikeras, ia tidak lagi menahan, kemudian memberikan surat rekomendasi. Ia mengatakan, kalau hati saya sudah enakan, ia akan menyambut saya dengan tangan terbuka. Entah itu kata-kata manis, atau benar tulus, yang pasti saya sudah tidak berani lagi bekerja disana.
Karena kejadian tersebut, saya akhirnya memiliki prinsip untuk tidak akan pernah berutang pada siapapun. Sebutuh apapun saya, lebih baik saya mengumpulkan uang sendiri.
Tapi semakin ke belakang, saya pada akhirnya membutuhkan kartu kredit untuk membeli kebutuhan hidup saya. Karena beberapa kebutuhan tersebut, ada yang mendapatkan diskon kalau memakai kartu kredit, dan ada juga yang harganya pasti bisa bayar, tapi harus tunggu gaji bulan depan, padahal harga promonya hanya tinggal di bulan itu saja.
Saya sempat mempertimbangkan lama perlu kartu kredit atau tidak, akhirnya saya diajarkan oleh Kakek saya, cara memakai kartu kredit yang benar, dan supaya tidak terjebak utang.
Pertama, saya harus bisa menentukan barang tersebut itu benar dibutuhkan sekarang ini, atau masih bisa dibeli nanti. Bila iya sangat dibutuhkan, maka langsung beli pakai kartu kredit.Â
Kedua, harus dihitung dulu, berapa pemasukan saya dikurangi kebutuhan wajib setiap bulan dan tabungan untuk kebutuhan darurat, bila ada lebih, dan yakin bisa membayar di bulan berikutnya, maka saya bisa menggunakan kartu kredit tersebut. Bila saya hitung, malah itu melebihi budget bulanan saya, lebih baik tidak perlu pakai kartu kredit.
Ketiga, jangan pernah bayar minimal pada kartu kredit. Karena suku bunganya nanti, malah membuat kita hutang lebih banyak daripada yang seharusnya kita keluarkan. Itu sama saja, kita bekerja dari pagi sampai malam, belum lagi masalah pekerjaan yang kita hadapi, hasilnya malah digunakan untuk pemasukan orang lain.
Keempat, gaya hidup yang kita tetapkan jangan sampai terlalu tinggi daripada penghasilan, karena bisa membuat kita kalap dalam membeli kebutuhan, apalagi secara kredit. Misalkan pembelian Iphone terbaru, tidak perlu dilakukan kalau memang hanya untuk gaya, dan penghasilan kita sendiri masih standar. Berbeda kalau Iphone terbaru itu memang untuk menunjang pekerjaan.
Tiga cara tersebut, benar-benar saya pegang erat prinsipnya. Kalau yang keempat sering saya langgar, akibat tidak bisa menahan diri melihat barang lucu dan sedang trend. Hehe.. maklum ya wanita.. tapi itu sebagian besar saya beli secara tunai, dan saat ini cara hidup seperti itu sudah dalam proses berubah.Â
Kemudian, saya juga mendapatkan tambahan cara dari YouTube Channel Tung Desem Waringin, yakni kita harus menghitung untung ruginya dulu ketika melakukan cicilan dengan kartu kredit.
Untuk hal konsumtif, ada baiknya kita lihat dulu, cicilannya kena bunga berapa persen, kalau kena bunga banyak, lebih baik tidak perlu melakukan cicilan, karena itu membuat kita rugi. Bunga tersebut membuat harga benda yang kita beli, jauh lebih tinggi daripada harga sebenarnya.
Sedangkan bila cicilannya tidak dikenakan suku bunga, maka silahkan saja kita mencicilnya dengan kartu kredit. Tapi perlu dipertimbangkan lagi, apakah kita benar membutuhkannya, atau hanya sekadar "lapar mata" karena ingin gengsi. Jangan karena gengsi malah membawa kita jadi sengsara.
Kemudian, bila barang yang kita beli itu bersifat produktif, artinya akan kembali mendatangkan uang untuk kita, istilahnya bisa balik modal, maka oke silahkan saja mencicil asal suku bunganya tetap terjangkau.Â
Kurang lebih seperti itu, cara saya menikmati hidup dengan cara berkredit ria. Memang agak ribet, tapi setidaknya menghindarkan saya dari pembayaran cicilan hutang, yang bila tidak segera dilunasi akan bunga-berbunga, dan akhirnya membuat kita kelimpungan sendiri karena utang.
Saya juga selalu mengingatkan diri saya, agar saya harus menjaga reputasi untuk tetap bisa membayar seluruh utang saya dengan baik, dan tanpa denda. Karena apabila suatu hari nanti, saya butuh pinjaman, nama saya di Bank masih bagus, dan tidak kesulitan mendapatkan pinjaman, karena rekam jejak saya dalam pembayaran kartu kredit masih bagus.Â
Jadi berutanglah, asalkan dihitung terlebih dahulu, apakah dibulan berikutnya kita benar bisa membayarnya atau malah membuat kita kelimpungan sendiri. Memang agak ribet, tapi setidaknya menghindarkan kita dari reputasi yang buruk akibat utang, atau malah hidup dengan gali tutup lubang, dan hal ini tidak akan berkesudahan. Atau lebih parahnya, saking kepepetnya, malah kita terayu untuk melakukan korupsi, demi melunasi utang.
Istilahnya demi memaksakan kebutuhan yang belum tentu kita perlukan, malah kita terjerat hukum dan terjerumus dosa. Jangan sampai hal ini terjadi. Lebih baik pusing diawal, dengan berbagai perhitungan keuangan dengan baik, daripada sengsara diakhir.
Semoga bermanfaat :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H