Mohon tunggu...
Astin Soekanto
Astin Soekanto Mohon Tunggu... -

pecinta travel. museum. seni. sejarah. adat. ritual. budaya. etnik. tradisional. indonesia

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Pesona 11 Klenteng di Kampung Pecinan Semarang

20 Desember 2014   21:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:51 730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Klenteng Siu Hok Bio

Klenteng Tek Hay Bio

Klenteng See Ho Kiong


Kalau sebelas-sebelasnya dibahas, saya kuatir malah membuat bingung nantinya. Jadi saya hanya akan bahas tentang 4 klenteng yang terakhir saja.


Lalu apa menariknya mengunjungi kelenteng-klenteng itu?


Kawasan Kampung Pecinan Semarang, masuk dalam wilayah Semarang Tengah. Jika dari arah Jl. GajahMada, begitu masuk perkampungan ini, kita akan disambut gapura megah yang didominasi warna merah. Di sepanjang kawasan itu, berjejer deretan bangunan tua yang berdempet-dempetan. Sebagian dari bangunan itu kosong dan sebagian lagi menjadi toko atau rumah makan. Tak heran, jika pagi hingga sore hari kita akan menemui aktivitas bisnis yang sibuk. Dari mulai penjualan kain, perhiasan, berbagai jenis toko kue dan makanan, sampai ke kebutuhan sehari-hari.


Keberadaan warga masyarakat di Kampung Pecinan Semarang, memiliki sejarah panjang dan kelam, bahkan sejak sebelum penjajahan Belanda berkuasa. Di era penjajahan Belanda dahulu, masyarakat Cina (Tionghoa) pernah melakukan pemberontakan. Mereka bergabung dengan pasukan Trunojoyo untuk melakukan perlawanan. Akibat pemberontakan itu, pemerintah Belanda berkali-kali memindahkan permukiman mereka agar lebih mudah diawasi. Dari yang semula bermukin di Gedong Batu, dipindah ke daerah yang dekat dengan pos militer Belanda, sampai akhirnya dipindah ke sebuah tanah kosong. Pemukiman yang terakhir inilah yang kemudian kita kenal sebagai Kampung Pecinan Semarang saat ini.


Menyusuri kawasan ini, berarti kita akan mengalami wisata yang tidak biasa. Kita akan disuguhi kekayaan budaya dan cerita masa lalu. Terutama, keberadaan klenteng-klenteng yang sudah ada sejak ratusan tahun silam. Memang, semua klenteng itu memiliki ciri khas yang hampir sama. Baik dari bangunan atau arsitekturnya, masing-masing memiliki kekhasan sendiri-sendiri yang bisa dilihat dari pernak-perniknya. Pernak-pernik itulah yang membuat sebuah klenteng mempunyai makna simbolik dan filosofi yang berbeda. Yang saya sendiri, meski sangat tertarik dan penasaran, namun tidak menguasainya. Karena untuk memahami makna dan filosofi ini dibutuhkan pengetahuan yang cukup dan butuh waktu yang cukup lama. Saking rumitnya.

[caption id="attachment_342268" align="aligncenter" width="584" caption=""]

14190600542054090307
14190600542054090307
[/caption]

Misalnya, tentang ornamen atau hiasan hewan yang terpasang di sebuah klenteng. Setiap hewan memiliki makna simbolik tertentu. Harimau, merupakan simbol kejantanan dan keberanian. Gambar kepala harimau yang dipasang di pintu masuk, dimaksudkan untuk menangkal roh jahat agar tidak masuk ke dalam rumah. Naga, yang kalau di dunia Barat dianggap sebagai hewan yang buruk dan jahat, bagi kaum Tionghoa hewan ini cenderung merupakan simbolisasi sumber kebaikan dan kemakmuran. Meski tentunya, tidak sesederhana itu pengartiannya. Jika di atap klenteng kita melihat ada 2 ekor naga yang sedang bermain bola api, itu melambangkan pembawa pesan dari langit ke bumi dan pembawa hujan bagi para petani. Kalau ada gambar naga hijau berpasangan dengan harimau putih yang dipasang pada pintu masuk klenteng, dipercayai bisa menjauhkan roh-roh buruk sehingga tidak berani masuk ke dalam klenteng.


Selain naga hijau dan harimau putih, masih ada symbol hewan-hewan lainnya, seperti: gajah, kuda, burung, ikan, kepiting, kelelawar, dan lain-lain. Saya sendiri, penasaran dengan symbol unicorn, tapi sampai sekarang belum pernah nemu. Simbol hewan-hewan itu bisa dipasang dimana saja. Bisa di pintu, atap, di meja atau altar persembahan, pada tiang, atau di kerajinan perunggu (bronze).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun