Lilin batik ini tidak terdiri dari satu bahan saja, tetapi campuran dari beberapa bahan pokok lilin, di antaranya ada lilin tawon, gondorukem, damar, BPM/ Parafin, dan microwax.Â
Bahan-bahan tersebut dicampur berdasarkan komposisi tertentu. sekarang ini, lilin batik sudah diproduksi secara masal sehingga lebih praktis.Â
Kemudian ada alat penunjang lainnya, antara lain kuas nyolet yang berfungsi untuk mewarnai bagian tertentu dan ada pula cos-cosan yang berfungsi untuk menghapus bagian yang akan dihilangkan.Â
Ada dua macam pewarna yang digunakan dalam proses pembatikan, yaitu pewarna alami dan pewarna kimia. Batik yang menggunakan pewarna alami dari tumbuhan memiliki warna yang lebih soft dan redup bila dibandingkan dengan batik yang menggunakan pewarna kimia.
Menjelajahi Setiap Sudut Ruangan di Museum
Di ruang pamer 1 terdapat berbagai macam motif batik yang didominasi oleh batik pesisiran yang berasal dari Pulau Jawa, ada batik motif sidomukti dari Surakarta, batik motif parang rusak dari Yogyakarta, dan tentunya ada pula motif batik parang kusuma yang berasal dari Pekalongan.
Saya beralih ke ruang pamer 2. Di ruangan ini berisi pameran batik yang usianya hampir setengah abad. Batik-batik yang sudah berusia tua ini, memiliki warna-warna yang sedikit pucat, hal ini disebabkan karena menggunakan bahan pewarna alami yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.Â
Sedangkan, di ruang pamer 3 berisi berbagai koleksi batik dari berbagai daerah di Indonesia, di antaranya ada batik yang berasal dari Banten, Kalimantan, Indramayu, dan Papua.Â
Lanjut ke ruang workshop, di sinilah para pengunjung museum dapat belajar membatik. Dengan merogoh kocek mulai dari Rp 20.000 kita sudah bisa berkreasi dan menikmati sensasi membatik. Sayang sekali, saat kemari saya belum berkesempatan untuk belajar membatik karena waktu yang mendekati salat jumat.
Eksistensi Museum Batik Meski Diterpa Pandemi Covid-19