Mohon tunggu...
Nana Cahana
Nana Cahana Mohon Tunggu... Dosen - Menekuni literasi, pendidikan dan sosial

Mengajar Rumpun Ilmu Pendidikan di Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon Jawa Barat Kunjungi saya di: https://www.facebook.com/nanacahanajaya?mibextid=ZbWKwL https://www.instagram.com/nana_cahana/

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Menggunakan Bahasa Baku: Wujud Cinta Bahasa Indonesia

25 November 2021   15:05 Diperbarui: 25 November 2021   15:22 758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkan terpikir oleh kita untuk menghafal setiap kata baku dalam bahasa Indonesia? Jika belum pernah terpikirkan mari kita berusaha mengenal bahasa baku dalam bahasa kita, bahasa Indonesia. Bahasa baku ini kadang tertukar dengan bahasa non baku yang sering kita dengar dan kita ucapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Kebutuhan akan bahasa baku muncul tatkala kita menulis naskah, cerita dan lainnya. Karena terbiasa dengan bahasa non baku, penulisan bahasa resmi pun tak luput dari campuran bahasa non baku yang 'dalam tanda kutip' menurut kita adalah bahasa baku. Perkiraan tersebut menemukan jawabannya tatkala kita membuka kamus besar bahasa Indonesia baik online maupun cetak.

Catatan yang perlu diingat adalah bahwasannya bahasa baku yang sejatinya digunakan oleh semua warga negera Indonesia pada praktiknya masih belum menjadi kebiasaan. 

Ada pembiasaan yang kurang diupayakan. Belajar bahasa baku masih sebatas pengenalan. Jika hanya mengenal belum sampai pada titik mendalamai maka bahasa baku mudah dilupakan dalam penggunaannya.

Bahasa baku adalah sebuah aturan yang mengikat sebagai hasil keputusan bersama dengan tujuan mempersatukan suku bangsa yang berbeda dalam satu wadah NKRI. 

Masih ingatkath salah satu bunyi Sumpah Pemuda. Bunyi point ketiga adalah "Kami poetra dan poetra Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bangsa Indonesia." Pernyataan ini jelas merupakan konsensus pemuda untuk bersatu dengan menggunakan bahasa Indonesia salah satunya.

Bahasa Indonesia dalam Sejarah

Bahasa Indonesia lahir pada 28 Oktober 1928 dan dicetuskan sebagai sikap politik para pemuda pada masa itu yang mengakui satu bangsa yaitu bangsa Indonesia, satu tanah air yaitu Indonesia dan satu bahasa yaitu bahasa Indonesia. Jika dihitung kini bahasa Indonesia telah digunakan selama 97 tahun. Mengapa bisa bertahan? Ini karena kecintaan bangsa Indonesian terhadap bahasa Indonesia.

Ditilik dari sejarahnya, bahasa Indonesai berasal dari bahasa Melayu. Konon pada zaman itu bahasa Melayu dikenal fleksibel terhadap bahasa-bahasa lainnya. 

Bahasa Melayau digunakan sebagai bahasa perdagangan antar pulau di Nusantara. Karena masyarakat Indonesia kala itu banyak berinteraksi dengan bahasa Arab, maka bahasa Melayau yang banyak diserap ke dalam bahasa Melayu.

Melalui bahasa Indonesia yang dicetuskan dalam Sumpah Pemuda yang diikrarkan 28 Oktober 1928, semangat nasionalisme sebagai bangsa dijajah oleh bangsa asing mengkristal dan bersatu padu bersamaan dengan teks-teks yang dituangkan dalam Sumpah Pemuda itu. 

Penggalangan kekuatan guna mempersatukan suku bangsa yang tercerai berai yang terjadi di ribuan pulau negeri ini mulai menampakkkan kesadaran pentingnya hidup bersatu. 

Ini semua terwujud berkat Sumpah Pemuda. Sumpah Pemuda merupakan bagian dari perjalanan sejarah bahasa Indonesia dan sejarah kemerdekaan negeri ini yang tak boleh dilupakan.

Dengan resminya bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu bangsa, masyarakat semakin luas menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi dengan berbagai suku dan daerah yang berbeda. Bahkan bisa dikatakan masayarakat Indonesia semakin fasih berbasah Inonesia dibandingkan berbahasa daerahnya.

Kendala Penggunaan Bahasa Baku

Bahasa resmi adalah bahasa dengan patokan baku sehingga semua orang sepakat bahwa kata-kata yang baik digunakan dalam kegiatan resmi dan komunikasi antar suku adalah bahasa yang baku.

 Sekitar tahun 1970-an hingga tahun 1990-an penggunaan bahasa baku begitu menggema gaungnya. Masyakarat mahir dan terbiasa menggunakan bahasa Indonesia yang baku. Bahkan dalam percakapan sehari-hari pun menggunakan bahasa baku.

Mengapa demikian? Daya dukung dari pemerintah yang kuat yang mengatur kebijakan sedemikian rupa sehingga bahasa baku sering diperdengarkan dan digunakan dimana-mana. 

Salah satu contohnya kebijakan pengunaan bahasa baku dalam percakapan dalam film era 1970-an hingga 1990-an. Film-film kala itu meggunakan bahasa baku dalam setiap percakapannya. Maka kebiasaan mendengar bahasa baku dari film, yang dilihat di TV, vide player ataupun layar tancap, tersebut secara perlahan tapi pasti memengaruhi masayarakat untuk berbasa baku.

Lain halnya dengan zaman sekarang, film-film jarang -- untuk tidak mengatakan tidak ada -- yang menggunakan bahasa baku dalam setiap percakapan dan adegannya. Hal ini terkait film layar lebar maupun film sinetron. Maka sudah bisa dibaca bagaimana masyarakat menggunakan bahasa yang diadopsi dari film-film tersebut.

Upaya Mencintai Bahasa Baku

Upaya yang harus dilakukan adalah mengembalikan rasa cinta yang mulai pudar terhadap penggunanaan bahasa baku. Bila bahasa baku tidak digunakan dengan baik, bukan tidak mungkin bahasa Indonesia akan kurang diminati pemuda-pemuda zaman ini. 

Maka semua pihak, baik masyarakat, pemerintah, pemerhati bahasa, guru bahasa dan yang peduli bahasa harus memikirkan upaya penerapan bahasa baku secara bertahap tapi pasti.

Mengapa perlu memikirkan hal ini? Sebab cinta bahasa Indonesia salah satu upaya merekatkan persatuan kita. Negara kita dibangun atas pemersatuan suku, adat, dan bahasa melalui bahasa Indonesia. Namun, bukan tidak mungkin, bahasa pemersatu akan semakin ditinggalkan oleh pemuda jika mereka tidak didekatkan dengan bahasa Indonesia.

Orang tua, guru dan para tokoh, semua berperan dalam menjaga stabalitas persatuan ini dengan mengenalkan dan mengarahkan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar kepada para pemuda penerus generasi tua. Inklusivisme, egalitarisme dan pluralisme yang melekat pada Bahasa di Indonesia perlu dikelola untuk kebutuhan pembangunan sosial, politik, dan ekonomi bangsa Indonesia.

Salah satu upaya yang paling memungkinkan berhasil adalah melalui jalur pendidikan. Kebijakan memasukkan Bahasa Indonesia, bahasa daerah dan bahasa asing dalam pendidikan harus dapat meningkatkan peran bahasa Indonesia sebagai peneguh identitas bangsa yang menyatukan keberagaman suku bangsa di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun