Mohon tunggu...
Namira  Tasim
Namira Tasim Mohon Tunggu... Lainnya - Bersifat pribadi

Sebelum menciantai orang lain, cintailah diri sendiri terlebih dahulu. Love your self♡

Selanjutnya

Tutup

Money

Jual - Beli Ghahar

6 Maret 2018   11:12 Diperbarui: 6 Maret 2018   11:15 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Definisi Gharar

Gharar adalah "ketidakpastian". Maksud ketidakpastian dalam transaksi muamalah adalah "ada sesuatu yang ingin di sembunyikan oleh sebelah pihak dan hanya boleh menimbulkan rasa ketidak adilan serta penganiayaan kepada pihak yang lain". Dan ketidakpastian itu mengandung unsur "penipuan" penipuan yang di lakukan oleh satu pihak kepada pihak yang lain.

Secara sederhana, gharar adalah semua jual beli yang mengandung ketidakjelasan atau keraguan tentang adanya komoditas yang menjadi objek akad, ketidakjelasan akibat, dan bahaya yang mengancam antara untung dan rugi; pertaruhan atau perjudian. Dalam islam Gharar adalah perkara yang di larang dan haram hukumnya karena sangat merugikan salah satu pihak yang lain.

Adapun, sejumlah definisi gharar menurut pendapat dari para ulama:

1.Ibn Taimiyyah berpendapat:

" Gharar adalah konsikuensi yang tidak di ketahui (the unknown consequences)." (vide: Majmu' al-Fatawa, vol.XXIX, hlm.22.).

2.Ibn Qayyim berpendapat:

"Gharar adalah sesuatu yang tidak di ketahui hasilnya, atau di kenal hakikatnya".

3.Abu Ya'la berpendapat:

"Gharar adalah hal yang meragukan antara dua perkara, dimana tidak ada yang lebih nampak/jelas".

4.Al-Jurjani berpendapat:

" Gharar adalah sesuatu yang tidak di ketahui hasilnya, apakah dapat terelisasi atau tidak.

5.Ibn Hamz berpendapat, gharar itu ketika pembeli tidak tahu apa yang di beli, atau penjual tidak tahu apa yang ia jual.

6.Asy-Syarkasi dari mazhab Hanafi berpendapat, al-gharar ma yakun masnur al-aqibah' sesuatu yang tersembunyi akibatnya'.

7.Asy-Syirazi dari Mazhab Syafi'i berpendapat, al-gharar ma intawa 'anhamruh wa khafiy alaih 'aqibatuh 'sesuatu yang urusannya tidak di ketahui dan tersembunyi akibatnya'.

a.Macam -- macam Gharar dan Contohnya

Bisnis gharar dapat dibagi menjadi dua bagian pertama; Gharar pada shighot transakasi (akad), kedua; gharar pada mahalul aqad (obyek akad), yaitu komoditi dan harganya.

1.Gahara pada shighot yaitu bahwa aqad terjadi dengan kriteria yang mengandung unsur gharar. Gharar bentuk ini behubungan langsung dengan aqad bukan dengan komuditi. Misalnya, jika seseorang mengatakan pada temannya," Saya jual rumahku padamu seharga Rp.250.000.000, jika ada orang yang akan menjual tanahnya kepadaku". Dan berkata temannya, "saya terima". Maka disini ada unsur gharar terkaid akad, karena akhirnya tidak di ketahui apakah kedua pedagang dan pembeli itu akan terjadi transaksi jual beli atau tidak. Maka jumhur ulama mengharamkan bentuk bisnis seprti ini. Unsur gharar pada jenis bisnis ini karena kedua belah pihak baik penjual maupun pembeli tidak mengetahui apakah hal yang di syaratkan terpenuhi atau tidak, sehingga tidak mengetahui apkah jual-beli ini jadi atau tidak.

2.Gharar dari sisi obyek aqad, bentuk ini lebih buruk lagi karena tidak jelas komoditi dan harga, jenis, sifat, dan ukurannya. Jika salah satu dari keempat hal tadi tidak di ketahui maka sudah termasuk gharar. Contoh, tidak jelas komoditi; saya jual barang padamu sepuluh juta. Contah tidak mengetahui jenis; saya jual gula (tanpa menyebutkan jenisnya) seharga 50rb. Contoh tidak mengetahui sifatnya; saya jual padamu beras (tanpa menyebutkan sifat atau kualitas) seharga 100rb. Contoh tidak mengetahui beratnya; saya jual padamu beras padamu (tanpa menyebutkan berat). Tetapi jika komoditinya terlihat, maka menurut mazhab Hanafi boleh menjualnya tanpa menyebutkan 4 hal tersebut.

Beberapa Contoh Nyata Akad Yang Mengandung Unsur Gharar

Jual beli dengan Ijon

Di antara jual beli yang mengandung gharar dan yang nyata-nyata telah dilarang Oleh Nabi SAW ialah jual beli dengan sistem ijon. Di riwayatkan dari sahabat Anas Bin Malik Radhiyallahu anhu bahwasannya Rasulullah saw melarang penjualan buah-buahan (hasil tanaman) hingga menua. Para sahabat bertanya,"apakah yang di maksud dengan menua?" Beliau menjawab," Bila telah berwarna merah." Kemudia Beliau bersabda," Bila Allah menghalangi masa panen buah-buahan tersebut (gagal panen), maka dengan sebab apa engkau memakan harta saudaramu (uang pembeli)?". Dan yang di maksud dengan Ijon itu sendiri ialah penjualan hasil tanaman dalam keadaan hijau/mentah atau masih belum di petik dari batangnya.

Membeli janin Hewan

Sahabat Abdullah bin Umar Radiyallahu anhu mengisahkan bahwa Rasulullah saw melarang jual beli janin (hewan) yang masih ada dalam perut induknya. Akad ini dahulu biasa dilakukan di zaman jahiliah.

Menjual Barang Yang Belum Menjadi Mliknya

Di antara bentuk akad penjualan yang terlarang karena mengandung gharar ialah menjual barang yang belum menjadi milik penjual. Dari Sahabat Hakim bin Hizam Radiyallahu anhu ia mengisahkan, "Aku pernah bertanya kepada Rasulullah saw, "Wahai Rasulullah, ada sebagian orang yang datangkepadaku, lalu ia meminta agar aku menjual kepadanya barang yang belum aku miliki, dengan terlebih dahulu aku membelinya dari pasar? "Rasulullah saw menjawab, "janganlah engkau menjual sesuatu yang tidak ada padamu.

Ketidakjelasan (al-gharar) masa kini/masa sekarang

Beberapa jenis ketidakjelasan (al-gharar fahish) banyak berlaku dalam kes jual beli. Antaranya yang melibatkan beberapa hal yang selalu kita lalui tanpa sadar dalam bertransaksi:

Restoran (kedai makan)

Apabiala sesetengah restoran tidak memiliki menu dan tanda-tanda harga. Jika ada menu sekalipun iyanya tidak di sertakan dengan tanda harga, hanya gambar makanan atau minuman saja yang ditunjuk. Pelanggan akan pesan terlebih dahulu sebelum mengetahui harga makanan dan minuman tersebut. Kesannya, ada pelanggan yang terkejut dengan harga yang di kenakan dan terpaksa membayar juga harga tersebut karena telah selesai menikmati hidangan. Hal ini terjadi di sebabkan berlakunya ketidakjelasan (al-gharar) apabila pihak restoran tidak menyertakan harga sehingga menyebabkan keadaan ini melibatkan jahalal dan ketidakjelasan besar (al-gharar fahish).

Inilah yang di sebut gharar "ketidakjelasan" yang di larang dalam islam. Kehebatan sistem islam dalam bisnis sangat menekankan hal ini, agar kedua belah pihak tidak di zalimi atau terzalimi. Karena itu, Islam mensyaratkan beberapa syarat sahnya jual beli, yang tanpanya jual beli dan kontrak menjadi rusak. Akan tetapi islam memaklumi gharar yang sedikit yang tidak dapat dielakkan.

Daftar pustaka

Syakir Sula, Muhammad, Asuransi Syariah. Jakarta. 2004

Rahman, Afjalur. Doktrin Ekonomi islam. Jakarta.1998

Sntoso, Imam. Gharar Dalam Fiqh Muamalah. Surabaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun