Kota Pekalongan, yang terletak di pesisir utara Jawa Tengah, merupakan kota yang kaya akan tradisi dan budaya lokal. Salah satu tradisi yang masih terus dilestarikan hingga saat ini adalah tradisi kearifan lokal syawalan.Tradisi syawalan di Pekalongan biasanya dirayakan pada bulan Syawal, setelah selesai menjalankan ibadah puasa Ramadhan.Â
Kegiatan syawalan sendiri merujuk pada tradisi untuk berkunjung ke keluarga, sanak saudara, dan tetangga, sambil saling memaafkan dan bermaaf-maafan.Namun, di Pekalongan, syawalan memiliki makna yang lebih dalam lagi. Selain berkunjung ke rumah-rumah orang yang dikenal, masyarakat Pekalongan juga melaksanakan beberapa tradisi kearifan lokal yang unik dan menarik.
Salah satu tradisi yang paling terkenal adalah "ngalap berkah". Ngalap berkah adalah kegiatan untuk mengumpulkan berkah di sekitar kota Pekalongan dengan cara berkeliling ke berbagai tempat yang dipercaya memiliki kekuatan spiritual.
Tempat-tempat tersebut bisa berupa makam-makam wali, kuburan nenek moyang, atau tempat-tempat yang dianggap sakral oleh masyarakat setempat.Selain ngalap berkah, ada juga tradisi "takbir keliling".Â
Takbir keliling dilakukan oleh masyarakat yang membentuk kelompok kecil dan berkeliling kampung atau desa sambil membaca takbir dan dzikir. Kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat tali silaturahmi antara warga dan juga memperkuat iman dan ketakwaan kepada Allah.Tradisi syawalan di Pekalongan juga ditandai dengan adanya kuliner khas seperti lupis,ketupat sayur dan opor ayam yang dihidangkan dalam jumlah besar di berbagai rumah.Â
Lupis adalah salah satu makanan khas Indonesia yang terbuat dari ketan yang dicampur dengan kelapa parut serta disiram dengan kuah gula merah. Lupis ini biasanya disajikan sebagai hidangan kue tradisional pada berbagai acara, termasuk pada tradisi Syawalan di kota Pekalongan.
Salah satu kegiatan yang tidak boleh terlewatkan pada tradisi Syawalan di kota Pekalongan adalah memakan lupis. Lupis menjadi hidangan yang sangat populer pada tradisi Syawalan karena rasanya yang lezat dan juga mudah untuk dibuat.Â
Biasanya, lupis disajikan dengan kuah gula merah dan taburan kelapa parut yang sudah dipanggang.Untuk membuat lupis, bahan-bahan yang dibutuhkan antara lain ketan, air, garam, daun pandan, kelapa parut, dan gula merah.Â
Pertama-tama, ketan dicuci dan direndam dalam air selama beberapa jam hingga menjadi lembut. Setelah itu, ketan ditiriskan dan dicampur dengan air, garam, dan daun pandan.Ketan yang sudah dicampur kemudian dipotong-potong dan dibentuk seperti kotak kecil. Setiap kotak ketan dibalut dengan daun pisang dan dikukus selama kurang lebih 30 menit.Â
Setelah matang, lupis disajikan dengan kuah gula merah yang sudah disiapkan sebelumnya.Kuah gula merah untuk lupis biasanya terbuat dari gula merah yang dipotong-potong dan direbus bersama dengan air hingga menjadi kental dan berwarna coklat kehitaman.Â
Kemudian, kelapa parut dipanggang hingga matang dan digunakan sebagai taburan pada lupis.Lupis yang disajikan pada tradisi Syawalan di kota Pekalongan biasanya memiliki rasa yang sangat lezat dan nikmat. Hidangan ini tidak hanya menjadi favorit masyarakat Pekalongan, tetapi juga menjadi daya tarik bagi wisatawan yang datang ke kota tersebut.
Dalam tradisi Syawalan di kota Pekalongan, memakan lupis bersama keluarga dan teman-teman merupakan salah satu momen yang sangat berharga. Hidangan ini menjadi simbol kebersamaan dan persatuan dalam menjalankan ibadah puasa dan merayakan Idul Fitri bersama-sama.
Selain sebagai makanan yang lezat, lupis juga memiliki makna yang dalam bagi masyarakat Indonesia, terutama Jawa. Lupis sering kali dihidangkan dalam berbagai acara, seperti acara pernikahan, pertemuan keluarga, dan acara keagamaan, dan seringkali menjadi simbol dari nilai-nilai yang dihargai oleh masyarakat Indonesia.
Salah satu makna dari lupis adalah sebagai simbol persatuan dan kesatuan. Ketan, bahan dasar pembuatan lupis, merepresentasikan kesatuan karena ketan yang telah dicetak menjadi segi empat melambangkan kebersamaan dan kesatuan.Â
Selain itu, daun pisang yang digunakan sebagai pembungkus lupis juga memiliki makna yang sama, yaitu simbol persatuan dan kebersamaan.Lupis juga memiliki makna sebagai simbol kesederhanaan. Meskipun rasanya lezat dan enak, kue lupis dibuat dari bahan-bahan yang sederhana dan mudah ditemukan di sekitar lingkungan.Â
Hal ini mengajarkan kepada kita bahwa kelezatan tidak selalu tergantung pada kekayaan atau bahan yang mewah, melainkan dapat dihasilkan dari bahan-bahan yang sederhana dan biasa.Selain itu, lupis juga memiliki makna sebagai simbol kesucian dan kebersihan.Â
Penggunaan daun pisang sebagai pembungkus lupis juga memberikan perlindungan pada kue dari kotoran dan debu, sehingga lupis tetap terjaga kebersihannya dan tidak terkontaminasi oleh benda-benda asing yang tidak diinginkan.Â
Dalam konteks keagamaan, lupis juga sering dihidangkan sebagai makanan untuk para tamu yang datang ke acara keagamaan, seperti acara selamatan atau kenduri. Lupis dianggap sebagai makanan yang suci dan diberkahi, sehingga dapat menjadi sarana untuk memperkuat keimanan dan ketakwaan pada Tuhan.Lupis memiliki makna yang kaya dan mendalam bagi masyarakat Indonesia.
Secara keseluruhan, tradisi kearifan lokal syawalan di kota Pekalongan merupakan warisan budaya yang sangat berharga bagi masyarakat setempat. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan selama syawalan, seperti ngalap berkah, takbir keliling, dan menyediakan hidangan khas, dapat memperkuat rasa persatuan dan kebersamaan di antara warga serta memperkuat nilai-nilai keagamaan dan budaya lokal.Â
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat Pekalongan dan pihak yang terkait untuk terus melestarikan dan mempromosikan tradisi syawalan ini kepada generasi selanjutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H