Dan menenggelamkan diri tanpa sisa
Â
Sore itu, panggung komunitas akan diiisi oleh 3 kompasianer yang baru launching buku terbaru.  Mengenai proses kreatif menulis dan melahirkan buku. Sang moderator memberikan waktu selama 5 menit  (kurang lebih) untuk masing-masing penulis.
[caption caption="Bersama 3 kompasiner yang sudah menjadi penulis buku "]
Â
Â
Cipta Dinata
64 artikel dari 64 kompasianer telah melahirkan sebuah buku dan berhak memilikinya masing-masing berkat ide Pak Cipta Dinata. Hal tersebut sesuai dengan amanat dari Pak Cipta, bahwa buku menjadi warisan abadi bagi anak cucu. Usia buku lebih panjang daripada warisan berupa uang. Â Uang hanya menjadi kebanggaan sesaat. Buku menjadi kebanggan abadi. Pak Cipta memacu diri untuk menulis One Day One Article. Â Dimana pun beliau, dia luangkan waktu untuk menulis. Baik di taksi, di pesawat , dimana saja ia menulis. Bahkan pernah, ia merogoh kantong sebanyak 20 dollar hanya untuk bisa mempublish sebuah postingan. Karena pada saat itu, beliau sedang menginap di hotel dan ide sudah berkeliaran. Dengan senang hati demi sebuah postingan ia mengeluarkan biaya tersebut. Pesannya, at least kita punya cadangan satu artikel untuk bisa posting setiap harinya.Â
Prinsip beliau, "Satu Buku sebelum Mati". Dan hal itu terbukti dengan lahirnya buku tersebut.Â
Pak Taufik
Rezeki yang maha dahsyat dipilihkan Tuhan untuk Pak Taufik. Bagaimana tidak, Beliau bisa mengunjungi mesjid-mesjid di berbagai belahan dunia. Pengalamannya ersebut dituliskan dalam bukunya yang berisi 56 artikel tentang pengalamannya beliau mengelilingi mesjid di berbagai tempat. Pengalaman pertama yang beliau ceritakan adalah saat mengunjungi Athena tahun 2008. Susahnya menemukan mesjid disana, karena mesjid sudah berubah menjadi museum.  Negara Argentina menjadi negara yang sangat mudah untuk menemukan mesjid meskipun penduduknya 95 % merupakan non muslim. Ada juga  kota Rwanda di Afrika, yang mesjidnya diubah karena suaka politik. Saat di Perancis, mesjid dijadikan tempat berlindung agar aman dari bahaya. Pak Taufik tergerak untuk menuliskan pengalamannnya berkat dorongan dari Bang Dede dan Bang Iszet. Dorongan dari sahabat ini  menjadi penguat Pak Taufik  untuk melahirkan buku perdananya ini.Â