Mohon tunggu...
Nabilah FJ
Nabilah FJ Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

Manusia yang suka jalan-jalan. Suka sejarah, sosial, dan budaya. Sekarang sedang mengejar impian di departemen humaniora.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kota Malang: Antara Estetika dan Realita

3 November 2024   23:03 Diperbarui: 5 November 2024   18:18 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kota Malang sebagai kota terbesar kedua di Jawa Timur memiliki daya tarik tersendiri bagi warga luar Malang raya. Udaranya yang cenderung sejuk serta tampilannya yang kini cukup estetik, berhasil bikin betah dan ngangenin banget... katanya.

Weekend biasanya menjadi momen untuk healing ke Malang. Ada banyak cara healing yang dilakukan terutama oleh para kawula muda, mulai dari CFD di Jl Ijen, jalan-jalan di Kayutangan, bahkan sekedar muter-muter sambil motoran untuk menikmati Kota Malang. Mereka sering mengabadikan momen healing ini di media sosial dengan caption yang estetik nan puitis.

Sepertinya jalan-jalan ke Malang menjadi tren healing tersendiri, khususnya bagi gen milenial dan gen z. Stres dikit, melarikan diri ke Malang. Hayo, ngaku kalian!

Bagi para pendatang yang nggak sekedar liburan, melainkan bermukim di Kota Malang seperti mahasiswa maupun pekerja, agaknya kota ini penuh dengan kenangan. Terutama pas lagi hujan... katanya.

Tapi, dibalik segala keestetikannya, nyatane Kota Malang gak seindah story-ne arek-arek.

Sebagai warga Kabupaten Malang yang tentunya sering bertandang ke Kota Malang, sudut pandangku tentang kota ini mungkin berbalik 180°. Aku punya segudang keluhan atas infrastruktur dan fasilitas umum yang ada di Kota Malang.

Sisi lain Kota Malang

Tiap kali jalan-jalan ke kota, aku selalu struggle dengan kondisi trotoar di pusat Kota Malang.

Mungkin saat ini, trotoar yang cukup memadai dan aman bagi pejalan kaki hanya ada di Kayutangan dan kawasan Idjen Boulevard. Selain itu, bobrok! Bahkan trotoar di sekitar Alun-alun Merdeka nggak bisa dilewati karena dikuasai pedagang kaki lima. Ketika berjalan di pinggir jalan pun tetap nggak nyaman karena dipenuhi oleh parkir-parkir liar.

Sama halnya dengan Alun-alun Merdeka, di kawasan Alun-alun Tugu pun banyak trotoar yang nggak enak untuk dilewati. Bedanya, trotoar disini dihalangi oleh pohon-pohon besar yang ditanam di tengah trotoar. Bahkan banyak spot yang nggak punya trotoar.

Mlaku-mlaku nang Kota Malang rasane gak safe blas.

Masalah yang kedua adalah kurangnya ketersediaan lahan parkir resmi. Ojok heran lek Kota Malang dijuluki "Kota Parkir" saking banyaknya parkir liar di pinggir jalan.

Hal tersebut rupanya menimbulkan masalah lain, yakni penyempitan jalan yang mengakibatkan kemacetan. Susah rek, cari tempat parkir yang proper disini.

Masalah lain dari Kota Malang adalah kurangnya fasilitas transportasi umum. Selama ini, warga mengandalkan angkot biru milik swasta yang available dengan beberapa jurusan. Baru di era digital ini, angkutan online mulai marak digunakan.

Kurangnya fasilitas transportasi umum ini membuat masyarakat cenderung mengandalkan kendaraan pribadi yang semakin hari jumlahnya makin membludak sehingga menimbulkan kemacetan dimana-mana. Masyarakat pun nampaknya ogah naik angkutan umum karena kebiasannya yang suka ngetem untuk mengejar target setoran.

Kota Malang VS Kota Surabaya

Selain sering pp Malang Kabupaten-Kota, aku juga sempat bermukim di Ibukota Jawa Timur, yakni Kota Surabaya. Surabaya merupakan salah satu kota metropolitan yang modern di Pulau Jawa.

Surabaya memiliki berbagai infrastruktur dan fasilitas umum yang lebih memadai daripada Kota Malang. Kurang lebih, kondisi Surabaya adalah kebalikan dari kondisi Kota Malang yang sudah disebutkan sebelumnya. Walaupun masih ada juga kawasan yang kondisinya mirip-mirip dengan Malang.

Namun setidaknya pusat Kota Surabaya jauh lebih baik dibanding Kota Malang. Misalnya, trotoar yang cukup ramah pejalan kaki dan penyandang disabilitas. Ukuran trotoar disana cukup lebar serta dilengkapi dengan guiding block untuk teman-teman tunanetra dan blokade trotoar supaya tidak bisa dilewati oleh pengendara motor nakal.

Angkutan umum di Surabaya juga lebih bervariasi. Ada angkot atau bemo, bus kota milik swasta, angkutan online, Suroboyo bus, serta feeder wira wiri. Walaupun belum seproper angkutan umum di Jakarta.

Bagiku sendiri, Suroboyo bus cukup membantu mobilitas pribadi, dengan tarif yang terjangkau dan disamakan di rute apa pun serta sejauh mana pun.

Selain itu, Pemkot Surabaya juga menyediakan beberapa kantong parkir baik untuk kendaraan roda dua maupun roda empat di beberapa titik yang dekat dengan berbagai public space. Misalnya gedung parkir Genteng Kali yang dekat dengan Taman Ekspresi, Museum Pendidikan, dan Taman Buah Undaan.

Meski begitu, tak dipungkiri bahwa masih ada area ruang publik yang belum memiliki tempat parkir yang memadai seperti Jl Tunjungan.

Bagaimana peran Pemerintah Kota sejauh ini?

Nggak tau.

Sejak masih kecil sampai sekarang, sepertinya Kota Malang ya gitu-gitu aja. Entah bagaimana kebijakan pemkot Malang beserta anggaran daerahnya selama ini.

Pemkot Malang tentunya tertinggal jauh dari Pemkot Surabaya yang lebih banyak membangun berbagai fasilitas publik.

Mungkin Kota Malang mengalami perkembangan dari segi wisatanya, misalnya wisata heritage Kayutangan, bus wisata Macito, dan penambahan public space seperti ruang terbuka hijau. Kalau selain itu... nggak tau.

Walikota Malang yang terakhir sejak tulisan ini dibuat, banyak memunculkan kontroversi di tengah masyarakat. Daripada membangun infrastruktur dan menyediakan fasilitas umum yang memadai bagi kepentingan masyarakat, ia malah menyulap Kota Malang menjadi Jogja-jogjaan. Menurut sebagian masyarakat yang kontra, hal tersebut membuat Kota Malang kehilangan identitasnya sendiri dan malah meniru Kota Jogja.

Masalah umum di tanah air tercinta

Terlepas dari semua itu, sebenarnya masalah-masalah di atas merupakan masalah umum yang terjadi di Indonesia.

Pemerintah seolah belum mampu membangun infrastruktur dan menyediakan fasilitas umum yang memadai bagi rakyat. Padahal pajak naik terus, ups... tapi entah kemana duit pajak dari rakyat. Ghaib, mungkin dikorupsi... jiaakhhhh.

Semoga Indonesia terus berbenah dan rakyat semakin sejahtera. Hak-hak rakyat harus terpenuhi dan mestinya juga punya rekening segendut perut pejabat, eh.

Semoga pemerintahan baru mampu memenuhi apa yang dibutuhkan bangsa ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun