Mohon tunggu...
Nala Laylatul fadhyla
Nala Laylatul fadhyla Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya sangat suka mendengarkan musik, sedikit suka membaca terkecuali novel saya suka sekali.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sejarah Pemikiran Aliran Mu'tazilah, Ajaran dan Perkembangannya

16 Oktober 2024   18:02 Diperbarui: 16 Oktober 2024   18:02 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

 "PEMIKIRAN MU'TAZILAH DAN      PERKEMBANGANNYA "

Mu'tazilah adalah salah satu cabang teologi Islam yang mengutamakan akal atau rasionalitasme. Secara etimologi Mu'tazilah berasal dari kata I'tozal yang artinya menunjukkan kesendirian, mengasingkan diri atau memisahkan diri. Dan secara terminologi Mu'tazilah adalah sekelompok aliran yang berselisih pendapat dengan umat Islam yang lain perihal mukmin yang melakukan dosa besar.

 SEJARAH ALIRAN MU'TAZILAH 

Pemikiran aliran Mu'tazilah muncul di kota Bashrah (iraq) pada abad-2 H. Pada tahun 105-110 H. Pelopor pemikirannya adalah seorang penduduk Bashrah yang pernah menjadi murid Imam Hasan Al-bashri yang bernama Washil bin Atha' yang lahir di Madinah pada tahun 80 H. 

Pada masa Bani Umayyah dan meninggalkan di Bashrah pada tahun 131 H. Pemikiran ini muncul berawal dari pandangan Washil bin Atha' dan Amr bin Ubaid saat mengikuti pelajaran yang diberikan oleh Imam Hasan Al-bashri di masjid Bashrah. Keduanya terlibat dalam perdebatan dengan Imam Hasan Al-bashri mengenai status dosa besar. 

Washil bin Atha' dan Amr bin Ubaid berpendapat bahwa orang yang melakukan dosa besar tidak bisa dikatakan  mukmin atau juga kafir. Tetapi berdasarkan diantara posisi keduanya,tidak mukmin dan tidak kafir. Akibat pernyataan tersebut, Imam Hasan Al-bashri mengeluarkan mereka dari majelisnya. 

Keduanya kemudian mengasingkan diri ke pojok masjid. Dari situlah, mereka mulai berdakwah dan mendapatkan pengikut yang dikenal sebagai Mu'tazilah. Pemikirannya pun semakin berkembang dan mendapat banyak dukungan. Nama ini muncul karena perbedaan pandangan mereka dengan mayoritas umat Islam pada waktu itu. 

Berikut 5 pokok ajaran pemikiran Mu'tazilah : 

1.  At- Tauhid ( Mengesakan Tuhan)

Ajaran Mu'tazilah menolak dan menyangkal sifat-sifat Allah yang tercantum dalam Asmaul Husna. Mereka berpendapat bahwa ada pemahaman yang keliru di kalangan umat Islam mengenai tauhid Allah. Penganut Mu'tazilah percaya bahwa sifat dan nama-nama Allah yang indah (Asmaul Husna) merupakan setuan dengan Zat Allah SWT, bulan sesuatu yang terpisah. 

Selain itu, Mu' tazilah beranggapan bahwa Al-Qur'an adalah ,"Makhluk baru". Dalam konteks ini, " Makhluk" merujuk pada penggunaan bahasa Arab, yang berarti sesuatu yang di ciptakan. Ini menunjukkan bahwa Allah menciptakan Al-Qur'an, yang terpisah sifat firman-nya. Mereka juga meyakini bahwa sifat Allah sangat agung dan berada di luar jangkauan panca indera manusia. Oleh karena itu, ketika manusia masuk surga mereka tidak akan melihat Allah SWT.

2. Al-Adlu ( Keadilan Allah)

     Mu'tazilah meyakini bahwa manusia memiliki kehendak bebas, sehingga mereka dapat melakukan berbagai perbuatan tanpa campur tangan Allah SWT. Menurut pandangan Mu'tazilah, Allah SWT tidak mungkin menciptakan keburukan, menghendaki bencana, atau mendorong perbuatan dosa. Dengan demikian semua tindakan buruk pasti berasal dari kehendak bebas manusia itu sendiri.

3. Al-Wa'ad wa Al-Waid ( janji dan ancaman Allah)

   Allah SWT tidak akan pernah melanggar janji dan ketentuannya. Jika seorang muslim melakukan perbuatan baik, Ia akan mendapatkan pahala dan surga. Sebaliknya, perbuatan buruk akan dihukum dengan dosa dan neraka. Dengan akal, manusia diberikan kemampuan untuk membedakan antara kebaikan dan keburukan. Melalui kapasitas akalnya manusia dapat memahami perintah Allah SWT meskipun belum memiliki pengetahuan agama yang lengkap. 

4. Al-Manzilah bain Al-Manzilatain ( pelaku dosa besar antara surga dan neraka) 

Doktrin paling terkenal dari Mu'tazilah adalah tentang derajat pelaku dosa besar. Sementara aliran Khawarij menganggap bahwa orang yang melakukan dosa besar telah murtad dan keluar dari Islam. Dan Murjiah berpendapat bahwa mereka tetap di anggap mukmin, Mu'tazilah berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidak dapat disebut mukmin maupun kafir. 

Posisi pelaku dosa besar berada di tengah-tengah yaitu sebagai fasilitator. Orang fasik memiliki derajat yang lebih rendah dari mukmin, tetapi lebih tinggi dari kafir. Menurut Mu'tazilah pelaku dosa besar yang tidak bertaubat dan meninggalkan dalam keadaan fasik akan di masukkan ke neraka selamanya, tetapi hukumannya akan diringankan dan neraka yang mereka tempati tidak sepanas neraka pagi orang kafir.

5. Al-Amr bil- Ma'ruf  wa An-Nahi Munkar ( mengajak kepada kebaikan dan melarang perbuatan buruk) 

    Setiap muslim memiliki kewajiban untuk mengajak kepada kebaikan( Amar Ma'ruf) dan melarang perbuatan buruk ( Nahi Munkar). Namun, ketika aliran Mu'tazilah di akui sebagai Mazhab resmi oleh beberapa Khalifah dinasti Abbasiyah, penerapan prinsip-prinsip ini menjadi sangat ekstrim. Akibatnya sejumlah ulama' yang memiliki pendapat berbeda dari ajaran Mu'tazilah mengalami penangkapan dan penyiksaan untuk memaksa mereka menerima faham tersebut. Salah satu ulama' terkenal yang menjadi korban siksaan dan penahan adalah Imam Ahmad bin Hambal, yang menolak untuk mengakui bahwa Al-Qur'an adalah Makhluk, sebagai mana diyakini oleh Mu'tazilah.

PERKEMBANGAN ALIRAN MU'TAZILAH 

  Awalnya Mu'tazilah adalah aliran teologi yang di ikuti oleh masyarakat biasa. Namun, seiring waktu, faham rasional dan liberal ini menarik perhatian kalangan intelektual dan pemerintah dinasti Abbasiyah. Menyikapi hal tersebut, Khalifah Al-Makmun ( 813-833M ), putra Harun al-Rasyid (766-809M), menjadikan teologi Mu'tazilah sebagai Mazhab resmi negara pada tahun  827 M. 

Sejak saat itu, aliran Mu'tazilah menjadi satu-satunya aliran teologi yang diizinkan untuk dianut oleh umat Islam di wilayah kekuasaan dinasti Abbasiyah. Dengan pengakuan resmi dari pemerintah, aliran ini mendapatkan dukungan perlindungan dari pengusaha. Selanjutnya, Mu'tazilah dengan berani dan leluasa menyebarkan paham-pahamnya kepada publik menggunakan berbagai pendekatan, dari yang lembut hingga yang bersifat pemaksaan dan kekerasan.

 Puncak dari kekerasan dan pemaksaan ini berkait dengan paham " Al-Qur'an Makhluk", yang memicu peristiwa Al-mihnah. Yang awalnya, aliran Mu'tazilah mengalami kemajuan dan mencapai zaman keemasan berkat dukungan dari penguasa serta daya tarik ajarannya dikalangan intelektual. Namun, setelah mereka mulai melakukan kekerasan, penyiksaan, dan pemenjaraan terhadap para ulama', umat muslim mulai membenci aliran Mu'tazilah dan banyak yang meninggalkannya. 

Akibatnya, aliran perlahan-lahan mengalami menunduran dan kehilangan pengaruhnya, setelah Muhammad al-Ghazwan berkuasa di wilayah iraq pada tahun 395 H, ia mengeluarkan larangan terhadap aliran Mu'tazilah. Banyak buku-buku mereka yang di bakar, dan ajarannya tidak boleh lagi dianut. Seiring waktu aliran Mu'tazilah tidak berdaya  dan akhirnya pun lenyap (1258M).

KESIMPULAN 

 Aliran Mu'tazilah adalah kelompok yang membahas isu-isu teologi dengan pendekatan yang lebih mendalam dan filosofis di bandingkan dengan kaum khawarij dan Mur'jiah, yang muncul pada masa yang sama.mereka mengedepankan penggunaan akal dan pencarian kebenaran. Sehingga di kenal sebagai aliran rasionalis dalam Islam. Aliran ini mulai muncul di kota Bashrah pada abad ke-2 H, sekitar tahun 105-110 H kemunculan Mu'tazilah di picu oleh konflik mengenai status orang mukmin yang melakukan dosa besar. 

Dalam perdebatan ini, Washil bin Atha', seorang murid Hasan Al-bashri yang terkenal, mengemukakan pandangannya bahwa orang mukmin yang berbuat dosa besar berada diantara posisi mukmin dan kafir. 

Iya menyebut posisi ini sebagai Al-Manzilah bayna Al-Manzilatain. Aliran Mu'tazilah mulai berkembang pada awal abad ke-2 H. Dan mencapai kejayaannya pada masa Khalifah Al-Mutawakkil di abad ke-3 H.Namun, aliran ini mengalami kemunduran sekitar abad ke-5 H. Aliran rasional ini akhirnya hilang sepenuhnya setelah kota Baghdad dan kota-kota lainnya hancur akibat serangan tentara Mongol pada abad ke-7 H.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun