batik” memiliki potensi pariwisata yang cukup beranekaragam, mulai dari wisata seni budaya, wisata belanja, wisata religi, wisata kuliner, dan masih banyak lagi.
Pekalongan dengan julukan sebagai “kotaSalah satu destinasi wisata favorit di kota ini adalah Museum Batik. Pada Jumat lalu, saya berkesempatan berkunjung ke museum Batik Pekalongan, Museum Batik ini berlokasi di Jl. Jetayu No.3, Panjang Wetan, Pekalongan Utara, Kota Pekalongan.
Untuk harga tiket masuknya hanya sebesar Rp 5000 bagi orang dewasa, sangat terjangkau bukan.
Tentang Museum Batik Pekalongan
Awal mula didirikannya Museum Batik Pekalongan berasal dari gagasan yang terdapat pada seminar batik internasional pada festival batik kedua di Pekalongan yang bertema “Batik dan Museum” yang diselenggarakan pada tanggal 15 sampai 18 September 2005.
Ide gagasan yang dipelopori oleh Iman Sucipto Umar, salah satu anggota Paguyuban Berkah, di mana ia berinisiatif membangun museum batik berskala nasional.
Selanjutnya, ide gagasan tersebut banjir dukungan dari berbagai kalangan tokoh pencinta batik, bahkan juga diapresiasi oleh Pemerintah Kota Pekalongan.
“Berangkat dari keresahan masyarakat bahwa Kota Pekalongan yang memang dikenal sebagai kota batik, belum lengkap sebetulnya kalau belum memiliki sebuah museum sebagai tempat untuk edukasi sekaligus tempat wisata dan pameran. Di mana sesuai dengan namanya, museum ini berfokus pada batik. Apa pun mengenai batik semuanya ada di sini, harapannya seperti itu. Ya, untuk menambah ataupun melengkapi julukan Pekalongan yang sudah kita kenal sebagai kota batik.” Ujar Pak Deni, salah satu staf yang menemani saya berkeliling di museum ini.
Dengan berdirinya Museum Batik Pekalongan, diharapkan mampu mewujudkan fungsi museum sebagai jendela kebudayaan sekaligus jendela ekonomi.
Museum Batik Pekalongan diresmikan pada tanggal 12 Juli 2006 oleh Bapak Presiden ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono. Di mana ini merupakan kali pertamanya Bapak Presiden Republik Indonesia berkunjung ke Kota Pekalongan.
Meskipun baru diresmikan pada tahun 2006, gedung museum ini sudah ada sejak tahun 1920-an yang merupakan gedung peninggalan zaman kolonial.
Tak heran, jika bentuk gedung ini sangat kental dengan ciri khas bangunan Belanda. Dulunya, bangunan ini merupakan bekas sebuah kantor administrasi keuangan pabrik gula sewilayah Pekalongan yang kemudian dalam perkembangannya, pernah dijadikan sebagai balai kota Pekalongan dan beberapa menjadi kantor administrasi pemerintah, hingga pada akhirnya di tahun 2006 difungsikan sebagai museum.
Di museum ini terdapat tiga ruang koleksi atau ruang pamer, ruang workshop, di ruang workshop ini kita juga bisa belajar membatik, lalu juga perpustakaan, ruang guna, dan beberapa sarana dan prasana lainnya untuk menunjang museum.
Serba-serbi Proses Pembatikan
Sebelum menjadi kain batik, mulanya dari kain putih, ada bermacam-macam jenis kain yang biasanya digunakan, ada kain katun oxford, kain primis, kain doby, kain paris, kain santun, kain viscos, dan kain sutera.
Dari banyaknya jenis kain tersebut, yang paling sering digunakan adalah kain katun jenis primis karena tekstur kainnya lebih tebal dan halus serta serat benangnya lebih rapat.
ada 3 jenis kain batik, yaitu batik tulis, batik cap, dan kain printing. Kain printing sendiri sebetulnya bukan batik, tetapi kain tekstil yang bermotif batik, di mana proses pembuatannya menggunakan mesin.
Karena batik mengutamakan proses pembuatan, meskipun sebuah kain memiliki motif kekinian tapi dibuat melalui proses pembatikan, maka itu bisa disebut kain batik.
Kita mesti sudah tidak asing dengan canting, alat utama pembuatan batik. canting tulis memiliki cata kerja yang sama dengan pena, seperti menulis atau menggambar.
Terdapat beberapa ukuran canting mulai dari ukuran 0 sampai 7, masing-masing ukuran tersebut memiliki cara kerjanya masing-masing disesuaikan dengan besar kecilnya motif.
Canting terbesar disebut dengan canting mopok, fungsinya untuk menutup bagian yang akan kita pertahankan warnanya. Adapula canting nitik, yang fungsinya untuk membuat titik atau isen-isen.
Lanjut, bahan dasar utama pembuatan batik adalah malam atau lilin batik. Ada malam tulis untuk pembuatan batik tulis, ada malam cap dan ada pula malam mopok.
Lilin batik ini tidak terdiri dari satu bahan saja, tetapi campuran dari beberapa bahan pokok lilin, di antaranya ada lilin tawon, gondorukem, damar, BPM/ Parafin, dan microwax.
Bahan-bahan tersebut dicampur berdasarkan komposisi tertentu. sekarang ini, lilin batik sudah diproduksi secara masal sehingga lebih praktis.
Kemudian ada alat penunjang lainnya, antara lain kuas nyolet yang berfungsi untuk mewarnai bagian tertentu dan ada pula cos-cosan yang berfungsi untuk menghapus bagian yang akan dihilangkan.
Ada dua macam pewarna yang digunakan dalam proses pembatikan, yaitu pewarna alami dan pewarna kimia. Batik yang menggunakan pewarna alami dari tumbuhan memiliki warna yang lebih soft dan redup bila dibandingkan dengan batik yang menggunakan pewarna kimia.
Menjelajahi Setiap Sudut Ruangan di Museum
Di ruang pamer 1 terdapat berbagai macam motif batik yang didominasi oleh batik pesisiran yang berasal dari Pulau Jawa, ada batik motif sidomukti dari Surakarta, batik motif parang rusak dari Yogyakarta, dan tentunya ada pula motif batik parang kusuma yang berasal dari Pekalongan.
Saya beralih ke ruang pamer 2. Di ruangan ini berisi pameran batik yang usianya hampir setengah abad. Batik-batik yang sudah berusia tua ini, memiliki warna-warna yang sedikit pucat, hal ini disebabkan karena menggunakan bahan pewarna alami yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.
Sedangkan, di ruang pamer 3 berisi berbagai koleksi batik dari berbagai daerah di Indonesia, di antaranya ada batik yang berasal dari Banten, Kalimantan, Indramayu, dan Papua.
Lanjut ke ruang workshop, di sinilah para pengunjung museum dapat belajar membatik. Dengan merogoh kocek mulai dari Rp 20.000 kita sudah bisa berkreasi dan menikmati sensasi membatik. Sayang sekali, saat kemari saya belum berkesempatan untuk belajar membatik karena waktu yang mendekati salat jumat.
Eksistensi Museum Batik Meski Diterpa Pandemi Covid-19
Seperti penuturan dari Pak Deni bahwa “Sebetulnya sebelum pandemi banyak peningkatan pengunjung yang datang ke museum batik, baik dari sekolah, masyarakat umum bahkan wisatawan mancanegara.
Memang karena masih dalam situasi pandemi seperti sekarang, pengunjung yang datang ke sini mengalami penurunan bila dibandingkan dengan kondisi sebelum pandemi.”
Meskipun demikian, berbagai upaya tetap dilakukan pemerintah Kota Pekalongan guna menarik minat pengunjung serta berupaya untuk memberikan pelayanan sebaik-baiknya.
Selain itu, protokol kesehatan tetap diterapkan salah satunya adalah dengan memberi pembatasan rombongan maksimal 30 orang, pengunjung dan petugas diwajibkan menggunakan masker, jaga jarak, serta penyediaan hand sanitizer.
Dapat berkunjung ke Museum Batik Pekalongan adalah salah satu pengalaman berkesan bagi saya, selain berwisata saya juga bisa memeroleh wawasan baru terkait batik. Kalau kalian ke Pekalongan, jangan lupa untuk mampir ke sini yaa.
Bonus jepretan beberapa motif kain batik yang dipamerkan di Museum Batik Pekalongan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H