Udara dingin di luar sedikit terobati dengan air hangat yang membasuh anggota tubuh. Dan seketika terasa dingin kembali saat udara berhembus menuju tempat sholat. Kembali hangat saat masuk ke ruang sholat. Karpet sholat berwarna hijau, keramik bernuansa biru dan hijau menyelimuti dinding, dan tak ketinggalan nuansa merah yang sudah menjadi karakteristik kota Tirai Bambu ini.
Setelah berkeliling di moslem market kami dibawa menonton Acrobatic show. Acrobatic show sejenis pertunjukan yang kental dengan khas akrobatik Cina. Pertunjukan yang banyak saya tonton di film-film Cina, kini saya bisa liat langsung dalam sebuah ruangan seperti theater.
Saat itu, Ms. Xiu memberikan pilihan apakah kami ingin melihat panda dulu, sebagai hewan khas Cina atau bermain salju saja. Â Tanpa pikir panjang, kami bertiga sepakat untuk bermain salju saja. Tak sabar rasanya menggenggam salju seperti yang sudah banyak dialami oleh teman-teman yang lain.
Perjalanan dilanjutkan kembali menuju bukit salju. Lumayan jauh dari pusat kota.  Aaah  maafkan saya lupa nama tempatnya. Tempat ini merupakan lokasi yang memang masih diselimuti salju dan akhirnya dijadikan arena bermain ski salju.
Melihat pemandangan putih dimana-mana tak menyurutkan urat malu kami karena terlihat norak. Yang ada hanya teriakan kegirangan, seperti anak kecil yang ketemu dengan mainannya.
Saking serunya bermain salju, saya baru sadar setelah di dalam mobil kalo kupluk hitam saya sudah tidak nemplok di kepala. Mana kupluk yang dibawa cuma satu-satunya. Pemilik badan iklim tropis ini tidak kuat melawan udara dingin dengan suhu minus delapan saat itu.
Udara dingin yang berhembus seakan menembus jilbab saya yang tipis. Saya merasa bersalah pada diri sendiri karena tidak menyediakan kupluk cadangan atau membawa earmuff yang memang sudah dibeli. Hhuhuhu. Ternyata musim dingin itu tidak selamanya enak atau nyaman seperti yang selama ini saya bayangkan saat di Indonesia.