Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sensasi Hiruk Pikuk Jakarta dan Sejarahnya

22 Juni 2019   11:51 Diperbarui: 22 Juni 2019   16:15 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah dikasih jantung, malah minta darah, Belanda langsung saja mengadakan ekspansi besar-besaran ke Jayakarta dengan maksud ingin memonopolinya. Tidak tanggung-tanggung, JP Coen, Gubernur Jenderal Belanda menghimpun kekuatan dan meminta bala bantuan dari Maluku sehingga terkumpul 16 kapal, kemudian menyerang wilayah Jayakarta. 

Karena serangan yang bertubi-tubi, Pangeran Jayakarta menarik diri dan pasukannya ke daerah Banten, sehingga terjadi kekosongan kekuasaan. JP Coen langsung menduduki wilayah Jayakarta dengan berbangga hati. Tanggal 30 Mei 1618, nama Jayakarta diganti menjadi De Bataven, atau sering disebut sebagai Batavia.

Nah, hiruk pikuk lagi , kan, Jakarta, karena wilayah Jakarta ini benar-benar memberikan keuntungan dalam hal perdagangan. Entah berapa nyawa yang sudah dikorbankan demi kekuasaan sejenak dan keuntungan yang hanya bertahan beberapa tahun saja.

Dalam kepemimpinannya, JP Coen menempatkan Suku Melayu, Sunda, Banten, Batak, Bugis, Ambon di Batavia. Suku yang dikumpulkan ini disebut sebagai Suku Batav, kalau kita menyebutnya suku Betawi. Suku Batav ini diambil sebagai rasa hormat JP Coen kepada Belanda. 

Jadi tidak heran kalau penduduk Jakarta itu beraneka ragam, sebelum banyak penduduk luar pulau datang untuk mencari pekerjaan di Jakarta saja, Jakarta sudah ramai dengan berbagai suku yang disatukan dalam satu wilayah.

Tahun 1942, kembali terjadi hiruk pikuk, Jepang datang dengan ksatria untuk "membela" Indonesia dengan mengusir Belanda. Bahkan semua hal-hal yang berbau Belanda dihancurkan tidak bersisa. Nama Batavia pun diganti dengan nama Toko Betsu Shi, artinya jauhkan dari perbedaan. 

Tapi parahnya, setelah direbut, Toko Betsu Shi ini dihancurkan begitu saja oleh Jepang. Wilayah ini dijadikan sebagai markas logistik tentara Nippon. Ketika Nagasaki dan Hiroshima dibom, markas di Toko Betsu Shi sekaligus dengan data-data Jepang yang ada dibakar sendiri oleh tentara Jepang. 

Setelah Jepang pergi meninggalkan Indonesia, tahun 1945, nama Toko Betsu Shi, diganti lagi menjadi Jakarta, disingkat dari nama sebelumnya Jayakarta. Sebagai tanda kota kemenangan.

Hiruk pikuk lagi , kan, Jakarta?  Belum habis... Masih ada lagi lho...

Tahun 1946, Belanda datang lagi. Beuh, tidak tahu malu. Dan nama gerakan yang dilakukan Belanda ini adalah agresi militer Belanda, mereka mau menguasai Indonesia lagi. Jakarta ingin diganti lagi namanya menjadi Batavia. Karena wilayah inilah yang paling memberikan banyak keuntungan untuk Belanda.

Tidak mau lagi dijajah Belanda, Arnold Mononutu sebagai menteri penerangan, menetapkan nama Jakarta sebagai nama provinsi agar tidak diutak-atik oleh Belanda. Pada masa itu, Jakarta belum menjadi ibukota negara Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun